4. SENDIRI?

3.3K 553 41
                                    

Ara menghapus jejak air mata yang masih menempel dipipinya, dengan masih menggunakan seragam SMA, Ara berjalan keluar menuju kantor polisi.

Dia sadar tak seharusnya Ara menyalahkan ayahnya seperti tadi titik salahnya tetap pada Ara sendiri, kalau saja Ara tidak meminta-minta kepada sang ayah tidak mungkin ayahnya bertindak nekat seperti itu. Ayahnya melakukan semua ini demi dirinya, hanya untuknya, untuk Ara, putri semata wayangnya.

"Pokoknya disini Ara yang salah," gumam Ara menahan tangisnya karena ini masih dijalan. Merasa kantor polisi cukup jauh dari rumahnya Ara mimilih naik ojek.

***

"Kak Alsen makannya blepotan," ujar anak berumur sekitar lima tahunan itu.

"Kamu juga, ih," jawab Arsen dengan terkikik geli, ya itu adalah adiknya, adik yang sangat dia cintai.

"Lala'kan masih kecil. Kak Alsen udah gede," ujarnya lagi dengan menggemaskan.

"Iyadeh iya, lap dong," ujar Arsen manja seperti anak kecil menyodorkan pipinya yang penuh es krim ke adiknya.

Dengan senang hati lala mengelap pipi kakak kesayangannya dengan tangannya sendiri. Setelah bersih Lala mengecup sekilas pipi Arsen, membuat Arsen tersenyum.

"Hm adeknya Kak Arsen genit nih ya." Arsen menoel pipi Lala gemas lalu menguyel-nguyel adiknya.

"Hihihi. Kak Alsen geli hihihi." Tawa anak itu pecah karena tingkah Arsen yang menggelitikinya.

Sore ini Arsen sengaja mengajak adiknya main di luar agar Lala tak bosan di rumah terus. Lagipula sudah hampir dua minggu Arsen sibuk sendiri dan jarang menemani Lala bermain.

"Huh huh. Kak tadi di sekolahan Lala ada doktel gigi loh," ujar Lala pamer kepada Arsen.

"Pasti gigi kamu bolong-bolong kaya martabak, iya'kan. Siapa suruh makan permen terus," ujar Arsen.

"Ish enggak ih, katanya gigi Lala bagus kaya Belbie." Lala berteriak girang, lalu memperlihatkan deretan giginya pada Arsen.

"Berbie yang mana lagi?" tanya Arsen. Perasaan Berbie tidak ada yang pamer gigi. Juga Berbie yang dimaksud Lala itu selalu berbeda-beda.

"Belbie yang punya sayap gedeee banget, cantik kaya Lala," ujar Lala lalu tidur di pangkuan Arsen.

Arsen tersenyum mengusap puncak rambut adiknya yang masih sibuk menghabiskan es krimnya.

"Lala kalau gede jangan nakal ya," pesan Arsen, melihat adiknya saat ini. Arsen jadi menerawang jauh nanti dimasa depan, masa-masa saat adiknya nanti masih membutuhkannya dan dia sudah tidak ada waktu atau hanya sedikit waktu bersama Lala.

"Kenapa?" tanya Lala wajahnya berubah jadi sedih.

"Kalau nakal kakak buang ke jurang," ujar Arsen bercanda.

Lala bangkit dari tidurannya, menatap Arsen marah lalu menggigit lengan kakaknya. "Kak Alsen jahat. jahat, kaya nenek sihil," ujar Lala setelah melepaskan tangan Arsen.

"Ih kok digigit?" tanya Arsen kesakitan.

"Kak Alsen jahat hiks." Anak itu memukuli lengan Arsen sambil menangis.

"Eist gak boleh nangis kalau nangis kakak tinggal nih," ancam Arsen yang mampu membuat Lala berhenti menangis.

"Kakak jangan tinggalin Lala, nanti Lala kutuk kak Alsen jadi kodok, mau?!" tanya Lala mengancam.

Arsen malah tertawa mendengar ancaman adiknya yang tidak masuk akal. Lala termasuk anak penggila Berbie, peri, dan fantasi lainnya.

"Pulang yuk," ajak Arsen. Arsen melihat sekeliling taman yang semakin ramai, semakin sore taman memang semakin ramai karena udara yang sejuk juga tidak terlalu panas.

ARASEN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang