➁➅

6.4K 991 516
                                    

Twenty Six: Rihanna - Stay (feat. Mikko)


Luke memainkan jarinya dengan cemas sambil memandang dua orang di depannya. Sesekali ia menggigit bibirnya dengan gugup. Namun melihat Vanessa yang terlihat kalem--gadis itu mudah menyembunyikan segala hal-Luke merasa tidak ada gunanya untuk gugup.

"I- I don't know what to say," ujar laki-laki berambut pirang itu sambil mengusap dahinya. "Luke, you've been her bestfriend since I can remember and- oh my God, this is just unbelievable."

Luke menunduk sedikit, meneguk ludahnya yang mengganjal. "I'm sorry, Mr. Haldwin."

"This is not about sorries," wanita yang duduk di sebelah pria itu angkat bicara. Wajahnya sama shocknya dengan pria tadi—Mr. Haldwin—dan Luke merasa sangat bersalah. "This is about you guys. The future you guys holding, what about it?"

Tiba-tiba saja dada Luke terasa sesak. Masa depan; hal itu yang memang terngiang di kepala Luke bahkan sebelum ia menginjakkan kaki ke rumah keluarga Haldwin untuk membicarakan hal ini dengan orangtua Vanessa.

Well, setelah berpikir cukup panjang selama di mobil tadi, Luke memutuskan untuk tidak merahasiakan hal ini pada siapapun. Bahkan dia akan nekat untuk berbicara dengan Ibunya juga setelah ini; meskipun itu artinya ia akan dicaci-maki atau lebih parahnya lagi... diusir.

"Mom, Dad, it's all my fault. I made him do it in the first place," ujar Vanessa dari sebelah Luke. "Just... don't talk to him like that, he's shocked enough."

Luke hanya terdiam, sementara kedua orangtua Vanessa kini menatapnya. Cowok itu tidak kaget melihat reaksi orangtua gadis itu tidak begitu parah, mengingat orangtua Vanessa memang tidak pernah marah dan terlalu bersikap lembut. Tipikal orang Iowa.

"Have you talked to your mom, Luke?" tanya Mrs. Haldwin pelan.

Luke menggeleng pasrah, membuat kedua orangtua Vanessa saling bertatapan.

"Just go to your mom and see if she could meet us any time," kata Mr. Haldwin pelan lalu menepuk pundak cowok itu.

Luke mengangguk pelan, lalu kembali minta maaf untuk entah yang keberapa kalinya, sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah itu bersama Vanessa untuk bicara dengan Ibunya.

Oh, astaga, Luke bahkan sudah mempersiapkan diri apabila ia akan diusir malam ini. Dia tidak bisa membayangkan wajah marah dan kecewa Ibunya. Dan yang jelas, Luke takut. Ia takut menyakiti perasaan Ibunya karena diantara semua kakaknya; hanya Luke yang bermasalah seperti ini.

"Luke, you don't have to tell your mom," ujar Vanessa sambil mengusap lengan cowok itu.

"You said that like you don't need me for the baby," gumam Luke dengan suara parau. Cowok itu segera membuka pintu mobilnya, lalu mereka berdua segera masuk ke dalam mobil.

"I do," ujar Vanessa, melanjutkan percakapan mereka sambil memasang sabuk pengamannya. "I just... if you don't want to, then don't. We can still be friends and you can visit us anytime you want."

Luke terdiam sebentar, lalu menatap Vanessa sambil tertawa pahit. Hal ini justru membuat Vanessa mengerutkan dahinya dan menatap Luke aneh.

"Friends? Friends don't have their baby together, Van!" Luke melayangkan tangannya di udara sambil terkekeh pahit. "I'm not going to let you survive alone because I do still have a heart."

"No, I mean," Vanessa mendebat lagi. "Just because I'm having your baby and we're not married, that doesn't make you a heartless person."

"And what's your point?" Luke kini memutar bola matanya, lelah akan perdebatannya dengan Vanessa yang membuat kepalanya terasa ingin pecah.

fifteen | luke robert hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang