6

20.4K 1K 27
                                    

"Mencoba masa bodoh terkadang adalah pilihan yang tepat"

**

Terulang lagi, akhir pekan menyenangkan dan penuh ketenangan yang sudah sangat lama ku idam-idamkan sepertinya lagi-lagi tak berjalan sesuai keinginanku. Pasalnya baru saja aku hendak berendam air panas setiba di apartemen, sebuah keadaan dimana aku harus kembali lagi ke rumah sakit  tanpa sempat menikmati waktu berendam karena lagi-lagi ada pasien darurat yang harus segera melakukan operasi reposisi tulang betis.

Memangnya hanya aku dokter bedah yang ada di rumah sakit? Aku tahu bahwa sudah sewajarnya aku sering ikut operasi karena memang aku ada di bagian bedah umum dan lagi aku sudah sering ikut operasi gabungan dengan bagian orthopedi, tapi kan operasi tulang juga bukan operasi mudah. Rasanya aku ingin mencoba masa bodoh, dan bilang bahwa aku sedang tidak enak badan. Namun lagi-lagi hati nuraniku berbisik, bahwa seorang dokter disumpah untuk mengabdi pada pasien dengan sepenuh dan setulus hati. Dan dokter orthopedi di rumah sakit tempat aku menjalani masa residen hanya ada dua orang, namun keduanya sedang berhalangan. Dokter senior sedang ikut seminar bersama dokter Akbar, sedangkan asistennya baru saja mengambil cuti hamil. 

Pada akhirnya aku yang notabene dokter spesialis bedah umum ini harus berlapang dada turun tangan karena dokter yang lain tak berani mengambil resiko karena belum berpengalaman. Ini bukan sekali dua kali terjadi, karena memang rumah sakit kami kekurangan dokter spesialis bedah di beberapa bidang, karena itu dokter umum dituntut untuk serba bisa dan cekatan demi reputasi rumah sakit kami yang terkenal baik di mata masyarakat.

"Baik sus, saya segera kesana" ucapku menghela napas begitu suster yang sedang jaga malam di instalasi gawat darurat menghubungiku.

"Maaf Dok, padahal ini waktu istirahat dokter" terdengar intonasi suaranya melemah, mungkin ia merasa tak enak karena menghubungiku disaat waktu-waktu istirahatku.

"Hmmm, sudah kewajiban saya sus" ucapku mencoba memaksakan senyum, lantas menyalakan mesin mobil lalu melesat di tengah remang-remang lampu jalan. Jalanan ibukota masih saja padat meski waktu kini menunjukkan pukul 19:00, namun bukan hal aneh, jam kantor baru saja berakhir satu jam yang lalu. Bahkan aku baru saja melewati jalan ini sembari kepalaku memikirkan betapa menyenangkannya berendam air panas sambil memejamkan mata sebentar, tetapi itu semua hanya angan-angan. Pada kenyataannya aku harus kembali memutar arah menuju rumah sakit untuk bertemu pasienku.

Setelah tiba di rumah sakit, tak perlu basa-basi karena aku langsung bergegas ke ruang operasi bersama beberapa suster yang akan membantu jalannya operasi.

"Coba saya lihat hasil Rontgen nya" ucapku lantas mengambil alih layar yang menampilkan hasil sinar X-ray yang menunjukkan bahwa ligamen di sekitar dislokasi mengalami kerusakan, itu artinya harus segera ditangani melalui prosedur operasi.

"Tolong persiapan untuk pasien, saya sterilisasi dulu" Ucapku, lagi-lagi menghela napas. Bagaimana mungkin dulu aku berpikir untuk mengambil spesialis bedah umum. Seharusnya aku mengambil bedah thorax atau yang lebih khusus saja. Bedah umum terlalu berat untukku, aku harus ikut andil di hampir setiap operasi, aku tidak terbayang jika nanti masa residenku berakhir, sepertinya aku akan lebih sibuk karena jadwal operasi yang padat.

Jika ditanya aku menyesal atau tidak berkecimpung dalam spesialis bedah umum, akan aku jawab bahwa aku sudah terlambat untuk menyesal dan tentunya sudah tidak ada jalan yang terbuka untuk bisa kabur dari kenyataan yang tersisa hanyalah menerima dan menjalaninya sepenuh hati. 

Stuck On You  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang