Jakarta, 2013
"Ini Ji, ambil" Juna mengulurkan amplop putih pada wanita dihadapannya yang selama 10 tahun menemaninya.
"Ini apa Jun?" dahinya mengerut lantas tangannya sibuk membuka amplop. Juna hanya diam, menunggu reaksi apa yang akan wanita itu utarakan usai mengetahui apa isi amplop putih yang baru saja ia berikan.
"Wedding invitation?" wanita bernama Jia itu mengernyit. Ada kesenjangan besar pada raut wajahnya.
"Jelaskan Jun, maksud kamu ngasih aku ini apa?" ada air mata dan juga amarah yang sedang berusaha wanita itu tahan. Ia sodorkan kembali undangan dengan nama Juna dan seorang wanita yang tak ia kenal tertera di sana.
"Maaf Ji" ucap Juna, hanya satu kata maaf yang bisa diucapkan lelaki itu untuk menjelaskan keadaan tak terduga itu pada wanita yang 10 tahun menjadi kekasihnya itu.
"What? Maaf? Aku gak butuh maaf kamu Jun. Aku butuh penjelasan!" tegas Jia menatap Juna dengan tatapan memburunya.
"Aku emang salah. Tapi aku gak bisa berbuat apa-apa Ji, kamu tahu bapak keadaannya seperti apa? Aku minta kamu nikah sama aku tapi kamu bilang kamu belum siap." Jelas Juna dengan raut wajah frustasinya.
"Aku minta kamu nunggu aku sebentar Jun. Kamu bilang kamu sayang sama aku, masa kamu nunggu sebentar aja gak bisa?" lirih Jia
"Bukannya aku gak sayang kamu Ji, berapa lama pun Aku bisa nunggu, tapi bapak belum tentu! Ibaratnya keadaan bapak itu kayak bom yang tinggal nunggu waktu kapan meledak." Juna meraih tangan Jia, lantas menggenggamnya dengan erat.
Ditepisnya tangan lelaki itu. Ada rasa kecewa yang menyeruak dalam hati Jia. Lelaki yang bersamanya selama kurun waktu kurang lebih 10 tahun itu seolah hilang hanya dalam satu helaan napas.
"Jadi sekarang hubungan kita apa? Udahan?" ditatapnya lelaki itu lamat. Tatapan yang sarat akan keputusasaan.
"Maaf! " ucapnya singkat, suara Juna terdengar berat. Ia lantas menatap wanita itu penuh rasa iba dan sesal yang teramat sangat.
"10 tahun Jun...10 tahun...semudah ini? Tega kamu Jun, kupikir setidaknya kamu bisa menunggu sebentar saja. Kamu tahu proyek ini penting untuk masa depanku Jun"
"Ternyata aku gak pernah bagian dari masa depan kamu ya Jia..." kilah Juna tersenyum miris, membuat air mata Jia sontak jatuh tanpa permisi.
"Jun gak gitu..." jelas Jia berusaha untuk tidak menciptakan kesalahpahaman baru di antara mereka. Juna hanya tersenyum,lalu berdiri dan lantas menarik Jia dalam pelukannya.
"Goodbye, Jia...you're the best one I've ever met before" bisiknya.
**
Dihari pernikahan Juna, wanita itu tak menampakkan dirinya sama sekali. Pernikahan yang belum pernah Juna bayangkan akan terjadi dengan seorang wanita yang terpaut 7 tahun lebih muda darinya yang baru beberapa kali ia temui itu sama sekali diluar dugaan.
Bagi seorang Juna, hanya ada gambaran masa depan bersama Jia. Ia tak pernah membayangkan bahwa wanita lainlah yang akan duduk di sisinya diatas pelaminan. Ditatapnya wanita itu yang tengah terlelap tepat di sebelahnya. Wanita berparas menawan bernama Irene Divyascara yang kala itu baru tengah sibuk dengan penelitian untuk meraih gelar sarjana kedokterannya.
"Aku bangunin kamu yah?" ucapnya begitu dilihatnya mata wanita itu terbuka.
"Gak kok mas, saya memang belum tidur"Irene menggeleng. Berada di satu kasur dengan lelaki yang belum pernah ia kenal membuatnya sangsi, juga sedikit gelisah dan ragu untuk memejamkan mata. Meski kini lelaki itu adalah suaminya, ada keraguan hingga membuat kedua matanya enggan untuk terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You (END)
Fiksi UmumBerawal dari sebuah perjodohan yang tak pernah diinginkan, Irene Divyascara, dokter muda yang baru saja menyandang gelar Sarjana kedokteran itu dipaksa menikahi pria kaya yang usianya terpaut jauh dengannya, yang pada akhirnya hubungan mereka kandas...