➁ⓞ

6.3K 966 113
                                    

Twenty: Echosmith - Talking Dreams


Luke memutar kunci yang sudah tergantung di pintu itu dengan ragu, lalu membuka pintunya secara perlahan.

"Are you sure you got the right room?" gumam Michael yang berdiri di belakang Luke.

"Yeah, 319," ujar Luke lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam, diikuti Michael.

Mereka terdiam begitu melihat tata letak ruang yang sama sekali jauh dari ekspektasinya. Ini pasti apartemen mahal, pikir Luke. Cowok itu berjalan menuju sofa dan duduk di atasnya, merasakan benda empuk itu seolah ingin membuatnya terus malas-malasan seharian.

"Wow, this is cool," Michael berkomentar sambil berjalan menuju dapur.

Luke pun mengikuti sahabatnya itu sampai ke dapur, dan nyaris menjatuhkan rahangnya. Belum pernah ia melihat dapur seindah ini. Semua furniturnya serba warna silver-emas, dan Luke tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau ia memasak disini.

Warna emasnya bisa jadi gosong terkena api nantinya.

"Go call Vanessa, she has to see this sick place," ujar Michael saat mereka kembali ke ruang TV.

Luke merebah di sofa yang kelewat nyaman itu lalu mengambil ponselnya. Setelah mencari nama Vanessa di kontaknya, ia pun menekan tombol memanggil dan menyalakan speakernya agar Michael bisa mendengar.

"Hello, Luke," terdengar suara Vanessa di sana. Di belakangnya terdengar suara bising seperti sedang di tempat umum.

"Are you still at campus?" tanya Luke tanpa basa-basi.

"Yeah, why?" jawab Vanessa.

"Michael and I are in my apartment," ujar Luke sambil menahan senyumnya, begitu juga Michael. "Come visit, we're at MA 02215 Back Bay Tower."

"Back Bay? Are you serious?" Vanessa tertawa di ujung telepon. "Did you just sell your kidney to buy an apartment, Luke?"

"Hey," Luke memprotes sambil cemberut. "It is actually Ben's, but I can use it for a while until he's married."

"Oh, okay," Vanessa tergelak kecil lalu suara bising tadi hilang. Sepertinya gadis itu sudah berada di mobil. "But I'm sorry I can't go today."

"Whyyy?" Michael menimpali.

"I'm not feeling well, plus I have to do some revision for my final projects," kata Vanessa lalu terdengar suara mesin mobil dinyalakan. "But I promise when I get better, we can hang out there."

"Mhm, 'kay," gumam Luke lalu bermain dengan jarinya. "See ya later?"

"Okay, bye, love you guys."

Luke menekan tombol merah untuk menghentikkan panggilan itu lalu mendesah sambil menatap jam. Dia bahkan tidak ada niatan untuk pergi ke Pizza Crunch lebih awal dari biasanya. Ia ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi di apartemen ini.

"Your shift starts in 2 hours, Luke," kata Michael sambil mengganti channel di TV.

Luke yang duduk di sofa seberang Michael, hanya menggumam 'ya' sambil menatap layar TV dengan malas.

"Come on. I'll drive," Michael menekan tombol merah pada remot itu lalu beranjak dari sofanya. "I wanna see that pretty girl again, though."

"You wish, bitch," gumam Luke yang mengikuti langkah Michael di belakang.

Michael tertawa. "Wishes do come true, right?"

Luke memutar bola mata dan memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa lagi. Setelah mereka berdua sudah sampai di mobil Luke-dengan Michael yang mengendarai-mereka pun pergi menuju Pizza Crunch.

"Luke," ucap Michael, menghilangkan suasana hening diantara mereka di tengah-tengah kemacetan.

"Hm?" gumam Luke yang sedang memperhatikan keluar jendela.

"I know this topic is so weird but..." Michael terdiam sebentar, mengetuk-ngetukkan jarinya diatas stir. "Do you think it's possible for one of us to date Vanessa...?"

Luke kini menoleh pada Michael. Dia berusaha melihat raut bercanda dari wajah cowok itu, namun ia tak menemukannya. Michael serius.

"I- you like her?" tanya Luke, merasa tak terkejut sama sekali.

Toh, ia juga pernah menyukai Vanessa. Pernah.

"Since last week, I think," kata Michael ragu.

Oh, Luke sudah menyukainya bahkan sejak hari kedua mereka bertemu.

"Um, ya, if you guys like each other, why not?" kata Luke enteng. Dan saat itulah Luke merasa terkejut pada dirinya sendiri.

Merelakan Vanessa pada Michael adalah hal yang paling Luke tidak inginkan sejak dulu. Kenapa sekarang begitu mudah mengatakannya?

"I don't know, I'm afraid that we have this thing called 'love triangle' like in the movies," kata Michael gugup lalu tertawa.

"That's bullshit, Mike," Luke tertawa lalu kembali menatap ke jalanan sambil menopang dagunya.

Sekarang Luke memang benar-benar tak peduli jika Michael suka pada Vanessa atau tidak. Toh, gadis itu memang sangat cantik dan periang. Michael bodoh kalau ia tidak tertarik dengan gadis itu.

Michael pun tidak bicara lagi setelah itu, bahkan setelah mereka menepi di parkiran Pizza Crunch. Luke segera turun sesaat setelah mobil benar-benar berhenti, lalu melirik Michael yang masih berada di dalam.

"Pick me up at 8:30," ujar Luke mengingatkan. "And please don't crash my car."

"Yes, Captain," Michael tertawa lalu memundurkan mobilnya, sebelum akhirnya berputar balik.

Luke merapatkan jaketnya dan berjalan menuju pintu depan restoran itu. Luke merogoh sakunya dan mengambil kunci untuk pintu itu. Diputarnya kunci itu sebelum akhirnya pintunya terbuka.

Pamela sudah berada disana ketika Luke masuk. Gadis itu pasti masuk lewat pintu belakang bersama Riddick--berhubung cowok itu yang memegang kunci pintu belakang.

"Hey, Ms. Going-To-Sneak-Out," sapa Luke dengan nada bercanda.

Gadis itu, yang sedang bermain game di ponselnya hanya tersenyum. Pamela terlihat menekan tombol pause lalu mendongak menatap Luke.

"Let me tell you the plan," ujar Pamela lalu mengisyaratkan agar Luke duduk di seberangnya. Cowok itu pun menurut dan duduk.

"What is it?"

"Prom starts at 7 pm. Justin isn't going to be home at that time, so is my Dad," kata Pamela dengan nada bersemangat. "You pick me up at 6:30 and then we're going to wait until 7:30, and when everyone thinks I'm not coming, I show up."

Luke mengerjap beberapa kali, lalu mengangguk.

"Do you understand or not?" Pamela mengerutkan dahinya sambil menatap cowok itu sebal.

"I do," kata Luke pelan. "Just- I have never snuck out before."

"Me too," Pamela nyengir polos. "I promise this is one time thing. I'm not gonna do it again."

Luke menghela nafas. "Why did you do this? This is not even your prom."

"Most of girls in my grade are going, even Mary. I don't want to be the one who's left behind," ujar Pamela sambil memutar bola mata. "And I don't want to turn Calum down."

Calum. Oh, tentu saja ini semua tentang Calum. Luke melirik gadis itu yang sedang menatap jari-jarinya tanpa selera. Dia pasti ngotot ingin pergi ke prom karena Calum.

Luke tidak mengatakan apa-apa lagi sebelum akhirnya pergi menuju dapur, meninggalkan Pamela sendirian. Setidaknya mengobrol dengan Riddick tidak akan ada sangkut pautnya dengan Calum.

fifteen | luke robert hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang