➁➂

6.3K 1K 521
                                    

Twenty Three: Sia - Fire Meet Gasoline


Luke menatap mesin ketik yang berada di depannya itu dengan kosong. Kepalanya tak henti-hentinya membuat perasaan seperti ingin muntah; dan Luke rasanya bisa pingsan kapan saja.

Luke menatap Officer Ian yang kini duduk di hadapannya. Ia tampak seperti laki-laki berumur 40 tahunan yang belum menikah, dengan beberapa lipatan kulit di wajahnya yang sebenarnya tampan.

"I called your mom. She'll be here in 10 minutes," kata Officer Ian sambil menarik kursinya dan duduk di hadapan Luke.

"No, not my mom," ujar Luke sambil menggeleng-geleng, dan tiba-tiba dadanya terasa sesak lagi. Ibunya tidak boleh tahu soal ini. Tidak boleh.

"Luke, she has to know," ucapnya pelan lalu mengambil beberapa berkas. "I'm here to ask you few questions."

"Am I going to jail?" tanya Luke sambil menatap polisi itu dengan matanya yang masih sembab.

Officer Ian tertawa kecil. Luke jelas belum pernah tersangkut masalah seperti ini, dan kepolosannya membuat laki-laki itu ingin tertawa terus-terusan.

"Depends. If there's any conclusive evidence... yes, you are, Luke."

Luke meneguk ludahnya lalu kembali menatap mesin ketik itu dengan tatapan kosong. Officer Ian menarik mesin ketik itu lebih dekat ke posisinya, membuat Luke mendongak.

"Justin Wilson called me and said you took his sister," ujar Officer Ian, seolah ia mengerti apa yang ada di benak Luke selama ini.

"I did not," kata Luke cepat dengan suara parau.

"How do I know you're not lying, huh?" Officer Ian tergelak kecil, seolah ini semua lelucon baginya.

Luke terdiam. Polisi itu ada benarnya juga. Ia tidak punya bukti kuat bahwa ia tak bersalah. Tapi di sisi lain, polisi itu juga tidak punya bukti kuat untuk menunjukkan bahwa ia bersalah. Luke menarik nafas dalam-dalam, ingin mengatakan sesuatu namun pintu di belakangnya terbuka.

Luke tidak menoleh. Cowok itu justru memejamkan matanya, berekspektasi bahwa suara Ibunya akan terdengar tak lama lagi. Namun ketika tidak ada suara apapun, Luke memberanikan untuk membuka mata dan akhirnya melirik lewat bahunya.

Luke tidak merasa lebih lega ketika melihat itu bukan Ibunya. Ia justru lebih panik dari sebelumnya ketika sepasang mata cokelat itu menatapnya. Matanya juga sembab, menandakan ia habis menangis. Justin berada di sisi gadis itu, yang mana membuat situasi tidak lebih baik. Luke ingin memukulnya sekarang juga namun itu bukan ide yang bagus.

"What are you doing?" tanya Luke, namun suara yang keluar terdengar seperti suara bisikkan.

"Officer, I'm here not as a victim. I'm here as a witness," ujar Pamela sambil menatap polisi itu dan mengabaikan Luke.

Officer Ian tampak ragu, namun akhirnya menatap Justin seolah meminta persetujuan. Bagaimanapun, Justin adalah kepala dari semua masalah ini dan segala proses yang akan dijalani bergantung dengannya.

"I'm-" Justin terdiam, menatap Luke dengan ragu lalu mengangguk pada polisi itu. "I'm just gonna let my sister explain."

Officer Ian menatap Pamela sebentar, lalu mengangguk. "Sit."

Pamela segera meraih tempat duduk yang berada di sebelah Luke lalu mulai mengoceh. Ia pandai dalam berbicara, ingat?

"I'm Pamela Wilson," kata gadis itu sambil menganggukan kepalanya pada Officer Ian, lalu melirik Luke. "And sat beside me, is Luke Hemmings, which you accused as criminal, while in fact, he is not. Luke is my friend, we both work at this restaurant called Pizza Crunch. I was at his apartment because I snuck out to go to the prom and I had to change clothes. He didn't try to do anything, trust me, if he did, I would have let you take him. But I'm here, talking to you, because he hasn't done anything and this is all just misunderstanding."

fifteen | luke robert hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang