12

13.6K 655 30
                                    

"Kamu bilang kamu 4 bersaudara kan?" Dokter Akbar menatap Irene yang tengah melahap cemilannya dan duduk manis di kursi penumpang yang tepat berada di sebelahnya. Mereka tengah mengantri untuk masuk jalan tol.

"Hmm..iya kali yah" Irene mengangguk ragu, ia tampak berpikir sembari mengingat saudara-saudaranya.

"Loh, kok ragu gitu? Saudara sendiri kok gak tahu?" Dokter Akbar terkekeh melihat tampang bingung Irene.

"Aku belum cerita yah Dok? Aku punya adik yang kembar. Jadi bingung, aku nih sebenarnya 4 bersaudara, apa 5. Hehe " Irene cengengesan, membuat Dokter Akbar gemas padanya lantas mengusap puncak kepala wanita itu.

"Kamu sih Cuma cerita tentang Rara, yang lain jarang. Aku mana tahu kamu punya adik yang kembar" Ucap Dokter Akbar kembali melajukan mobilnya usai menempelkan kartu tol nya di mesin scanner.

"Iya sih kalau dipikir-pikir. Tapi dibanding yang lain, aku paling dekat sama Rara, karena umur kita gak terlalu beda jauh dan lagi sama-sama cewek." Irene memulai ceritanya. Meski fokus menyetir Dokter Akbar sesekali menoleh ke arah wanita itu sebagai tanda bahwa ia sedang mendengarkan.

"Hmm...gitu yah" ucap Akbar mengangguk.

"Kalau Dokter? Bukannya punya saudara juga?" kali ini Irene yang memberanikan dirinya bertanya. Kalau dipikir-pikir selama ini Dokter Akbar hampir tahu semua tentang dirinya, sedangkan ia selalu tak pernah tahu tentang Dokter Akbar.

"Hmm, aku sama mbak Diah jarang ngobrol. Apalagi sejak mbak Diah kuliah ke Jerman, aku sama mbak Diah jadi makin jauh dan lagi dia nikah sama orang sana jadi Jarang pulang dia" tuturnya mencebik ke arah Irene.

"Wajar sih, biasanya kan kalau jenis kelaminnya beda susah dekat. Karena saudaraku yang perempuan Cuma Rara, jadi aku lebih dekat sama Rara dibanding yang lain" ucap Irene menanggapi ucapan Akbar.

Tanpa disadari banyak hal tentang kehidupan pribadinya yang belum pernah ia ceritakan pada siapapun pada akhirnya ia bagikan pada Akbar. Seburuk apapun masa lalunya, ia senang karena Akbar tak menghakiminya sama sekali. Lelaki itu justru senang, karena Irene pada akhirnya terbuka dengannya, yang artinya Irene mulai menaruh kepercayaan lebih pada Akbar.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, mereka akhirnya sampai di Bandung, tepatnya rumah Irene yang kini ditempati oleh sepupunya.

"Teteh!" pekik Irene begitu Rani-kakak Sepupunya- menyambutnya dengan senyum cerah.

"Ya Ampun Ren, makin cantik aja kamu" pekik Rani yang lantas memeluk Irene dengan erat. Lantas tatapannya beralih pada Akbar yang berdiri tepat di sebelah Irene, lalu kembali menatap Irene seolah menuntut penjelasan tentang siapa lelaki asing yang ia bawa pulang itu.

"Kenalin, ini Dokter Akbar. Dokter yang sering bantuin aku ngerjain tesis" ucap Irene yang akhirnya memperkenalkan Akbar. Lelaki itu pun memperkenalkan diri dengan sopan, menyalami Rani dengan senyuman di wajahnya yang seolah enggan untuk lepas.

"Oh, Silahkan masuk Dok. Anggap rumah sendiri" Rani pun mempersilahkan Akbar untuk duduk di ruang tengah, sedang Rani menarik tangan Irene yang lantas dibawa nya masuk untuk sedikit menjauh dari Akbar.

"Pacar kamu yah? Cakep" sikut Rani setengah berbisik pada Irene.

"Apaan sih. Bukan pacar, cuma dekat aja" buru-buru Irene menimpali ucapan Rani agar wanita itu tak salah paham dengan hubungannya dengan Dokter Akbar.

"Ahh...siapa yang tahu, mungkin saja kalian jodoh. Lumayan kan, ganteng. Lagian tampangnya lebih baik daripada mantan suami kamu yang brengsek itu." Rani mencebik ke arah Irene.

"Hush, gak boleh bilang gitu. Pernikahanku sama mas Juna gak sepenuhnya buruk tahu. Lagian kita gak bisa nilai orang dari tampang aja teh.." ucap Irene menepik lengan Rani, lantas berjalan ke kamarnya untuk meletakkan barang bawaannya.

Stuck On You  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang