Nineteen:Mariah Carey - Beautiful (ft. Miguel)
Pamela terdiam sambil mengunyah pancake buatan kakaknya. Sementara Ayahnya—Andrew Wilson, yang duduk di seberangnya itu, pun belum mengeluarkan suara. Keduanya merasa canggung akibat percakapan semalam.
Justin memang tidak melaporkan apa-apa tentang Luke, tapi ia melaporkan tentang Pamela yang bolos sekolah dan tidak mengikuti kelas Penahanan yang harusnya ia ikuti pada jam terakhir sekolah.
Pamela mendengus kecil, mengundang perhatian Ayahnya dan Justin. Keduanya tampak saling bertatapan, sebelum akhirnya Ayahnya yang bicara.
"You know you're grounded, right?" ujar Andrew lembut.
Pamela berhenti mengunyah, lalu mau tak mau mengangguk. Sejak kecil, ia sudah sering melihat Justin di hukum, terutama saat cowok itu memasuki masa SMA. Dan Pamela kerap kali menertawai kakaknya sambil meledek, bahkan tidak peduli bahwa ada raut sedih di wajah kakaknya.
Sekarang Pamela mengerti kenapa Justin bersikap terpuruk setiap kali di hukum. Ternyata rasanya tidak enak; ceramah setiap detik, tidak boleh menonton TV, tidak boleh keluar rumah selain ke sekolah...
"I was thinking maybe you should stay at home instead of going to prom," kata Andrew pelan, berusaha tidak memancing emosi putrinya itu.
Pamela mendongak lalu menatap Ayahnya dengan tatapan tak percaya. "Dad... are you serious? No, please, don't—"
"I had called Calum's mom, I even talked to Calum too, and they said they understand," kata Andrew lagi sambil menyeruput kopi paginya.
Gadis itu mencoba menahan rasa sesak yang tertimbun di dadanya. Meskipun ini bukan prom angkatannya, tapi tetap saja ia sudah mengharapkan hal ini sejak lama. Ibu Calum bahkan sudah membuatkannya dress.
Lalu setitik air mata mengalir di sepanjang pipi gadis itu. Andrew, yang melihat putrinya itu menangis di hadapannya, hanya mendesah pelan lalu berdiri dan memeluk gadis itu dari samping.
"Baby, you still have next year," ujar Andrew sambil mengelus-elus kepala gadis itu.
"It's not going to be the same," isak Pamela di dada Ayahnya.
Andrew terdiam sebentar, sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Calum said don't worry he won't find another prom date. At least he won't be dancing with another girl, right?"
"Dad that's not funny!" Pamela mengerang lalu melepas pelukan Ayahnya dengan sigap. Gadis itu meneguk air putih yang tersisa di gelasnya lalu segera pergi tanpa mengucapkan apa-apa.
Pamela menutup pintu rumahnya dengan sengaja dibanting, lalu berlari kecil menuju pemberhentian bus sekolahnya yang terletak di ujung jalan. Gadis itu masih terisak, bahkan saat ia melewati beberapa orang di jalanan.
Tidak adil. Kenapa harus prom yang dikorbankan? Lebih baik ia dikurung di rumah selama 1 bulan penuh, sungguh.
"Pamela?" sebuah suara menghentikan langkah gadis itu.
Pamela terdiam sebentar, menoleh, dan terkesiap begitu melihat Calum. Gadis itu tidak tahu mengapa tapi ia tiba-tiba berlari menghampiri Calum dan memeluknya erat sambil terisak-isak.
"Cal I'm not going to prom..."
Calum terdiam sebentar. Ia tidak mengira gadis itu akan memeluknya seperti ini. Setidaknya, tidak saat mereka baru bertemu di suatu pagi yang masih berembun itu.
"I know," ujar Calum setelah beberapa saat, lalu mengusap rambut gadis itu. "It's okay, Mei. You still have next year."
"It won't ever be the same," Pamela merengek keras kepala sambil menghadapkan kepalanya ke samping, hingga pipinya yang menempel pada dada Calum. "Do you think you can sneak me out?"
KAMU SEDANG MEMBACA
fifteen | luke robert h
Fanfiction"i'm fifteen and he is... well, he is turning twenty one."