➀➀

8.5K 1.1K 271
                                    

Eleven: Esmee Denters - It's Summer Because We Say So


Pamela melambai pada Mary sebelum akhirnya keduanya berpisah di depan gerbang sekolah. Gadis itu melirik jamnya dan mendesah lega karena dia masih punya banyak waktu untuk sampai ke Pizza Crunch, jadi ia tak perlu terburu-buru.

Pamela baru saja akan memasang headset di telinganya ketika seseorang menepuk pundaknya. Gadis itu spontan menoleh, dan langsung tersenyum begitu melihat Calum berdiri disana.

"Hey," sapa Pamela dengan suara pelan, lalu memasukkan headsetnya kembali ke tas.

"Where are you going?" tanya Calum sambil tersenyum.

"Work," kata Pamela lalu melirik Calum sekilas. "Where are you going?"

"To the bookstore near the supermarket," Calum menendang sebuah kerikil yang sempat hampir terinjak itu. "Are you free this Saturday?"

Pamela hampir saja menghentikkan langkahnya, namun ia tahan. Ia merasa seolah tenggorokannya dicekat oleh sesuatu, dan ia tidak tahu harus menjawab apa. Itu adalah pertanyaan yang Pamela berusaha hindari dari kemarin-kemarin.

"Cal, I- I don't know-"

"No, it's okay," Calum memotong sambil terkekeh santai. "I promise it's not a date. I mean, we can't just go from friends to more-than-friends, right?"

Pamela tidak menjawab. Gadis itu memainkan jari-jarinya dengan gugup dan berusaha tidak membuat kontak mata dengan Calum.

"Why are you trying to push me away?" tanya Calum, pelan dan lembut seolah ia tak mau Pamela salah paham akan pertanyaannya.

"I'm not," Pamela tertawa pahit. "Just confused."

"Confused about what?" tanya Calum lagi.

Maybe about the fact that you ignored me all these years and now that my bestfriend told you I like(d) you, you just suddenly come up to my life and act like we were okay. "Nothing though," ujar Pamela setelah beberapa saat.

"Well, you have my number right? It's still the same as the last time I texted you," ujar Calum sambil memasukkan kedua tangannya ke sakunya.

Pamela mengangguk asal, bahkan tidak ingat apa dia masih menyimpan nomer Calum atau tidak. Terakhir kali mereka bertukar pesan sudah lama sekali, dan itupun karena Calum mengucapkan Pamela selamat Hari Natal.

"Please, just let me know when you're free," Calum tersenyum lalu melambai. Cowok itu menyebrangi jalan yang berlawanan dengan arah Pamela sekarang.

Gadis itu hanya mengangguk lalu berjalan dengan gontai ke Pizza Crunch. Setidaknya, ia bisa melihat wajah malaikat Luke hari ini untuk menambah mood-nya.


++


"I swear she falls for you more and more everyday," ujar Riddick dari balik pintu dapur, mengundang dengusan dari Luke.

"Shut up," ujar Luke yang tengah menggambar desain Pizza Crunch ala imajinasinya. Terdengar suara tawa Riddick di belakang sana yang semakin membuat Luke sebal.

Ketika Luke datang tadi, Riddick tidak mau berhenti membicarakan Pamela yang terlihat lucu setiap kali di dekat Luke. Entah gadis itu mencoba mengatur nafasnya, atau mencuri-curi pandang, atau bahkan melirik Luke saat Luke tidak melihat. Luke tidak menyadari hal-hal sekecil itu, namun Riddick iya.

"Am I late?!" tiba-tiba sebuah suara terdengar sampai ke penjuru ruangan-berhubung di restoran itu masih sepi dan belum ada siapa-siapa. Luke mendongak, melihat Pamela berdiri disana membawa 2 tas yang terlihat berat. Gadis itu terlihat begitu repot sampai-sampai rambut panjangnya turun semua dan menutupi bagian wajahnya.

"No...?" jawab Luke akhirnya.

"Ohhh, thanks God!" Pamela menggumam lalu meletakkan dua tasnya di atas meja. "I thought I was sooo late."

"It's Friday, remember? We're open a lil bit later than usual," kata Luke, melirik gadis itu yang kini sedang berdiri di sebelahnya.

"Good," dengus Pamela sambil melepas jaketnya dengan terburu-buru dan menyumpalnya ke dalam tas. Luke baru tersadar ketika gadis itu mendongak, dia memakai make-up.

Gadis ber-make-up sama sekali bukan tipe Luke, tapi dia harus mengakui bahwa Pamela terlihat sangat, sangat cantik.

Astaga, Luke terdengar seperti penjahat yang mengincar anak SMA.

"Why are you wearing make-up?" tanya Luke beberapa saat setelah ia membuang pikirannya tadi jauh-jauh.

"What's the problem? Does it make my face uglier?" Pamela memutar bola matanya.

No, you look good. "No one wears make-up to school, Mei," Luke mengikuti gerakan pamela; memutar bola matanya.

"Ugh fine," Pamela mendengus, meraih sekotak tisu dan mulai membersihkan wajahnya.

"What? I didn't ask you to remove them," Luke tertawa dengan nada menjengkelkan.

"You said I look ugly!?" omel Pamela sambil melemparkan tangannya ke udara.

"I didn't say that," Luke tertawa geli sampai kedua matanya tertutup. "I said no one wears make-up to school, you deaf woman."

"Actually!" tiba-tiba Riddick muncul dari dapur, lalu ikut duduk bersama Luke dan tersenyum. "Luke thinks you're pretty but he's just too shy to say it."

"What?" Luke melayangkan tatapan protes pada Riddick, dan cowok itu hanya nyengir.

Pamela tertawa gugup dan pipinya langsung berubah merah. Gadis itu terlihat berusaha keras agar tidak salah tingkah. Dan beberapa saat kemudian, Pamela langsung pamit ke kamar mandi-tidak ada yang tahu apakah ia hanya berpura-pura saja atau tidak-meninggalkan Luke dan Riddick berdua.

"Riddick you can't just say that to her," Luke menggerutu dalam bisikannya pada cowok di sebelahnya itu.

Riddick, yang masih tertawa-tawa sejak tadi, kini menggeleng lalu mengendikkan bahu.

"Teasing her is the funniest thing in the world," kata Riddick lalu tersenyum melirik Luke. "But you do think she looks pretty, right?"

"But she's going to think I like her too," Luke memprotes. "You know girls, they use their feelings too much."

"But don't you?" Riddick menyipitkan matanya, menatap Luke penuh selidik.

"Don't I what?" Luke mengernyitkan dahinya.

"Don't you like her? I mean, you guys have been talking a lot lately," ujar Riddick lalu tersenyum jahil lagi.

"I have been talking a lot to you too, does it mean I like you?" cibir Luke lalu berdiri dari kursinya, membuka brankas uang di bawah meja kasir dan mengambil beberapa uang receh yang akan ia masukkan ke dalam mesin kasir untuk kembalian.

"You know what I'm talking about," Riddick mencibir juga, membuat Luke mendengus sebal.

"You know I don't wanna think about it," ucap Luke, berharap Riddick mengerti bahwa Luke sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

Sejak Riddick mengatakan bahwa Pamela menyukainya, perasaannya jadi aneh belakangan ini. Seolah Luke tidak bisa melihat Pamela seperti dulu lagi.

"Just know that I'm waiting for the wedding day," goda Riddick untuk yang ke-terakhir kalinya. Cowok itu tergelak sebelum akhirnya masuk ke dapur.

Luke terdiam sebentar, menatap pintu dapur yang sudah tertutup, lalu tertawa konyol. Dia tidak bisa dan tidak boleh menyukai Pamela, kan?

Setidaknya sampai Pamela sudah cukup umur baginya.

fifteen | luke robert hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang