25. Kabar Duka

2.2K 181 6
                                    

Assalamu'alaikum....bagaimana kabar hari ini?????? Tetap jaga kesehatan, yaaa❤💕❤💕

Alhamdulillah bisa Up bab 25💜

Jangan lupa Vote dan komen, ya!

Jam berapa kalian baca bab ini?

Absen, yuk! Kalian dari kota mana aja??

Ajak teman kalian ikut baca juga, ya? Biar makin ramai❣

SELAMAT MEMBACAA❤💕❤💕

25. Kabar Duka

Percayalah, segala sesuatu yang telah terjadi kepada seorang hamba, itu adalah takdir dari Allah Swt. Manusia hanya mampu berusaha merubah apa yang bisa di ubah. Namun, tiga hal yang tidak bisa manusia ubah yaitu; jodoh rezeki, dan kematian. Karena ketiga nya itu adalah ketetapan mutlak dari Allah.”

Amila

****
Setelah berpamitan dengan orang Ndalem dan Kyai Ammar izin meminjam Amir, mereka berangkat menuju Bandung. Karena acara nya ada di sana. Amir duduk di kursi penumpang sementara Abah nya di samping kemudi yang di supiri oleh Pak Imron.

Amir memandang wajah Ayah nya yang terlihat berbeda. Hati nya sangat tidak enak, seperti akan ada sesuatu hal yang terjadi. Amir menggelengkan kepala nya pelan dan memijit pangkal hidung nya. Mencoba menepis pikiran-pikiran buruk yang menguasai nya. Seraya terus beristighfar, ia menatap jalanan yang padat.

“Kamu nanti ngisi vokal barang, lho, Mas.” ujar sang Ayah menyebut putra nya dengan panggilan ‘Mas’, membuat Amir mengalihkan pandang. Dahi nya berkerut tanda bingung. Ia tidak di beritahu dari awal. “Kata nya qiromawon, Bah?” tanya Amir.

“Ini baru disanjangi,” balas Kyai Ammar yang menatap ponsel nya. “Di sana nanti kebanyakan santri putri, karena termasuk pondok baru.” jelas Kyai Ammar dan di angguki Amir. Cowok itu mengutak-atik ponsel nya mencari surat yang akan ia bacakan.

Setelah menghabiskan beberapa jam di perjalanan, Mereka akhir nya sampai di lokasi. Dan benar saja kata Abah nya, di sini banyak sekali santri putri. Pesantren ini seperti baru di bangun. Karena masih ada beberapa lahan bangunan yang belum jadi. Mereka menatap sang Gus idaman yang baru turun dari mobil itu. Sebagian ada yang memekik histeris. Amir pun hanya menunduk. Sudah biasa ia merasakan hal seperti ini. Bahkan lebih parah nya ketika sedang mengisi di luar kota bersama tim hadrah di An-nur dulu, ada fans perempuan yang mungkin dengan sengaja mencolek lengan nya.

Amir mengikuti langkah ayah nya yang tengah berjalan berdampingan dengan seorang pria seumuran beliau. Seperti nya pria itu pengasuh pesantren ini. Mereka di persilahkan masuk dan duduk di rumah nya.

“Ini putra nya njenengan, Kyai?” tanya seorang Ustadz yang belum Amir ketahui nama nya.

“Iya, dia Amir.” balas Kyai Ammar. Ustadz tadi manggut-manggut. Amir menatap nya curiga. Jangan-jangan ada hal lain. “Dia seperti nya seumuran anak perempuan saya, dia mondok di Darrul Furqon.” ujar Ustadz tersebut. Amir melirik jengah. Bukan karena dia tidak sopan dengan Uatadz di hadapan nya ini, tapi Amir tidak suka dengan perkataan beliau yang seperti tengah berusaha menjodohkan dia dengan putri nya.

“Iyakah?” tanya Kyai Amar. Ustadz tersebut mengangguk. “Kalau saya boleh-boleh saja. Asal putra saya mau dengan nya,” Amir menatap Abah nya memohon. Dia sudah tidak nyaman dengan situasi seperti ini.

AMILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang