7 Tahun lalu...
Aku berdiri termangu didepan pintu toilet, sesekali aku akan mondar-mandir karena gugup.
"Gimana hasilnya Ren?" kudekatkan diriku dengan pintu toilet, mengecek kabar Irene yang tak bersuara sama sekali dari dalam toilet yang ada di kamar tidur kami.
"Mas..." lirihnya memanggilku, jujur saja detak jantungku seolah berhenti berdetak, entah kenapa panggilannya terasa mengerikan. Seolah ada kabar buruk yang hendak ia sampaikan.
"Gimana?" kutanya Irene sekali lagi, lantas di detik berikutnya pintu toilet terbuka. Menampilkan wajah Irene yang dilanda kebingungan.
"Hasilnya positif Ren, Terimakasih ya Tuhan..." Aku meloncat kegirangan dan sesekali menarik Istriku Irene ke dalam dekapanku. Namun ada yang aneh dengannya raut wajahnya tampak kelimpungan seolah ia tengah kehilangan sesuatu.
"Positif Sayang, Ren? Irene?" ku guncangkan tubuhnya agar lamunannya buyar.
"Ha?" ia menatapku bingung, wanita itu linglung.
"Positif Ren, positif. Kamu kenapa?"kupegang kedua wajahnya untuk mengecek suhu badannya, mungkin saja ia tidak enak badan makanya sampai bingung sedemikiannya.
"Aku harus gimana mas?"keluhnya, masih dengan wajah kebingungan.
"Apanya yang gimana? Kamu gak senang sama hasilnya?" kucoba tersenyum padanya, namun terasa canggung karena ia masih termangu kebingungan.
"Aku gak tahu harus bahagia atau sedih. Maksudku, aku happy karena aku gak perlu nunggu lama untuk hamil, tapi aku sedih karena aku baru saja daftar untuk program coass yang nantinya aku bakal jadi lebih sibuk lagi daripada sekarang." Ia menggaruk kepalanya masih kebingungan.
"Emangnya gak bisa dibatalin?"Kilahku padanya.
"Ya nggak bisa dong mas, baru juga daftar. Minggu depan aku udah ke kampus lagi" ucapnya dengan sedikit rengekan manja. Lalu aku lantas tersenyum dan ku usap puncak kepalanya dengan lembut.
"Yaudah, mulai minggu depan mas antar jemput. Nyetir sendirinya libur dulu untuk sementara."
"Tapi kan mas sibuk di kantor" dia mencebik, wajahnya terlihat sangat menggemaskan saat kedua pipinya mengembang seperti ikan buntal.
"Kan mas pimpinan perusahaannya sayang, bebas dong mau datang ke kantor jam berapa"kucubit kedua pipinya dengan gemas, lalu kutarik masuk dirinya ke dalam dekapanku.
"Makasih yah mas, jadi ngerepotin" ucapnya mengusap punggungku.
"Gak lah, apa sih yang gak buat Nyonya Orlando yang cantik ini" lantas kukecup keningnya dengan lembut.
Pernikahan manis yang dulu hanya aku bayangkan menjalaninya bersama Jia, ternyata Tuhan memberikan pengganti yang lebih baik. Tuhan menghadirkan Irene yang manis dan penuh perhatian meski terkadang sangat acuh pada dirinya sendiri. Kurasa dia akan jadi ibu yang baik kelak saat anak kami dilahirkan ke dunia.
Hari semakin terang, dan subuh pun berganti menjadi pagi. Seperti biasa, Irene akan menyiapkan satu set pakaian ku untuk ke kantor sembari aku mandi dengan nyaman, lalu akan ada dua piring berisi sandwich dengan isian yang bervarian setiap harinya dan secangkir kopi hitam untukku dan segelas susu sehat khusus ibu hamil untuk Irene sebagai pengganti morning kopinya yang tak bisa ia nikmati untuk sementara.
"Kenapa ngeliatin aku?" protesku saat kurasakan kedua manik mata berbinar itu menatap lekat padaku.
"Padahal yah, aku bukan yang pecinta kopi banget. Dan minumnya juga kalau lagi butuh, tapi setelah aku sadar aku gak bakal nyicip kopi lagi selama 9 bulan, aku jadi tiba-tiba merasa kehilangan. Enak banget gitu ngeliat mas nyeruput kopi, ngiler aku lihatnya." Curhatan pagi yang membuat tawa ku pecah. Dan lagi ekspresi wajahnya yang kelihatan tak enak karena harus minum susu, Fyi Irene gak terlalu suka minum susu, itulah kenapa wajahnya kelihatan pasrah banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On You (END)
General FictionBerawal dari sebuah perjodohan yang tak pernah diinginkan, Irene Divyascara, dokter muda yang baru saja menyandang gelar Sarjana kedokteran itu dipaksa menikahi pria kaya yang usianya terpaut jauh dengannya, yang pada akhirnya hubungan mereka kandas...