Twenty Four: Jessie J - Flashlight
Setelah Luke dibebaskan, Pamela tidak pernah lagi mendengar kabar dari cowok itu. Bahkan saat dirinya melangkah memasuki Pizza Crunch, posisi dimana Luke biasanya berada sudah digantikan oleh seorang gadis berpenampilan seperti punk.
Pamela berjalan mendekati perempuan itu. Ia sepertinya seumuran dengan Luke, dan kelihatannya dia tidak terlalu buruk.
"Uhm, hello?" Pamela bergumam, membuat perempuan itu mendongak. Matanya sebiru laut, mengingatkan Pamela pada mata Luke yang sama birunya dengan mata gadis itu.
"Hey, can I help you?" perempuan itu langsung melipat majalah yang sedang ia baca lalu tersenyum pada Pamela.
"I actually work here..." ujar Pamela sambil tersenyum tipis. "Are you new?"
"Oh, sorry!" perempuan itu nyengir minta maaf lalu mengulurkan tangannya. "I'm Bea, the new cashier here. What's your name?"
Pamela meraih tangannya, lalu tersenyum. "Nice name. I'm Pamela."
"Thank you," ucap Bea sambil melepas jabatan mereka.
Pamela hanya tersenyum lalu berjalan menuju dapur. Kemana Luke? Apa dia baru saja dipindah posisi? Atau dia memang sudah tidak bekerja lagi...?
Pamela menggeleng pada diri sendiri. Tidak mungkin. Gadis itu membuka pintu dapur dengan gugup lalu menyapukan pandangannya pada ruangan yang cukup besar itu.
"Riddick?" panggil Pamela sambil meletakkan tasnya di salah satu meja yang kosong.
"Yeah?" tiba-tiba Riddick muncul dari salah satu rak pemanggang sambil mengelap tangannya yang basah.
Pamela meneguk ludahnya, merasa begitu gugup untuk bertanya tentang Luke. Tapi gadis itu akhirnya memberanikan diri.
"Where's Luke?" tanya Pamela. Dan detik itu juga, detak jantungnya justru semakin cepat.
Jangan keluar. Jangan keluar. Jangan keluar.
"Oh, he quit," kata Riddick sambil meletakkan lapnya lalu berjalan menuju karung berisi tepung, membukanya perlahan.
Sial.
"Oh... why?" tanya Pamela pelan, bahkan suaranya terdengar seperti bisikkan.
"He's going to graduate very soon, right? Today is his final presentation," ujar Riddick sambil mengusap dahinya yang berkeringat.
Oh, andai saja Riddick tahu kejadian yang terjadi dua hari yang lalu. Pamela menggeleng lagi pada dirinya sendiri, merasakan dadanya seolah tertinju hebat.
Tapi ia sudah biasa akan hal ini. Dari awal mereka bertemu, Luke memang sudah membuat dadanya berpacu.
"Just text him," kata Riddick tiba-tiba, membuyarkan lamunan Pamela. "He called me last night and he said he's so nervous that he couldn't sleep, and he said like, 'Please wish me luck'."
Pamela melirik cowok berambut keriting itu dengan tatapan ragu dan hanya tersenyum tipis. Mengirim Luke SMS adalah dua kemungkinan yang berbeda tipis; bisa jadi ide bagus, atau justru ide paling buruk.
Luke memang tidak pernah memberi penjelasan apakah mereka harus tetap berteman atau bagaimana setelah kejadian di kantor polisi dua hari yang lalu. Itu sempat membuat Pamela berpikir mungkin Luke butuh spasi... yang sialnya harus memakan umur 4 tahun lagi.
Tapi Pamela nampaknya tidak peduli. Perlahan, ia merasakan tangannya meraih ponselnya di kantung celananya dan membuka aplikasi iMessage. Satu SMS tidak akan membunuh, kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
fifteen | luke robert h
Fanfiction"i'm fifteen and he is... well, he is turning twenty one."