"Biarlah yang terluka menikmati tangisnya. Biarlah yang bahagia sejenak lupa bahwa kelak mereka akan kembali terluka. Beri dia sedikit ruang untuk menikmati tawanya yang tidak sepanjang kala ia menahan luka yang selama ini diembannya."
@vanyresiani
Happy reading:))
Vote sebelum baca!Tandai typo.
Vita mematung, namun sebuah senyum terbit di kedua sudut bibirnya. Vita membalikkan badannya dan mendapati Alvin yang menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Sebelumnya ia berpikir bahwa Alvin tidak akan mau berbicara dengannya bahkan untuk menyebut namanya sekalipun. Tapi ternyata ia salah.
Alvin melangkah mendekati Vita dan mendekap tubuh Vita dengan kuat. Rasanya Vita sulit untuk bernapas akibat pelukan Alvin yang bisa dikatakan kuat untuk perempuan seperti dirinya, tapi ia bahagia dengan pelukan itu.
Tanpa meminta izin, setitik air mata terjun dari pelupuk mata Vita. Kebahagiannya berlipat-lipat ganda saat ini. Alvin yang ia pikir tidak akan mau berbicara dengannya usai kandasnya hubungan mereka, kini malah memeluk erat dirinya.
"Ekhem, maaf." dehem Alvin meminimalisir degup jantungnya yang menggila di dalam sana. Lagian susah tidak sepantasnya, kan?
"It's okay," ucap Vita berusaha untuk tetap bersikap santai, berbanding terbalik dengan perasaannya yang meletup-letup.
Ditempat lain, seorang anak gadis dengan usia 4 tahun menangis di pinggir jalan sembari meyerukan nama kakak laki-lakinya.
"Kak lehan, kok nggak nunggu aku hiks hiks..." lirih gadis itu dengan suara cadelnya di tengah-tengah isakan yang kian menjadi.
Tanpa sadar anak itu semakin berjalan ke arah tengah jalan. Beberapa kali kendaraan yang lewat tampak membunyikan klakson mereka, namun entah apa yang ada dalam pikiran anak itu hingga bunyi klakson terkuat sekalipun tidak terdengar olehnya.
Samuel yang menyaksikan bahwa ada sebuah truk yang siap memeluk tubuh anak itu pun berlari dan membawa anak itu kembali ke pinggir jalan. Truk itu berjalan dengan tidak teratur sehingga kini jalanan menjadi sangat kacau, mungkin supirnya mengantuk berat.
"Awsss..." ringis Samuel merasakan nyeri di bagian lengan kanannya.
Samuel menghentikan aksinya yang memijit pelan lengannya yang terasa sakit, kemudian beralih menatap gadis yang tengah menangis tidak jauh darinya. Ia adalah gadis yang Samuel selamatkan beberapa detik lalu.
"Eh, adek! Kamu nggak papa, kan?" Samuel membantu gadis malang yang tidak diketahui namanya itu dan mengecek badan gadis itu untuk memastikan apakah ada luka disana atau tidak.
"Aku nggak papa, Kakkk..." ucap gadis itu dengan tampang polosnya. Jangan lupakan nada panjangnya di akhir kalimat yang membuat Samuel semakin gemes.
"Duh gemesin banget sihhhh... Pen gue gigit!" ucap Samuel dalam hati.
"Kamu kok gak liat ke depan sih tadi?" tanya Samuel berusaha untuk tetap mengontrol nada bicaranya agar terdengar lembut.
Ingat, yang ada di hadapannya saat ini adalah anak-anak. Ia hanya tidak mau menanggung risiko anak itu ketakutan padanya. Bisa-bisa ia dikeroyok orang-orang yang berpikiran pendek, yang langsung menyerang tanpa mau bertanya terlebih dahulu.
"Kakak ninggalin aku." gumam gadis kecil itu pelan. Wajahnya ditekuk, menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Kini tatapan Samuel sepenuhnya mengarah pada gadis kecil itu. "Nama kamu siapa? Biar Kakak bantu nyariin Kakak kamu ya? Nam-"