10. SULIT

2.3K 374 12
                                    

Arsen baru saja membuka pintu utama rumahnya disambut dengan si kecil kesayangan Arsen. Lala.

"Kak Alsen." Anak itu berputar kekanan dan ke kiri memperlihatkan sayap yang ada di pundaknya.

Arsen sedikit bingung dari mana adiknya bisa mendapatkan sayap itu padahal dirinya tidak memberikannya. "Wah princes Lala, ini sayapnya dari mana?" tanya Arsen. Cowok itu berjalan ke arah adiknya dan menggendongnya lalu duduk bersama di atas sofa.

"Ada yang ngilim paket, katanya dali papa." Lala mengatakan seolah dia sangat bahagia. Anak yang baru berusia lima tahun itu juga mewarisi otak papanya yang juga menurun ke kakaknya, Pintar. Salah satunya pintar menyembunyikan kesedihan, bahwa sebenarnya anak itu juga merindukan papanya.

Arsen hanya menganggukan kepala, sebelum masuk sekolah Arsen juga mendapatkan paket peralatan sekolah lengkap dengan tas dan sepatu baru bersama keperluan Lala dari kurir pengantar paket online atas nama papanya.

Meski jarang pulang papanya masih begitu memperhatikan mereka, papanya selalu bilang dia ingin duduk disini bersama keluarga dan menajaga anak istrinya, namun itu semua tidak bisa tercapai, pekerjaan menuntutnya untuk pergi dari keluarga kecilnya. Jika papanya tidak bekerja keluarga kesayangannya yang malah akan kesulitan, lebih baik menunda kerinduan dari pada anak dan istrinya kelaparan. Itulah yang dikatakan Arthur. Papa Arsen.

"Lala udah makan?" tanya Arsen setelah sadar dari lamunannya.

Lala hanya menggeleng sejak tadi dia hanya menunggu kepulangan kakaknya hingga lupa makan padahal asisten rumah tangganya sudah berkali-kali menyuruhnya makan, bahkan ditawari untuk disuapi saja Lala tidak mau.

"Lala makan dulu ya, kak Arsen mau mandi dulu." Arsen menepuk kepala Lala lalu mengusapnya tak lupa dengan kecupan ringan di puncuk kepala adik kesayangannya.

"Nanti Lala makan baleng kak Alsen aja," tolak Lala. Kepala anak itu mendongak menatap Arsen yang berdiri menjulang di depannya.

"Masih lama loh kakak, nanti Lala laper." Arsen menyugingkan senyumnya saat Lala lagi-lagi tersenyum, lelah membuatnya tak bisa berkata banyak-banyak. "Yaudah kalau gitu." Arsen hendak berjalan meninggalkan Lala yang masih duduk di sofa ruang keluarga, namun saat teringat mamanya Arsen kembali ke arah Lala.

"Mama udah makan, La?" tanya Arsen pada adiknya.

Lala mengeleng dan memainkan sayap yang ada di pundaknya.

"Udah mandi?" tanya Arsen lagi.

Kali ini baru Lala mengangguk."tadi di mandiin bibi," jawab Lala. Arsen sedikit menghembuskan nafasnya lega.

Berjalan kearah kamarnya untuk mandi dan istirahat sebentar sebelum makan bersama Lala, kepala Arsen dipenuhi begitu banyak pikiran, bagaimana jika suatu hari nanti Arsen mendapatkan perempuan yang dia cintai? Dia tidak akan bisa meninggalkan keluarganya. Mulai dari mamanya, dan adiknya mereka akan selalu membutuhkan Arsen, lalu apa kabar dengan perempuan yang Arsen cintai nanti? Bagaimana cara membagi waktu.

Setelah mandi berganti pakaian dan makan bersama Lala, Arsen melangkah ke kamar mamanya. Terlihat perempuan paruh baya berbaring disana, tubuhnya kurus meski selalu makan dengan tepat waktu, perempuan itu tersenyum kearah Arsen lalu di balas senyum juga dari Arsen. Di belakang Arsen Lala mengikuti sambil memanyunkan bibirnya, anak kecil itu selalu tidak tega bila melihat kondisi ibunya yang makin memburuk setiap ahrinya.

"Ma, makan dulu ya, ma." Arsen membantu mamanya untuk sedikit menyandarkan punggungnya agar tak terlalu susah saat makan.

Dhila. Mama Arsen hanya tersenyum sambil mengangguk, dia bersyukur memiliki anak seperti Arsen juga Lala yang selalu ada untuknya di saat kondisi seperti ini. Masalah suami? Perempuan itu tak terlalu memberatkan karena itu tugas dan memang harus dijalankan.

ARASEN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang