1. Gadis Kecil itu bernama Kumalasari

13.6K 1.2K 32
                                    

Selasa, Januari 2005

Harjuna turun dari angkutan umum yang ia tumpangi. Matanya tak lepas dari satu titik, di mana ada seorang laki-laki bertubuh gempal tengah mendorong-dorong anak kecil yang kira-kira berusia enam tahun. Harjuna melihatnya seperti pemaksaan, membuat anak kecil berpenampilan lusuh itu pun lantas pergi dengan derai air mata.

Sebelah tangannya mengusap air mata, sedangkan sebelahnya lagi memegang sebuah kantong plastik yang sering dibawa-bawa anak jalanan.

Harjuna mengikuti ke mana gadis kecil itu pergi. Ketika lampu lalu lintas berubah merah, gadis itu mendatangi mobil-mobil dan bernyanyi sambil bertepuk tangan. Begitu selesai bernyanyi, gadis kecil itu menyodorkan kantung plastiknya. Kadang ia diberi, kadang pula malah dibiarkan begitu saja.

Ketika lampu berubah hijau, gadis kecil itu pun memilih berteduh di bawah pohon sembari menghitung uangnya yang tak seberapa.

"Dek, namanya siapa?"

Gadis kecil itu spontan terkejut mendengar suara laki-laki asing, ia langsung memeluk erat kantung berisi uang-uangnya, takut dicuri.

"Kakak yang siapa?!" tanyanya balik, seraya mencoba menjauh.

Harjuna, orang yang menghampiri gadis kecil itu, hanya tersenyum maklum akan ketakutan gadis kecil itu.

"Jangan takut. Kakak nggak akan ngapa-ngapain kamu. Kakak orang baik."

Gadis kecil itu mengamati penampilan Harjuna yang tampak rapi. Mengenakan baju sekolah SMA pula. Tidak seperti preman-preman yang sering ia temui di pinggir jalan. Yah, mungkin orang ini orang baik, pikirnya.

Suara cacing-cacing di perut gadis kecil itu seketika berbunyi. Harjuna lantas tersenyum tipis.

"Kamu lapar?" tanya Harjuna, yang kemudian diangguki oleh anak kecil itu. "Mau makan?"

"Nggak punya uang. Ini nanti untuk bapak, " katanya seraya menunjuk kantung uangnya.

"Tenang aja, kakak yang bayarin."

"Memangnya boleh?"

Harjuna mengangguk. "Boleh. Ayo!"

Ketika Harjuna sudah berdiri, namun gadis kecil itu masih diam di tempatnya. Memandangi Harjuna dengan sedikit ragu-ragu.

"Mau nggak makan? Saya loh yang bayaran."

"M-mau."

***

Harjuna menatap kasihan pada gadis kecil yang dibawanya ke rumah makan. Gadis kecil itu sudah hampir menghabiskan dua porsi, dengan sangat lahap. Seakan-seakan ia tidak pernah makan selama seminggu, atau mungkin sebulan. Hampir saja mata Harjuna berair melihat gadis kecil yang malang itu, namun ia tahan air di matanya.

"Tambah nasinya?"

Gadis kecil itu menggeleng sambil terus melahap makanannya. Ia sudah cukup kenyang dan puas.

"Nama kamu siapa?" Harjuna kembali menanyakan nama gadis kecil itu, karena tadi belum dijawab.

"Kumalasari. Kakak siapa?"

"Harjuna."

Gadis kecil bernama Kumalasari itu pun manggut-manggut. Ia mengambil minum dan menandaskannya langsung. Harjuna kembali mengisi gelas Kumala, siapa tahu gadis kecil itu masih butuh minum.

"Kamu nggak sekolah?"

Kumala menggeleng lemah, dan penuh kesedihan. "Nggak ada uang. Bapak nyuruh aku ngamen aja, biar bisa makan."

Rahang Harjuna seketika mengeras ketika mendengar penuturan Kumala. Orang tua macam apa yang menyuruh anaknya malah bekerja, jadi pengamen pula. Harusnya Kumala bisa menikmati masa-masa kecilnya, bermain dengan teman-temannya di sekolah.

"Kamu ngamen sendirian?"

Kumala mengangguk. Wajahnya makin sedih. "Dulu sama abang."

"Mana abang kamu?"

"Sudah meninggal, ditabrak motor."

Harjuna meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia tak seharusnya menanyakan ini. Karena tubuhnya seketika gemetar mendengar fakta yang yang dikatakan Kumala. Harjuna memegang erat pinggiran meja, menahan emosinya.

Begitu merasa tenang, Harjuna menghela napas dan kembali memasang senyum tipisnya.

"Mau ikut sama kakak, nggak?"

"Ke mana?" Kumala mengerut dahi, bingung.

"Kakak akan membawa kamu ke tempat yang layak buat kamu."

Kumala masih tampak ragu ketika Harjuna mengajaknya lagi. Tadi dengan baik hatinya, laki-laki berseragam SMA itu mentraktirnya makan. Sekarang mau mengajaknya entah ke mana, tapi mungkin ke tempat yang lebih asik. Karena Kumala merasa sepertinya Harjuna orang baik. Jangan-jangan habis ini dibelikan baju. Jarang-jarang ia bertemu orang sebaik Harjuna, karena setiap harinya ia selalu dikelilingi orang jahat, terutama bapaknya.

"Biar kamu bisa sekolah lagi," tambah Harjuna, ingin meyakinkan Kumala.

Benar saja, mata Kumala seketika berbinar mendengar kata sekolah. Ia memang ingin sekolah seperti anak-anak lain. Senyumnya pun terbit seketika, yang Harjuna sadari bahwa senyum itu manis sekali.

Kumala pun berdiri, pertanda ia bersedia mengikuti Harjuna. Ia lihat tangan Harjuna terulur ke arahnya, menyuruhnya untuk menggenggam tangan laki-laki itu. Kumala mengusap tangannya sebentar kemudian menerima uluran tangan Harjuna.

Sambil tersenyum, Kumala berjalan mengikuti langkah Harjuna. Seandainya saja Bapaknya bisa sebaik Harjuna, sudah pasti hidupnya akan tentram dan damai.

Eh, boleh tidak Kumala ganti bapak saja? Kumala ingin bapak seperti Harjuna.

Bersambung....

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang