Twenty Two:Nicki Minaj - The Night Is Still Young
Pamela hampir menghabiskan waktu setengah jam untuk bercerita bagaimana ia membenci Calum dan Mary pada Luke malam itu. Mereka bahkan belum meninggalkan parkiran aula sekolah, karena gadis itu tidak mau pulang sebelum emosinya mereda.
"I hate the fact that I trusted Mary," ujar Pamela sambil mengelap air matanya lalu memukul dashboard mobil Luke dengan kasar. "I hate Calum too. Everyone is just trying to hurt me."
"Um, Pam," Luke menggumam. "Not my dashboard, please. It's expensive, you know."
"'Right!" Pamela menggerutu lalu meraih tisu yang tergeletak di atas dashboard itu dan mulai mengelap wajahnya.
Luke sedaritadi pun hanya diam dan mendengarkan gadis itu menggerutu sambil sesekali menangis. Luke bahkan tidak yakin apakah gadis itu hanya kesal atau benar-benar merasa kecewa; atau mungkin dua-duanya.
"Do you want to go home?" tanya Luke setelah gadis itu selesai mengelap maskara yang luntur di sepanjang pipinya tadi.
"Can we go back to your apartment?" Pamela menatap Luke dengan tatapan memohon.
"What?" Luke melotot ngeri, lalu cowok itu buru-buru menggeleng. "No, you're really trying to get me in a trouble."
"Trouble? What trouble?" Pamela tertawa sarkastik. "I need to change clothes, Luke. I can't go home with this dress."
"Just tell Justin you snuck out," kata Luke sambil melayangkan tangannya di udara.
"What's the problem with taking me back to your apartment to change clothes and then you can drive me to my house?" balas Pamela dengan nada menekan, dan saat itulah Luke terdiam.
Gadis itu tidak mengerti. Ia takkan pernah mengerti bagaimana rasanya di posisi Luke. Ia juga takkan pernah mengerti bagaimana rasanya menyukai seseorang namun perasaannya terasa janggal.
Gadis itu tidak pernah mengerti bahwa Luke bisa saja berada di balik jeruji penjara jika ia terus-terusan berada di dekat Pamela; sebagai lebih dari teman.
"Please, it only takes 5 minutes," kata Pamela memohon sambil meraih lengan kaus Luke.
Cowok itu menatap tangan gadis itu yang terus-terusan menarik kausnya, lalu mendesah. Bukan Luke namanya kalau berani mengatakan 'tidak' tanpa merasa bersalah.
"Fine, 10 minutes," kata Luke lalu menyalakan mesin mobilnya.
Pamela tersenyum. "Okay."
Keduanya segera memasang sabuk pengaman lalu Luke pun menjalankan mobilnya. Luke sudah bisa membayangkan wajah office boy yang biasa bersih-bersih di lantainya menatapnya dengan tatapan aneh ketika lewat bersama Pamela.
Kenapa Luke bisa berpikir seperti itu? Karena hal itu benar terjadi tadi sore ketika Pamela hendak berganti baju di apartemennya. Ia hanya tidak mau office boy itu menaruh curiga lebih dalam padanya saat ia kembali dengan Pamela untuk yang kedua kalinya.
"Luke," suara Pamela membuyarkan lamunan cowok itu. Luke menoleh ke arah Pamela dengan tatapan datar. "When is your final test?"
Oh, jangan diingatkan. Luke sendiri tidak ingin mengingatnya.
"In 2 days," kata Luke pelan. "Why?"
"And you're going to go back to Australia... right?"
"Mhm," Luke mengangguk sambil membelokkan stirnya ke kanan.
Pamela tidak bicara apa-apa lagi, begitu juga Luke. Cowok itu juga tidak mengerti kenapa juga ia harus membicarakan soal Australia pada Pamela; toh gadis itu tidak ada hubungannya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
fifteen | luke robert h
Fiksi Penggemar"i'm fifteen and he is... well, he is turning twenty one."