One: Arctic Monkeys - Fluorescent Adolescent
Pamela tidak tahu mana yang lebih membuatnya gugup saat itu; mengisi formulir bekerja di Pizza Crunch atau penjaga kasirnya yang keren.
Mari kita pilih pilihan kedua karena Pamela sempat menjatuhkan formulirnya saat penjaga kasir itu memberinya pulpen. Astaga, dia seharusnya berdiri di depan kamera, bukan di belakang kasir.
Mungkin inilah sebabnya pelanggan Pizza Crunch 80% adalah anak sekolahan. Selain letaknya yang dekat dengan sekolah, karyawannya juga bisa jadi ajang cuci mata. Pamela meringis membayangkannya.
Ketika Pamela selesai mengisi formulirnya, dia melirik penjaga kasir itu dan menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Harus diapakan makhluk indah di depannya ini? Di panggil, atau langsung colek saja lengannya? Tidak. Pamela tidak segila itu untuk menyentuh orang yang tak dikenal.
"I'm done with the form," kata Pamela, membuat cowok dibalik kasir itu mendongak.
"Let me see it," ujarnya sambil meraih formulir Pamela. Gadis itu bisa merasakan dadanya berpacu cepat, entah takut ia ditolak mentah-mentah atau akibat mendengar suara berat milik cowok itu.
Lagipula Pamela tidak menghabiskan hampir 2 jam mengisi formulir itu untuk ditolak. Dia harus diterima.
"You were born in 2000?" tiba-tiba sang penjaga kasir dengan name-tag bertuliskan 'Luke' itu bertanya sambil mengerutkan dahi.
"Yes..." Pamela merasakan sesuatu yang tak beres. "Is there any problem with that?"
"No..." cowok itu menatap formulir Pamela sebentar, lalu menatap gadis itu lagi. "It's just that, you have to be at least 16 to apply for this job."
Krik. Pamela merasakan badannya bisa runtuh kapan saja. Detik ini, detik yang nanti, atau sepuluh detik lagi. Gadis itu melirik Mary, temannya yang ia ajak kemari, sedang duduk santai di mejanya sambil mendengarkan musik. Mary bahkan tidak tahu temannya sedang mengalami fase-ingin-pingsan.
"I... oh my, I'm 16 next year anyway," ujar Pamela sambil berkedip-kedip, berusaha menarik kembali air matanya yang ingin jatuh.
"No, sorry, you can't," ujar cowok itu sambil menggeleng. Pamela mengerang lalu menghentak-hentakkan kakinya ke lantai dengan sebal.
"Please, please..." ujar Pamela memohon sambil melirik name-tag milik cowok itu untuk yang kedua kalinya. "Please.. Luke?"
"Hey!" Luke segera menutupi tulisan namanya dengan tangan kanannya lalu memelototi Pamela dengan sebal. Pamela hanya nyengir lalu kembali memasang wajah puppy-nya.
"Luke, what's happening here?" tiba-tiba seorang wanita separuh baya datang dengan map dan tas di setiap tangannya. Rambutnya digulung sampai ke atas, mirip seorang sekretaris kantor.
"Mrs. Ramsey, this little girl wants to apply for a job but unfortunately she's still 15," jelas Luke. Little girl. Ha. Dia mengatakan itu seolah dia sendiri sudah kakek-kakek.
Wanita yang dipanggil Mrs. Ramsey itu akhirnya menatap Pamela dari atas sampai bawah. Gadis itu bersumpah dia hampir pipis di celananya karena tatapan wanita itu.
"What's your name, young lady?" tanya Mrs. Ramsey, tersenyum.
"Pamela. Pamela Wilson," ujar gadis itu pelan.
Mrs. Ramsey tersenyum lalu berjalan menuju sebuah pintu dengan tulisan 'Staff Only' di depannya. "Well, Pamela, follow me."
++
"Are you accepted?!" tanya Mary begitu Pamela keluar dari ruangan Mrs. Ramsey.
"I just got an interview and the manager will give me a call tomorrow," kata Pamela sambil mengendikkan bahunya. Kedua gadis itu segera duduk di booth favorit mereka di dekat jendela.
"Okay. Now guess what, Calum asked me for your number," ujar Mary tiba-tiba. Cewek itu tersenyum menggoda sambil menaik-turunkan kedua alisnya, membuat Pamela meringis.
"Nice try," Pamela meraih ponselnya di tas dan membuka beberapa chat yang belum ia balas tadi pagi.
"I'm not lying this time!" pekik Mary, membela dirinya. "Okay, I'll admit. I told him you have a crush on him."
Pamela langsung mendongak menatap Mary sambil meletakkan ponselnya diatas meja dengan gerakkan cepat, menimbulkan suara dug yang keras.
"You fucking what?!" teriak Pamela dengan wajah memerah.
"Sorry, Mei! It's for your own good," ujar Mary lalu tersenyum-meringis. "I can't let you keep dreaming of him while he doesn't even know about your feelings."
"I had a crush on him, Mary! I've moved on, you fucking stupid twat," Pamela menangkupkan wajahnya diatas tangannya dengan frustasi. "What did he say?"
"He said 'that's cool' then he asked me for your number," kata Mary sambil mengacungkan jempol. "At least you guys are old friends, it won't be awkward after this."
Pamela mendengus. Gadis itu meraih dua lembar tisu dan menggumpalnya, lalu menyokongnya ke mulut Mary dengan sengaja, membuat keributan oleh suara canda tawa.
Wajah Mary masih memerah akibat tertawa bahkan saat Pamela sudah berhenti mengganggunya. Keduanya akhirnya memutuskan untuk diam sambil mengatur nafas masing-masing.
"Well..." Mary memulai. "Because I, however, had set you up with Calum, you should get me that guy's number."
Mary mengarahkan dagunya ke arah kasir, tempat dimana Luke sedang berdiri bertopang pada mejanya, dengan buku diatas meja dan tangannya memegang pulpen. Dia mungkin sedang mengerjakan PR.
"No shit that's my target," Pamela menjulurkan tangannya seolah menahan tubuh Mary untuk pergi kemana-mana.
"Your target? Your fucking target is to earn some money from this job, get out of my way!" Mary mendorong lengan Pamela terlalu keras, membuat gadis itu mengaduh. Mary, sebagai teman yang baik, malah tertawa sambil melemparkan tatapan meledek.
"Shut up he's looking at us," Pamela terkikik sambil menundukkan kepalanya saat dia melihat Luke menatap ke arah mereka.
"Damn, I gotta stare back," Mary mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah Luke tanpa malu sedikitpun. Lalu setelah itu, Mary terkekeh. "He's so cute, Mei. Come on look."
"You're so embarassing, shut up," gerutu Pamela sambil terus menunduk dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya.
Mary hanya tertawa, sebelum akhirnya membicarakan topik lain karena banyak hal yang bisa dijadikan bahan gosip sore itu.
>>>>
hehehehehe what do u guys think? :3
pamela a.k.a stella hudgens on multimedia
KAMU SEDANG MEMBACA
fifteen | luke robert h
Fanfiction"i'm fifteen and he is... well, he is turning twenty one."