17. HURTED

1.8K 305 33
                                    

Dimanapun, kapanpun. Kita akan menemukan titik terendah dan titik tertinggi masing-masing untuk menangis dan tertawa.

Koreksi bila ada typo ya.
Happy reading🍂🍂

"Kok pada ngeliatin gue kaya gitu sih. Gue ganteng?" tanya Eka pada Atan.

"Iyuh!" seru Atan melihat Eka yang berlagak sok ganteng.

Mereka berdua baru saja sampai di sekolah. Keduanya bertemu di parkiran dan berjalan bersama menuju kelas mereka, tapi Atan dan Eka merasa ada yang aneh. Tidak biasanya mereka jadi pusat perhatian sampai seperti itu.

Banyak siswi berbisik-bisik sambil memandangi mereka, bahkan beberapa terlihat menahan tawanya membuat Eka dan Atan merasa risih.

"Oy," sapa Arsen dari belakang. Arsen mendusel di tengah-tengah keduanya sambil merangkul Atan dan Eka dari belakang.

"Udah masuk lo?" tanya Eka sambil merangkul pundak Arsen.

"Ck, udahlah, mata lo kemana?" sungut Arsen pada Eka yang pertanyaannya tidak pernah bermutu. Kalau bisa dilihat dengan mata kenapa harus bertanya.

"Masih pagi udah marah-marah," kelakar Atan. "Kemarin kenapa gak masuk sekolah?" tanya Atan pada Arsen.

"Jangan jawab KEPO," sela Eka lalu terkikik sendiri setelah melihat wajah kesal Atan.

"Bi Safi lahiran," jawab Arsen tenang. dia tidak bilang bahwa mamanya juga sakit, karena bila Atan dan Eka diberi tahu mereka akan pura-pura menjenguk tapi kenyataannya hanya biki rusuh di rumah Arsen.

"Oh. Lah kemarin Ara gak masuk juga loh," adu Atan menaik turunkan alisnya.

"Iya, dia nemenin gue di rumah sakit." Eka dan Atan mengangguk-angguk lalu tersenyum kecil mengingat kemarin mereka sempat berpikiran hal aneh tentang Arsen dan Ara.

Lagi-lagi Arsen tidak mengatakan bahwa Ara tinggal serumah dengannya, dia pikir belum saatnya curhat kepada kedua temannya bahwa dia dan Ara tinggal serumah, kondisinyapun tidak memungkinkan, karena banyak pasang mata tertuju pada mereka.

"Liat deh Sen, dari ujung sana sampai ujung sini banyak orang yang ngleiatin kita." Eka menunjuk arah parkiran sampai di depan kelasnya.

"Iya." Arsen mengiyakan karena dia juga merasakan hal yang sama. Sejak dia bergabung dengan kedua temannya banyak mata yang memperhatikan mereka.

"Ada yang salah sama gue gak?" tanya Atan pada Eka dan Arsen.

Eka dan Arsen meneliti Atan secara sesama. Arsen menggeleng saat tak menemukan kejanggalan dari Atan dari ujung kaki sampai rambut, Atan terlihat biasa saja. Eka juga menggeleng tanda dia juga tak menemukan kejanggalan pada Atan.

"Kalau gue gimana?" tanya Arsen pada Eka dan Atan.

"Kayaknya lo sama aja deh Sen," jawab Eka yang diangguki Atan.

"Kalau gue, apa gue terlalu ganteng?" tanya Eka percaya diri. Cowok itu memutar badannya ke kiri dan kanan agar Arsen dan Atan bisa menilai penampilannya.

Arsen dan Atan meneliti penampilan Eka dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Hahaha."tawa keduanya meledak saat melihat ada yang salah pada Eka.

"Kenapa?" tanya Eka tak mengerti kenapa Arsen dan Atan tertawa.

"Jadi ini yang buat kita dilihatin terus dari tadi. Haha." Atan berucap masih sambil tertawa.

"Apasih?" tanya Eka sebal.

"Hahaha." tawa Arsen makin meledak.

"Resleting celana lo belum lo tarik!" Teriak Arsen yang disambut tawa orang-orang yang berada di depan kelas.

ARASEN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang