"Kamu punya waktu satu bulan mas, aku akan izinkan kamu untuk melakukan apapun untuk mendapatkan kepercayaanku lagi, tapi ingat, kamu harus pergi dari hidupku kalau saat itu kamu tidak berhasil"
Irene mengingat kembali ucapannya hari itu, pun jika ia menolak, Juna akan terus menerus mengusik hidupnya. Ia seolah sedang bertaruh pada semesta, ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah perjanjiannya dengan Juna berakhir.Tentunya hanya ada dua kemungkinan, ia kembali lagi pada seseorang yang pernah menggores luka di hatinya, atau mereka berjalan sendiri-sendiri.
"Ini ice cream kamu" seseorang yang tak lain adalah Juna menyodorkan ice cream rasa strawberry pada Irene.
"Makasih mas" ucap Irene.
Sudah berlalu satu minggu sejak ujian Tesis Irene dilaksanakan. Ia sedang menikmati waktu luangnya yang sangat berharga sembari menunggu jadwal wisudanya. Sementara itu, sudah hampir 2 pekan Juna selalu menemani Irene kemanapun dan kapanpun wanita itu butuh teman.
Sebelum berangkat ke Australia, Irene menerima tawaran Juna untuk memberikan Juna satu kesempatan untuk dapat meraih kembali kepercayaannya selama 1 bulan.
Irene juga penasaran dengan dirinya, ia ingin tahu perasaan jenis apa yang masih tersisa dalam hatinya untuk pria itu, apakah itu cinta atau hanyalah sebatas kerinduan dalam rentang waktu yang telah memisahkan mereka selama ini.
Selama rentang waktu yang berlalu, Irene kembali melihat sosok Juna yang dulu ia kenal pertama kali. Sosok hangat, penuh perhatian, namun nampaknya sejauh ini usaha pria itu belum juga menemukan titik terang. Irene masih tak tergoyahkan sedikitpun.
"Gak kerasa yah Ren, sudah hampir 2 pekan kita bersama. Aku senang karena kamu mau memberikan aku kesempatan untuk menebus semua yang tidak bisa aku lakukan dulu." Juna menatap Irene dengan wajah teduhnya. Seperti biasa ia akan memulai perbincangan saat Irene tenggelam dalam keheningan.
Juna benar-benar menepati ucapannya tempo hari, tak peduli seberapa diamnya Irene, ia akan memulai perbincangan lebih dulu. Ia memperlakukan Irene layaknya ratu meski terkadang wanita itu tak peduli.
Pria itu rela mengambil cutinya hanya untuk mencuri kembali hati Irene yang dulu ia abaikan karena keegoisan dan ketidak dewasaannya.
Mereka menikmati waktu di taman bermain yang dipenuhi oleh berbagai jenis kalangan. Sepasang kekasih yang tengah berteduh sembari menikmati angin sore di musim panas, atau kumpulan anak-anak playground yang tengah bermain bersama, dan sepasang suami-istri berambut putih tengah menikmati akhir pekannya yang tenang.Sementara mereka, dua orang dengan status yang masih menggantung. Dua orang yang tengah duduk bersebelahan dengan pikiran masing-masing yang sulit untuk mereka utarakan pada orang lain.
"Mas kenapa begitu nekat?" Irene menoleh, mantap Juna penuh selidik, ia ingin tahu seberapa besar keinginan Juna untuk bisa kembali bersamanya.
"Minta kamu kasih aku kesempatan?" Ia bertanya untuk memastikan. Pun Irene mengangguk pelan.
"Karena aku masih mencintai kamu, dan bodohnya aku terlambat menyadarinya. Aku sadar setelah aku kehilangan kamu" tuturnya jujur.
"Mas tahu nggak kalau yang sekarang mas lakuin itu egois? Dulu mas yang menyakiti aku. Aku di buang tapi aku mau mas pungut lagi, apa itu gak egois namanya?" Ice creamnya mulai mencair. Ice cream strawberry yang dulu punya kenangan manis itu kini terasa pahit seperti kopi hitam yang selalu Juna minum setiap pagi. Rasanya mungkin masih sama, namun kenangan manis yang tersimpan di balik ice cream strawberry sudah lama lenyap.
"Aku gak pernah buang kamu, kamu yang memilih pergi, apa kamu lupa?" katanya.
"Lagi-lagi kamu tidak sadar mas, memang aku memutuskan untuk pergi, tapi itu karena kamu membuang ku demi bersama perempuan itu Aku tahu bahwa hubungan kalian masih berlanjut bahkan saat hari di mana aku keguguran. Kamu bohong mas saat kamu bilang bahwa hubungan kalian sudah berakhir, nyatanya kalian masih berhubungan. Aku tahu, kalian putus karena Jia akhirnya hamil sama selingkuhannya. Seandainya dia tidak hamil, hubungan kalian akan tetap berjalan, lalu apa saat itu aku punya kesempatan? tidak mas, karena itu aku pergi." Jelas nya, tak ada kekecewaan di raut wajahnya. Ia sudah berdamai dengan masa lalu yang selalu menghantuinya itu."Kamu tahu semuanya?? Kenapa kamu gak pernah bilang? Seandainya kamu bilang alasannya waktu itu, mungkin hubungan kita masih bisa diperbaiki Ren" wajah Juna tampak tertekuk. Ia terkejut dengan pernyataan Irene yang sangat terlambat.
"Aku nggak bisa bilang demi menjaga harga diriku mas. Harga diriku sudah jatuh sejak kamu membohongi aku tentang hubunganmu dengan perempuan itu, dan aku tak ingin harga diriku jatuh lebih dalam. Dan sebagai gantinya, aku membiarkan mas untuk tetap terikat dengan rasa penyesalan tanpa tahu dimana sebenarnya letak kesalahan yang mas perbuat" Irene tersenyum, pada akhirnya masa lalu bukan lagi sebuah ketakutan baginya, namun sebuah proses bagaimana ia akhirnya bertumbuh lebih dewasa.
"Mas mungkin berpikir bahwa selama rentang waktu yang aku berikan, mas akan memenangkan hatiku, tapi mas salah" lanjutnya.
"Ren" ditatapnya wajah teduh wanita itu.
"Justru di 2 pekan yang sudah berlalu aku sadar tentang satu hal" ditolehkan kepalanya pada Juna.
"Kita tidak terikat benang takdir yang sama mas. Kita hanya dipertemukan untuk belajar tentang hal-hal yang sebelumnya mungkin tidak kita tahu, tentang rasa cinta, rasa sakit, menanti dalam ketidakpastian, penghianatan, hanya sebatas itu saja. Kita bukan ditakdirkan untuk bergandengan sampai rambut kita memutih, kita tidak dipertemukan untuk hal semacam itu mas" senyuman tulus tersungging dari wajah teduhnya.
Air mata yang tak Juna sadari mengalir dari pelupuk matanya adalah tanda bahwa ia pun sadar, betapa banyak rasa sakit yang sudah ia hadiahkan pada wanita yang katanya ia cintai itu.
Ia egois, dan Irene hanyalah korban dari keegoisannya akibat kemarahan di masa lalu yang ia pendam sendiri tanpa bisa ia lampiaskan. Dan ia sadar akan satu hal, bahwa yang masih terjebak di masalalu hanyalah dirinya, dan Irene sudah lama berdamai dengan itu.
"Sekarang kamu tahu kan mas jawabannya?" Lanjut Irene lagi.
"Seseorang sedang menungguku mas, dan aku nggak bisa menggantungkan dia terlalu lama. Terimakasih untuk 2 pekan ini" Irene berdiri dan mengulurkan tangannya, meminta Juna untuk menjabat tangan itu.
"Semoga kedepannya mas Juna menemukan seseorang yang memang ditakdirkan untuk mas, dan aku juga akan bahagia seperti yang mas harapkan" ia tersenyum tulus.
Juna meraih tangan itu, ada perasaan pedih yang menjalar di dadanya. Ia menyadari bahwa inilah waktunya untuk benar-benar melepas wanita itu. Irene buka lagi miliknya bahkan sudah sejak lama.
"Can I hug you for the last time?"
Irene mengangguk, menyelusup masuk ke dalam pelukan Juna. Ini perpisahan terbaik yang selalu ia harapkan, jujur dan saling terbuka hingga pada akhirnya mereka perlahan bisa berdamai dengan masa lalu
-----
Gimana nih readers? Apakah kalian puas dengan chapter kali ini?? Aku mau dengar komentar kalian dungss...
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You (END)
Ficção GeralBerawal dari sebuah perjodohan yang tak pernah diinginkan, Irene Divyascara, dokter muda yang baru saja menyandang gelar Sarjana kedokteran itu dipaksa menikahi pria kaya yang usianya terpaut jauh dengannya, yang pada akhirnya hubungan mereka kandas...