BAB 22
"Pak Bos kayaknya lagi bad mood deh." Salah seorang Data Analyst bernama Arini, seraya mengintip sedikit celah pintu ruangan Direktur Eksekutif dari jauh. Ia bisa melihat ada staf lain baru saja keluar dari ruangan itu dengan raut wajah muram setelah setengah jam berdiri di sana, menerima omelan sang Bos. "Cin, lo aja deh yang ngasih, gue takut kena omelannya si Bos," lanjutnya memberikan berkas yang harusnya ia berikan kepada atasan mereka.
"Nggak ah. Lo tahu kan, gue lagi PMS. Ntar kalo gue berhadapan dengan dia sekarang, bakalan terjadi perang hebat di sini," tolak Cindy songong, lantas kembali mengetik di keyboarnya.
"Tunggu bentar lagi deh, nunggu emosinya Pak Bos reda." Kini Bagas yang ambil bicara.
"Tapi bentar lagi udah jam makan siang. Pak Bos bilang, laporan udah harus sampai di meja sebelum makan siang,"
"Ya udah, kasih sekarang gih."
"Gue takut."
"Sini biar gue aja."
Tiba-tiba suara lain menengahi perdebatan, yang akhirnya membuat orang-orang bisa bernapas lega. Amelia dengan langkah percaya diri mengambil alih berkas laporan di tangan Arini.
"Thanks, Mel. Lo emang yang terbaik."
Ameli mengetuk pintu ruangan Direktur Eksekutif, dan langsung mesuk begitu mendengar sahutan dari dalam. Nampak Harjuan tengah serius dengan monitor laptopnya.
"Ini, Mas, laporannya."
"Oh, Amel ... kenapa bukan Arini yang ke sini?" tanya Harjuna seraya membuka berkas yang baru saja dibawa Amelia.
"Dia ke toilet sebentar, Mas."
Harjuna manggut-manggut, seraya terus meneliti hasil kerja stafnya.
Karena melihat Harjuna yang nampaknya tidak dalam suasana hati yang baik, Amelia bertanya dengan hati-hati, "Mas Juna lagi ada masalah, ya?"
"Hah?" Harjuna sontak mendongak dan berkata, "oh, enggak. Emang kenapa?"
"Mukanya dari tadi cemberut terus. Itu keningnya Mas Juna dari tadi dilipat gitu, nggak enak dilihatnya, Mas. Jangan suka marah-marah juga," kata Amelia gamblang. Di antara semua para staf, hanya Amela yang berani mengomeli Bosnya sendiri.
"Masa sih?"
Amelia mengiyakan. "Senyum dikit dong, Mas."
Harjuna perlahan menarik sudut bibirnya sedikit, namun seketika berdecak pelan. "Kasihan banget Adam, pasti kena omelan kamu mulu, Mel, Mel."
"Amel mana berani ngomelin Mas Adam."
"Terus sama saya berani? Saya Bos kamu loh, bukan Adam."
"Mas Adam lebih-lebih dari Bos," rutuk Amelia. "Mas, yang berlalu biarlah berlalu. Mas jangan terlalu larut dalam kesedihan karena pisah sama Kak Dara. Mas Juna harus move on. Amel yakin, ada banyak perempuan yang lebih baik di luar sana."
Mendengar spekulasi Amelia yang dasarnya dari mana, membuat sebelah alis Harjuna seketika menaik. Ia tak mengerti dengan teori konspirasi yang disampaikan Amelia barusan, adik iparnya itu menyimpulkan bahwa perilaku Harjuna berkaitan dengan Dara. Padahal sebenarnya tidak.
"Kalo gitu, Amel pamit ya, Mas. Jangan lupa senyum hari ini. Mas harus move on." Amelia mengepalkan tangan kanannya, memberikan semangat pada Harjuna sebelum ia keluar dari ruangan Direktur Eksekutif.
Harjuna hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa sumbang melihat kelakuan Amelia. Namun senyum itu segera menghilang ketika mengingat seseorang yang hampir seumuran dengan Amelia. Seseorang yang membuat pikiran Harjuna kacau, bercabang-cabang, dan tak tentu arah.
Kumala, ia tak mengerti kenapa gadis itu tiba-tiba saja menghilang. Tepat setelah ia baru saja mendarat di Jakarta–setelah mengantar Kumala ke Jogja–Asisten Rumah Tangga yang Harjuna pekerjakan di apartemen Kumala mengatakan bahwa gadis itu tidak ada di sana. Bahkan barang-barangnya dibawa pergi, menunjukkan bahwa Kumala pergi tanpa jejak.
Sejak itu, Harjuna terus mengingat-ingat, entah kesalahan apa yang ia perbuat sampai-sampai Kumala pergi tanpa memberitahunya. Kumala ingin tinggal jauh dari Harjuna dan ingin hidup mandiri, sudah Harjuna turuti. Harjuna memberikan Kumala apapun, dari segi materi, perhatian dan waktu. Ia kira tak ada yang salah selama ini. Ia selalu ingin membuat Kumala merasa sangat berkecukupan, tak kurang sedikitpun.
Tapi apa yang membuat Kumala pergi menghilang?
Selama tiga tahun Harjuna mencari Kumala dengan rasa frustasi. Ia tak bisa membayangkan bagaimana gadis itu sendirian di luar sana. Entah kehidupan apa yang Kumala jalani. Apa kebutuhannya tercukupi? Apa ia memiliki tempat tinggal yang nyaman? Apakah ada orang yang jahat kepadanya?
Pintu diketuk dari luar seketika membuat Harjuna tersentak. Orang yang mengetuk tadi langsung masuk begitu Harjuna memberi perintah.
Seorang laki-laki yang mengenakan topi baret dan blazer abu-abu.
"Saya dapat informasi baru Pak," ujar laki-laki itu tanpa berbasa-basi lebih dulu. Ia membuka tasnya untuk mengambil sebuah map cokelat yang dilipat. "mengenai Kumala," lanjutnya seraya mencoba meluruskan bekas lipatan map tersebut.
Mendengar itu, Harjuna langsung menegakkan badannya. Jantungnya langsung berpacu cepat, antara ingin segera mendengar kabar baik dan bersiap untuk menerima kabar buruk apapun itu. Harjuna menunggu orang suruhannya untuk melanjutkan penjelasannya.
"Selama beberapa tahun ini, Kumala tidak tinggal di Indonesia. Saya menemukan foto Kumala dipajang di situs web salah satu Universitas di China, dan ketika saya telusuri lebih lanjut, ternyata Kumala memang benar terdaftar sebagai Mahasiswa di salah satu Universitas di provinsi Zhejiang, China."
Harjuna cukup terkejut mendengar penjelasan itu. Ngapain Kumala jauh-jauh ke China. Ia bahkan tak pernah berpikir Kumala akan pergi ke luar negeri.
"Saya coba mencari akun weibo Kumala, tapi tidak bisa saya temukan, entah dia memang tidak punya atau apa. Jadi akhirnya saya cuma bisa menemukan akun teman-temannya, dan info yang saya dapat sangat sedikit. Tapi dari yang saya dapatkan, Kumala bekerja paruh waktu di sebuah coffee shop."
Tentu saja Kumala harus memiliki uang untuk memenuhi kebutuhannya, karena ia hidup sendirian di luar sana tanpa bantuan Harjuna. Tapi bagaimana bisa gadis itu nekat pergi ke luar negeri seorang diri. Dan bagaimana Kumala bisa mengurus berkas-berkas pentingnya untuk ke luar negeri? Entah kenapa Harjuna mulai curiga kalau Kumala tidak melakukan itu sendiri. Pasti ada orang campur tangan dengan perginya Kumala.
Beberapa tahun lalu, ketika Kumala baru saja menghilang, Harjuna melaporkan hilangnya Kumala ke pihak polisi dan dilakukan pencarian. Waktu itu ponsel Kumala yang masih terkoneksi GPS ditemukan di Pelabuhan menuju pulau Sumatera. Para polisi beranggapan Kumala mungkin ada di sekitaran sana, namun tidak berhasil ditemukan. Mereka akhirnya menyatakan Kumala mungkin sudah tenggelam di laut tanpa adanya jejak. Namun, Harjuna tak percaya begitu saja dan yakin Kumala masih hidup. Ponsel yang terjatuh di pinggir laut mungkin memang tidak sengaja terjatuh. Mungkin Kumala memang memilih pergi ke pulau Sumatera. Itu sebabnya, Harjuna bersikeras tetap mencari Kumala ke manapun.
Hingga akhirnya, buah kesabarannya membuahkan hasil saat ini. Hanya saja, ia masih tidak menyangka bahwa Kumala memilih untuk pergi ke tempat yang lebih jauh lagi.
"Kamu punya foto-foto terbaru Kumala? Saya mau lihat." pinta Harjuna.
Tak sampai lima detik, orang tadi mengirimkan foto-foto Kumala lewat whatsapp Harjuna.
"Foto-foto itu diposting di akun weibo temannya sekitar dua bulan yang lalu, Pak."
Harjuna mengangguk, sembari menggulir beberapa foto Kumala bersama beberapa temannya. Ia memperbesar foto tersebut untuk melihat wajah Kumala lebih jelas. Wajah gadis itu semakin tirus, padahal tiga tahun yang lalu masih tembam. Semakin bertambah tinggi dan kurus. Senyum lebar Kumala seolah menunjukkan tanpa beban dan bahagia. Harjuna mendengkus, antara sedih dan kesal karena merasa Kumala seakan melupakan dirinya.
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Romance[status: revisi, re-publish, on going] Harjuna Mahendra punya kesalahan yang sangat besar kepada Kumalasari. Kesalahan yang mungkin tak 'kan bisa termaafkan, membuatnya seringkali mimpi buruk akan hal itu. Dengan kesediaannya, ia pun mengurus segala...