42. KETANGKAP

1K 181 38
                                    

Hari terakhir ulangan semestet gasal. Arsen turun dari motornya. Membenarkan jaketnya lalu melepas helm yang cowok itu kenakan. Di sebelahnya ada Ara yang berangkat bersamanya. Seminggu ini Arsen selalu menjeput dan mengantar Ara walau tidak sampai rumah. Arsen selalu menunggu di depan gang. Biarkan saja di ledek 'ganteng doang jemput cewek depan gang' yang penting tetep ganteng.

Ara membenarkan poni yang menutupi dahinya itu. Perempuan dengan cardigan biru muda itu tampak serasi dengan Arsen yang menggunakan jaket biru dongker.

"Lo udah belajar?" tanya Arsen pada Ara selagi mereka berjalan menuju kelas masing-masing.

Ara tersenyum singkat. Dia sudah belajar masalahnya perempuan itu belajar sambil melamun. Mungkin lebih banyak melamun dari pada belajar jadi hanya beberpa materi yang terserap selebihnya hanya ada khayalan tingkat tinggi di otak Ara.

"Mau sarapan dulu gak? Biar fokus ngerjainnya," ujar Arsen tersenyum pada Ara.

"Aku udah sarapan, Kak Arsen kalau belum sarapan, sarapan dulu juga gak apa-apa. Aku ke kelas sendirian aja," ucap Ara perhatian.

Arsen nampak berpikir sebentar. Cowok itu menggeleng, menggenggam tangan Ara dengan erat. "Sama lo aja. Lagi pula Atan sama Eka belum berangkat," ujar Arsen sambil menatap Ara lekat.

***

Sedangkan di sini. Di rumahnya, Atan masih mengemasi beberapa barangnya untuk di bawa ke sekolahan. Seperti papan lambar dan beberapa contekan yang Atan susun dengan sestrategis mungkin.

Atan turun dari kamarnya. Hal pertama yang dia lihat adalah papanya yang sedang membaca koran.

"Belajar yang pinter. Kalahin teman kamu Arsen itu. Papa denger mamanya baru meninggal, pasti konsentrasi dia gak bisa penuh ke soal-soal ulangan. Kamu manfaatin momen ini buat ngalahin dia," ujar papa Atan membuat Atan sendiri mengernyit.

"Papa gila? Arsen itu sahabatnya Atan. Sahabat macam apa yang nusuk dari belakang?" tanya Atan tak habis pikiran dengan otak papanya yang akhir-akhir ini tidak bisa berpikir jernih.

"Persahabatan apa yang kamu bicaraain?! Gak ada persahabatan semua bakal mencar sendiri-sendiri seiring berjalannya waktu." Laki-laki paruh baya itu melempar koran yang dia pegang ke meja.

"Papa gak berhak ngatur-ngatur Atan. Atan udah besar, mau ambil langkah apapun Atan bisa nentuin sendiri," ujar Atan sinis pada papanya.

"Memangnya kamu mau jadi apa? Pemain basket? Nyatanya kamu gak becus main basket. Lihat bukannya kemenangan tapi kemalangan yang kamu daparkan!" Atan memejamkan matanya. Kegagalan sekali yang dia buat membuat papanya selalu punya senjata untuk menyerangnya.

"Atan emang jatuh, tapi gak pernah nyerah karena Atan yakin. Nasib Atan beda sama nasib Papa!" teriak Atan. Emosi cowok itu meletup. Menatap garang ke arah papanya. Papanya dulu juga pemain basket namun gagal karena kakinya cidera, tapi Atan bukalah papanya. Dia tidak akan menyerah dalam sekali rasa sakit.

"Kamu." Pria itu melayangkan tangannya hendak memukul anaknya sendiri sebelum seorang wanita paruh baya menghentikannya.

"Kamu boleh lukai saya, tapi jangan pernah lukai anak saya!" bentaknya dengan mata yang berkaca-kaca. Atam memandangi mamanya dengan iba. Mamanya selalu jadi korban kekerasan papanya sedangakan dia tidak pernah bisa menolong ibunya sendiri.

ARASEN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang