9.6K 1.1K 205
                                    

Eight:Taylor Swift - How You Get The Girl


Luke sedang asyik menggambar desain rumah impiannya ketika pintu restoran terbuka, menampakkan dua orang remaja sedang meributkan sesuatu.

"Pam, why are you being like this?!" gadis berambut pirang—yang seingat Luke bernama Mary—mencoba meraih tangan Pamela namun tak berhasil.

Gadis yang satunya, Pamela, mencoba menghindar dari genggaman temannya itu. Untung saja Pizza Crunch masih buka 1 jam lagi, sehingga pelanggan tidak perlu melihat adegan drama di siang hari itu.

"Mary, please, just... not now," ucap Pamela tanpa mood sama sekali.

Di sisi lain, Luke berusaha terlihat fokus pada buku gambarnya. Padahal ia sedang menguping.

"Mei, just know that if you think I'm making a move on Calum, you're dead wrong," kata Mary pelan, yang sempat membuat Luke ingin mendongak dan melihat ekspresi keduanya.

Tentang Calum lagi. Dasar anak SMA, pikir Luke sambil menggeleng-geleng.

"Are you implying that I'm jealous?" Pamela kini tertawa pahit sambil menatap sahabatnya itu dengan lantang. "Go date him and ask if I give a single fuck."

"I don't like this, Pam. I don't like fighting with you," ujar Mary sambil mengusap dahinya dengan frustasi.

"Neither do I," Pamela mencoba membuat nada suaranya serendah mungkin, meskipun ia ingin berteriak di wajah Mary. "But I'm not in the mood either to be friends with you."

Mary terlihat tersentak dengan ucapan Pamela. Belum pernah gadis itu bicara sepedas ini. Setahu Mary, Pamela adalah orang tersabar yang pernah ia kenal. Dan Pamela yang ini, adalah Pamela versi lain.

"Mary, you know I love you," sambung Pamela saat Mary tidak mengatakan apa-apa. "But you just can't- I mean, really, out of all people, Calum? Why would you go out with a boy that your bestfriend used to like?"

"But Calum is my friend, too, Mei," ujar Mary pelan. Begitu pelan sampai-sampai nyaris berbisik.

"Friend? If he was your friend too, why didn't you tell me you're going to cinema with him and then we can watch movies together?" tutur Pamela dengan satu tarikan nafas. Gadis itu merasakan nafasnya memburu dan rasanya ia bisa menangis kapan saja saat itu.

"I'm sorry!" Mary membela dirinya, yang kini membuat Pamela semakin emosional. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan.

"I- I'm just mad at the fact that I told you everything about Calum and then suddenly you have a little thought in your mind to stab me in the back," kata Pamela lalu setitik air mata terkumpul di sudut matanya, dan berhasil ia tahan untuk sementara.

"Mei, no. Don't ever think of me like that," Mary menggeleng-geleng tak percaya, lalu gadis itu mengeluarkan tawa pahit. "Gosh, I can't believe that's what you've been thinking of me."

Pamela tak menjawab, sementara Mary juga meneteskan setitik air mata. Gadis itu tersenyum pahit lagi, sebelum akhirnya melangkah mundur, meninggalkan restoran itu tanpa sepatah katapun.

Pamela mengerang, lalu duduk di salah satu bangku dan menenggelamkan wajahnya ke meja. Hal ini mengundang perhatian Luke, yang langsung mendongak melirik gadis itu.

"Pamela...?" panggil Luke pelan, meyakinkan bahwa gadis itu baik-baik saja.

Bukannya menjawab, Pamela malah mengeluarkan suara isak tangis yang teredam oleh permukaan meja. Luke sempat terkejut sebentar, sebelum akhirnya menutup buku gambarnya dan melihat Pamela dari meja kasirnya.

"Pam, you alright?" tanya Luke hati-hati.

"No," jawab Pamela di sela-sela tangisannya. Gadis itu mengepalkan satu tangannya seolah hal itu bisa membuat keadaan lebih baik.

Di sisi lain, Luke tidak tahu harus apa. Dia hanya berdiri canggung disana, mendengarkan suara isak tangis dramatis dari seorang gadis yang baru saja bertengkar dengan sahabatnya hanya karena seorang cowok.

Luke tidak pernah mengerti anak perempuan.

"Pam, it's okay. Stop crying," kata Luke dari kejauhan, mencoba membuat suasana sedikit lebih tenang.

"You don't understand!" pekik Pamela sambil menggebrak mejanya dengan wajah masih terbenam di atas meja. Luke sempat kaget dengan suara pukulan meja yang diakibatkan oleh Pamela, dan cowok itu hanya menghela nafas.

Mungkin mencairkan suasana dengan sedikit lelucon tidak ada salahnya.

"Pam, what's cheese that's not yours?" kata Luke, menahan senyumannya karena ini adalah lelucon payah yang ia dapat dari Michael.

"Can you not, Luke?" desis Pamela di sela-sela isak tangisnya.

Luke terdiam sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan. "Come on, it's really easy."

Pamela tak menjawab, dan ia pun sudah berhenti menangis. Namun gadis itu masih terdiam dengan wajahnya menempel pada meja. Sial, pasti yang akan disuruh oleh Mrs. Ramsey untuk membersihkan sisa air mata Pamela nanti adalah Luke.

"Give up?" tanya Luke lagi, dan Pamela masih belum menjawab. "Alright, alright. The answer is..."

Pamela masih terdiam. Luke takut leluconnya akan jadi semakin garing, namun ia sudah terlanjur melontarkannya.

"Nacho cheese, HAHA! Nacho, get it? Not your cheese, but with an accent," Luke mengeluarkan suara tawa geli, yang langsung membuat Pamela mendongak dan nyengir dengan sisa-sisa air mata di pipinya.

Whoa, Luke tidak pernah berpikir seseorang akan tertawa karena lelucon ini.

"Where did you get that?" Pamela kini beranjak dari bangkunya, mengelap air mata di pipinya lalu tertawa kecil.

"My friend, Michael," Luke tersenyum puas. "I have another one."

"Ooh, not again," Pamela mengerang namun ia mau mendengarkan juga.

"This is a joke from Harry Styles," kata Luke dengan wajah serius. "Listen carefully."

Pamela berjalan menuju meja order dengan perlahan sambil mendengarkan Luke berbicara.

"You may look around you and see two different groups of people," Luke memulai dengan suara dibuat-buat. "White collar, blue collar, but I don't see it that way. You know why not?"

Pamela mengerutkan dahinya, menatap lantai seolah sedang berpikir. Tak lama kemudian, gadis itu memutuskan untuk menggeleng.

"Because I'm collar blind," ujar Luke pelan, lalu tiba-tiba ia tertawa sangat geli.

Apa? Apa?

Pamela mencoba tersenyum supaya Luke mengira ia mengerti, padahal kenyataannya tidak sama sekali. Pamela justru malah lebih dialihkan oleh suara tawa Luke yang entah mengapa, terdengar sempurna di kupingnya.

Oh, ayolah, batin Pamela mengerang. Dia tidak bisa dan tidak boleh menyukai Luke, kan? Setidaknya, tidak sampai ia mengerti bahwa dia masih terlalu muda.

Terlalu muda untuk ukuran anak kuliahan. Untuk Luke.

"Why are you not laughing..." ujar Luke setelah ia menyadari Pamela malah bengong, entah memikirkan apa. "It's funny, I think."

"Oh, yeah," Pamela mengerjap lalu nyengir minta maaf pada Luke. Dia bisa merasakan pipinya memanas, dan semoga saja Luke tidak menyadarinya.

Sejujurnya, Luke sadar. Tapi cowok itu hanya berusaha mengalihkan semuanya dan bertingkah seolah ia tak menyadari apa-apa.


>>>

pamela on multimedia woooooohhhh!!

fifteen | luke robert hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang