Pagi-pagi, mood Khazera sudah ancur. Mulai dari bangun kesiangan, salah seragam sekolah, dan quiz dadakan di mata pelajaran yang paling dibencinya, yang alhasil membuat raut wajahnya kusut bukan main. Jadwal istirahat pertama yang seharusnya happy seperti biasanya, kini malah tidak ada semangat sama sekali. Raut wajah kusut dan mode senggol bacok sangat terpampang jelas diwajah Khazera.
Ini semua salahkan pada Mama dan Papanya yang keasikan menjalankan proyek adik baru untuk Khazera, katanya supaya tidak kesepian. Ck! Padahal Khazera sudah enak tidak bisa diganggu gugat menjadi anak bungsu dengan 2 kakak laki-lakinya.
Sedangkan perihal salah seragam sekolahnya, Khazera pikir hari ini adalah hari senin karena semalam ia main bersama para sahabatnya bahkan Pak Dean ikut sampai malam. Jadi, Khazera merasa itu hari minggu. Dan sialnya, ternyata hari ini hari jumat dengan seragam pramukanya. Bagaimana Khazera tidak malu, disaat satu sekolah menggunakan seragam pramuka yang warnanya coklat, Khazera malah menggunakan seragan putih abu? Jelas-jelas sangat mencolok dan menjadi pusat perhatian. Yah, meskipun Khazera punya paras cantik dan digandrungi para laki-laki di sekolahnya, tapi Khazera sangat risih jika menjadi pusat perhatian.
"Ck! Bego, gue!" Ujarnya pada diri sendiri dengan kesal.
"Emang lu bego," jawab Zian yang tengah memakan somay nya. Ya, Khazera dan para sahabatnya juga Gara tengah berkumpul di kantin seperti biasa.
"Lagian sih lo, gak ada ujan gak ada angin, hari jumat pake putih abu, abis kesambet apaan lo tadi malem?" Shovi yang tengah membereskan tatanan rambutnya sambil berkaca pada cermin kecil yang selalu dibawanya pun jadi ikut menimpali obrolan mereka. Penasaran dengan hal bodoh Khazera kali ini, bisa-bisanya ianseperti itu.
"Taulah, kesel gue, mana jadi sorotan lagi, bikin mood gue tambah ancur aja." Oliv hanya membulatkan matanya tanpa berucap, melihat mie ayam nya yang ia dinginkan terlebi dahulu, kini raib dibawa Khazera dan dimakannya dengan rakus.
"Anjir woy! Yang punya mie ayamnya melongo sambil nelen ludah coba, kesian anjir!" Ujar Shovi diiringi tawa yang cukup keras, tidak kuat melihat ekspresi Oliv meratapi nasibnya. Padahal, sudah cukup lama ia sabar menunggu mie ayamnya agak dingin. Ibarantnya, dekat sama siapa jadian sama siapa, hahaha.
"Bewlhi laghe lhiv, ghuwe bwayarin," ujar Khazera dengan mulut masih penuh dengan mie, dan baru sadar tengah memakan makanan punya orang lain.
Shovi yang mendengar ucapan Khazera yang berbau mau nraktir pun langsung menyahut. "Gue nambah lagi ya, Ra?" Tanya nya dengan menyengir kuda. Padahal, somaynya masih ada.
"Hm, pesen aja sana," jawab Khazera yang dihadiahi raut wajah gembira dari shovi. Si pecinta gratisan, dasar shovi ceode.
"Emm,.permisi, Kak," ujar seorang siswi dengan raut wajah agak takut ketika tiba di meja Khazera dkk. Sepertinya, siswi kelas 10, terlihat dari kaus kaki yang dipakainya. Ya, di SMA Garuda ini, semua siswi menggunakan kaus kaki yang sama semua. Namun, tingkatan antara kelas 10, 11, dan 12 berbeda. Dimana kaus kaki kelas 10 memliki polet 1 garis berwarna hitam dibagian atasnya, sehingga ketika dipakai perempuan akan terlihat, karena panjang kaus kakinya 3 cm di bawah lutut, sedangkan rok yang dipakai siswi, pas sebatas lutut, meskipun ada yang di atas lutut, terutama para cabenya SMA kalau Khazera bilang. Padahal, rok Khazerapun sedikit di atas lutut.
"Ada apa?" Bukan Khazera yang menjawab, karena gadis itu masih sibuk dengan mie ayam nya, melainkan Revi.
Dengan sedikit mengangkat kepalanya, dan melihat ke arah Revi, siswi yang bername tag 'Safira' itu membicarakan maksud dan tujuannya berada disana. "Em,, aku disuruh Pak Dean untuk manggil Kak Khazera, ditunggu di ruangannya." Ujar adik kelas tersebut, lalu mengucapkan terimakasih dan pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE TEACHER (On-going)
Teen Fiction"Bapak guru b.inggris, pasti jago bahasa inggris dong?" Ujar Khazera, seorang siswi kelas 12 yang terkenal karena ketidakpintarannya dalam mapel b.inggris. "Cocok dong kalo gitu, bapak jago b.inggris, Zera---" "BODOH B.Inggris!" Ujar Pak Dean, guru...