Ten: Jonathan Clay - Heart On Fire (soundtrack from LOL movie)
Siang itu, entah untuk yang keberapa kalinya, Pamela tidak ikut makan siang di kafetaria sekolah. Selain dia tidak lapar dan tidak punya teman yang bisa diajak duduk bersama, ia tidak ingin bertemu Calum untuk sementara.
Terakhir kali mereka bicara adalah saat Pamela mengatakan bahwa ia perlu berpikir 2 kali untuk pergi kencan dengan Calum. Pertama; Pamela sudah tidak menyukai Calum lagi. Kedua; mereka sudah berteman dekat sejak lama, dan akan aneh jadinya kalau mereka benar-benar berkencan.
Pamela mendesah, membuka pintu perpustakaan dengan malas. Untuk saat ini, yang ada di pikirannya hanyalah Mary. Sial, bagaimanapun juga, Pamela merindukan gadis itu. Tidak ada lagi yang bisa diajak bicara dengan heboh dan tidak ada lagi yang bisa ia ajak berbicara tentang cowok imut yang bekerja di Pizza Crunch—yang kini sudah jadi teman ngobrol sehari-harinya. Semuanya terasa membosankan tanpa gadis itu.
"Pamela Wilson," sapa Ms. Tiny saat Pamela memasukki ruangan itu. Pamela terlalu sering ke perpustakaan akhir-akhir ini sampai-sampai wanita itu mengingat namanya.
"Hi, Ms. Tiny," sapa Pamela balik sambil tersenyum tipis. Gadis itu meraih pulpen yang tergeletak di atas meja dan menuliskan namanya di daftar pengunjung perpustakaan.
Namun ada hal yang membuat Pamela berhenti menulis. Tepat di atas namanya, tertulis 'Mary Pierce', lengkap dengan tanda tangan Mary yang ia tahu persis. Gadis itu ada disini, pikir Pamela.
Setelah selesai menuliskan namanya, Pamela kini berjalan menyusuri rak-rak buku, berharap ia akan bertemu Mary. Mungkin ini saatnya Pamela mulai bisa mengontrol sifat kekanak-kanakannya dan mencoba mengerti Mary. Dia tidak bisa terus menerus mengabaikan gadis itu.
Tiba-tiba sebuah suara yang terdengar seperti buku jatuh terdengar dari rak sebelah, yang lalu mengundang perhatian Pamela. Gadis itu berjalan ke deretan rak di sebelahnya, lalu melihat Mary sedang mengumpulkan beberapa buku yang jatuh tadi.
Pamela spontan membantu gadis itu tanpa bicara apa-apa. Dan setelah semuanya selesai, Mary berdeham.
"Thanks, Mei," kata Mary sambil tersenyum dan menunduk.
Pamela menatap sahabatnya itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya tersenyum. "Hey, you wanna know something?"
Mary mendongak, menatap Pamela yang menatapnya dengan tatapan riang. Tidak seperti kemarin-kemarin; tatapannya kelam dan menyedihkan.
"What is it?" tanya Mary, menahan senyumnya.
"No matter what happens, you're still my bestfriend," ujar Pamela lalu memeluk Mary. Gadis itu sempat terkaget, namun akhirnya ia memeluk Pamela balik dan tersenyum begitu lebar.
"I'm sorry, Mei. I really do," ujar Mary pelan lalu melepas pelukan gadis itu. "I never meant to hurt you."
"It's okay, we're cool now," Pamela terkekeh lalu menghela nafas panjang. "Sooo..."
"So...?" Mary menaikkan satu alisnya.
Mereka saling bertatapan satu sama lain sebelum akhirnya keduanya tertawa bodoh. Pamela merasa begitu lega, seolah-olah sesuatu yang menyenangkan dari dalam diri Pamela muncul lagi saat bersama Mary.
"Let's not fight over a boy again," canda Mary, yang lalu membuat Pamela tertawa geli. Mereka bahkan tidak peduli sedang berada di perpustakaan.
"So, anything happened while I was gone?" tanya Pamela sambil nyengir. Keduanya langsung duduk bersila di lantai, tidak peduli apakah ada anak yang akan lewat nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
fifteen | luke robert h
Fiksi Penggemar"i'm fifteen and he is... well, he is turning twenty one."