Khazera PoV
"Khazera, kamu siap dijodohkan?"
WHAT??
Ini gue bukan april mop kan? Gak ada hujan gak ada angin, tau tau gue dijodohin?
Gue masih bergeming, mencerna apa yang barusan Papa gue katakan. Dan jujur, gue shock dengernya. Usia gue masih belum matang untuk hal-hal yang mungkin terdengar cukup serius. Gue percaya, orang tua gue mengambil keputusan ini bukanlah tanpa dasar. Dan gue yakin, itu adalah pilihan yang terbaik. Karena, gue percaya, tidak akan pernah ada orang tua yang menginginkan hal buruk terjadi pada anaknya. Begitupun orang tua gue.
Tapi, jika masalah perjodohan? Mungkin gue akan memikirkan kembali tawaran itu. Gue juga sadar, meskipun gue terbilang anak yang bisa dibilang tidak sebaik anak-anak lainnya yang selalu dibanggakan dengan segala kelebihannya, tapi gue juga punya pandangan, punya rencana, dan punya impian di masa depan. Perjodohan itu bukanlah hal yang mudah, dan gue akui gak ada wishlist di hidup gue buat dijodohkan.
Mungkin, melihat 18 tahun perjalanan hidup gue, persoalan dalam hubungan tidak pernah terdengar berjalan dengan mulus. Ya, mau mulus bagaimana? Orang selama 18 tahun gue hidup, belum pernah pacaran. Jadi, gue cukup selektif dan harus bener-bener matang jika suatu hari nanti gue sudah memantapkan hati untuk mencintai seseorang.
Please, jangan judge gue gak laku karena gue belum pernah pacaran. Tidak semua orang yang belum pernah pacaran itu karena gak laku. Ada alasan tersendiri yang pastinya berbeda-beda. Contohnya gue. Gue pengen, jatuh cinta gue cuma sekali seumur hidup, dan itu untuk orang yang tepat, orang yang bener-bener gue cintai dan berharap kelak jodoh gue. Dan please, jangan judge gue so kecakepan atau so jual mahal sama cowo karena sampai saat ini belum pernah pacaran. Karena gue yakin, semua cewe itu cakep atau cantik dan apalah itu, kalian bebas mendefinisikannya. So, jangan pernah judge orang yang belum pernah pacaran sama sekali yah, dia punya alasan tersendiri dalam hidupnya.
"Zera?" Panggil Papa gue memecah lamunan gue.
"Hah...eh iya Pa kenapa? Maaf Zera gak fokus," ujar gue meminta maaf. Jujur, dari tadi gue melamunkan pertanyaan singkat Papa gue yang cukup buat gue gak karuan dan ingin cepat beranjak dari sana.
Gue lihat, Papa gue menghembuskan nafasnya panjang. Gue gak tau perasaan gue gimana saat ini. Disatu sisi gue gak tega lihat raut wajah Papa gue yang banyak menaruh harap. Tapi, disisi lain gue gak siap sama semua ini. Semoga, pilihan gue kali ini bisa Papa terima dan mengerti.
Huh...ternyata sesulit ini.
"Pa...." Gue manggil Papa gue yang tengah memainkan ponselnya, dan menolehkan wajahnya ke arah gue yang ada di sampingnya.
Papa gue langsung menganggukkan kepalanya, seakan tahu apa yang akan gue katakan. "Tunggu sampai mereka datang," ujar Papa gue, yang gue balas dengan anggukan kecil.
Ya, gue harus menghargai mereka yang akan datang, meskipun hasilnya akan di luar ekspektasi.
***
BRUK....
"Awh...jidat gue!" ujar Khazera sembari mengusap jidatnya yang sakit.
Laki-laki yang tepat berada di depan Khazera saat ini hanya bisa diam dan terus memperhatikan apa yang dilakukan Khazera.
"Udah?"
Khazera mengerjapkan matanya, lalu melihat seseorang yang ternyata masih berada di depannya dari tadi.
Khazera cukup terkejut dengan keberadaan orang tersebut, "Ko disini?" tanya nya bingung, "Bapak ngikutin saya yah? Pak, nanti aja deh kalau mau bahas tugas buat saya, sampe repot nyusul saya ke sini lagi!" ujar Khazera nyerocos sembari memperlihatkan raut wajah jengahnya kepada Guru B. Inggrisnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE TEACHER (On-going)
Teen Fiction"Bapak guru b.inggris, pasti jago bahasa inggris dong?" Ujar Khazera, seorang siswi kelas 12 yang terkenal karena ketidakpintarannya dalam mapel b.inggris. "Cocok dong kalo gitu, bapak jago b.inggris, Zera---" "BODOH B.Inggris!" Ujar Pak Dean, guru...