"Setiap orang mungkin berubah, tapi tidak dengan kenangan"
***
5 Tahun berlalu pasca perceraianku dengan mas Juna. Sudah tak terhitung berapa banyak hal yang terjadi dan juga telah berlalu, tapi kenangan tentang saat-saat bahagia kami masih saja menetap di pikiranku meski hatiku masih saja terasa perih acap kali aku memikirkan saat-saat itu. Tentunya, tak dapat ku pungkiri bahwa terkadang aku seringkali merasa kesepian, masih ada kenangan yang tersisa dan terkadang sulit untuk aku lupakan.
Setelah bercerai, aku pun memilih fokus pada studi dan karir masa depanku. Menyelesaikan masa Koass ku yang sempat terabaikan karena aku harus mengambil cuti selama 1 tahun setelah kematian bayiku yang saat itu baru lahir.
Dan setelah itu aku memutuskan untuk melanjutkan program spesialis bedah di salah satu Universitas di Melbourne, Australia dan baru beberapa bulan ini kembali ke Tanah Air sebagai Dokter residen di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
Dan dalam kurun waktu 5 tahun, aku sama sekali tak pernah tahu kabar tentang mas Juna maupun keluarganya. Aku benar-benar memutus kontak dengan mereka, seolah tak ingin tahu apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka lalui selama 5 tahun ini.
Seperti biasa, aku menjalani rutinitas harianku yang sangat pada di rumah sakit sebagai chief resident sembari menyelesaikan topik tesis untuk mendapat gelar sebagai seorang Dokter Spesialis.
Setiap hari yang selalu padat seperti biasa, bahkan hari ini pun aku punya ada 5 jadwal operasi. Akibat jadwal operasi yang selalu padat, dan terkadang aku juga harus melakukan operasi darurat, aku pun tak punya waktu untuk memperhatikan kesehatanku sendiri. Hingga perlahan kesehatan dan sistem metabolisme-ku perlahan jadi buruk, dan penyakit lambung seperti maag pun tak dapat aku hindari. Itulah yang dinamakan resiko, aku terlalu senang dengan pekerjaan yang aku habiskan untuk memperhatikan pasienku hingga aku sering lupa bahwa kesehatan ku adalah prioritas utama sebelum aku memperhatikan orang lain.
"Dok, Pilnya jatuh" Aku menghentikan langkah begitu seseorang meraih lenganku.
"Makasih pak" Ucapku berterima kasih setelah menyadari bahwa pil maag yang selalu menyelamatkanku dari nyeri asam lambung itu jatuh.
"Irene?"gerakan tangan yang hendak memasukkan strip pill ke saku terhenti begitu telingaku menangkap nama yang lama tak kudengar.
"Ya Ampun Ren, gak nyangka ketemu kamu disini" terlihat jelas raut wajahnya yang penuh takjub. Wajahnya pun bahkan masih sama seperti saat pertama kali kami bertemu, masih tampan dan berwibawa, hanya saja ia terlihat lebih kurus dari saat terakhir kali kami bertemu.
"Mas Juna?" Ucapku pelan, Aku sangat terkejut karena bertemu dengannya disini. 5 tahun aku mengatur strategi jika suatu saat aku bertemu lagi dengan mantan suamiku. Skenario yang aku ciptakan selama 5 tahun menjadi berantakan hanya dalam sekejap. Aku kehilangan kata-kata, deretan skenario yang tersusun dengan rapi seolah lenyap begitu saja.
Bukan Skenario seperti ini yang aku susun selama ini,. Skenario yang aku susun seharusnya kami bertemu saat aku dalam keadaan dan penampilan paling baik dan paling keren. tapi apa ini, lihatlah penampilan Irene Divyascara. Acak-acakan, wajah kusam, darkcircle yang membuatku terlihat seperti seekor panda yang terasa benar-benar memalukan.
"Udah lama gak ketemu, kamu senggang? kalau senggang mau ngopi bentar gak?" sama sepertiku ia tampak kikuk, terlihat sekali ia tengah menyembunyikannya.
"Senggang sih, lagian udah waktunya istirahat" Ucapku merapikan anak rambutku yang berantakan, dan jujur saja aku sedikit gugup. Bagaimanapun, dia laki-laki yang pernah sangat aku cintai di masa lalu.
"Bagus deh kalau gitu, kita bisa makan siang bareng" tukasnya, lantas tersenyum hangat padaku. Senyumnya masih sama seperti 5 tahun lalu, tak ada yang berubah. Kami pun akhirnya memutuskan untuk memesan makanan via aplikasi delivery online karena kantin Rumah sakit penuh dan aku tak bisa pergi jauh dari rumah sakit. Sembari menunggu orderan kami tiba, aku dan mas Juna memutuskan untuk mengobrol sejenak di bangku kayu yang terdapat di taman rumah sakit.
"Jadi kamu apa kabar Ren?" ia memulai percakapan lebih dulu.
"Well, persis seperti yang mas Lihat. Aku rasa mas juga baik. Bapak sama ibu apa kabar?" Jawabku jujur, aku memang baik-baik saja. Sehat dan terkadang merindukan sosok mas Juna.
"Hmm..ibu baik, sehat Alhamdulillah. Kalau bapak...." Kalimatnya menggantung, berganti dengan raut wajah sendu.
"Bapak meninggal 2 tahun lalu Ren, serangan jantung" ia menghela nafas pelan, lantas ada senyum yang sedang ia paksakan. Aku terkejut, jelas aku terkejut. Bapak adalah sosok yang paling dekat denganku. Kehadirannya sama seperti mengisi kekosongan ayah yang hilang dalam hidupku.
Aku benar-benar terkejut mengetahui bahwa bapak yang aku hormati sudah tak lagi berada dimanapun dibelahan Bumi. Kupikir selama ini ia selalu baik-baik saja. Kurasakan air mataku perlahan jatuh, aku kehilangan. Kehilangan sosok hangat yang selalu memotivasi setiap aku merasa jatuh.
"Bapak selalu nanyain kabar kamu Ren, dia kangen sama menantunya. Itu yang selalu dia bilang disaat masih terbaring di ranjang rumah sakit." Ucap Mas Juna menjelaskan.
Bapak memang tak hadir selama prosesi lamaran berjalan, karena saat itu Bapak sudah mulai rawat jalan karena penggantian katup jantungnya. Meski sering keluar masuk rumah sakit karena komplikasi akibat penggantian katup jantung, bapak tak pernah lupa untuk memperhatikanku.
Bapak lah yang paling mengerti aku, jelas saja aku merasa sangat kehilangan. Aku sudah pernah merasakan kehilangan saat mendiang ayahku meninggal, dan kali ini aku harus kehilangan Bapak yang sudah kuanggap seperti ayah sendiri.
"Kenapa gak ngabarin mas?" ucapku lirih, kutatap manik matanya dalam dan sarat akan penyesalan.
"Karena aku udah gak punya alasan buat ngabarin kamu Ren, cerita diantara kita karena kita sudah selesai. Ingatkan? Kamu mengakhiri semuanya dengan sangat jelas, dan aku gak berhak ngabarin kamu tentang keluargaku."
Ucapan mas Juna membuatku sadar, aku memang sudah tidak berhak tahu tentang dia dan keluarganya. Aku yang memutus hubungan lebih dulu dengan mereka, sudah sepatutnya aku tak ikut campur lagi dengan keluarga itu."Mas Juna yah?" Seorang kurir delivery menghampiri kami, buru-buru ku hapus bulir lembut disudut mataku.
"Makasih ya mas" Ucap mas Juna lantas membayar orderan makanan kami.
"Cepet Juga dat…"
"Iya halo sus" aku memberi isyarat pada mas Juna untuk diam sejenak karena aku tiba-tiba mendapat panggilan telepon.
"Oke sus, saya kesana" Lanjut ku lagi, lantas bangkit dengan cepat karena baru saja mendapat panggilan untuk operasi darurat pasien kecelakaan lalu lintas.
"Maaf mas, aku ada panggilan operasi darurat" Pamitku, lantas berlari menuju bangsal Instalasi darurat karena pasiennya berada disana.
Entah apa yang mas Juna pikirkan begitu melihatku berlari terburu-buru. Masih banyak yang ingin aku ketahui tentang kabar mas Juna dalam 5 tahun terakhir ini, namun ini bukan saat yang tepat karena pasienku adalah yang paling utama untuk saat ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You (END)
Ficción GeneralBerawal dari sebuah perjodohan yang tak pernah diinginkan, Irene Divyascara, dokter muda yang baru saja menyandang gelar Sarjana kedokteran itu dipaksa menikahi pria kaya yang usianya terpaut jauh dengannya, yang pada akhirnya hubungan mereka kandas...