26. deep talk

4.8K 730 43
                                    

BAB 26

"Kamu sering ke sini?"

"Selama tinggal di Hangzhou, ini baru kedua kalinya aku main ke sini. Pertamanya pas ada kegiatan kampus."

Saat ini mereka berada di Balkon Kota Hangzhou, dengan pemandangan sungai Qiantang yang sangat indah. Apalagi ketika malam minggu begini, ada semacam lightshow atau pertunjukan cahaya yang dibuat dari gedung-gedung tinggi. Sungguh pemandangan yang sangat memanjakan mata. Pengunjung yang datang ke tempat ini sangat ramai sekali. Meskipun Harjuna dibuat kagum dengan keindahan malam di tempat ini, namun ia tidak begitu menyukai keramaian yang sedikit bikin sesak.

Selama seharian mereka berjalan-jalan di sekitaran kota Hangzhou. Berburu kuliner, mengunjungi museum dan berbelanja kebutuhan Kumala. Harjuna membebaskan Kumala untuk membeli apapun dalam satu hari ini.

"Jadi, gimana dengan ibu kamu? Sudah ada titik terang tentang keberadaannya?" Harjuna kembali membuka suara, dengan sorot matanya tertuju pada lampu-lampu gedung tinggi yang berada di seberang lain Sungai Qiantang.

"Kuma udah cari tempat terakhir Ibu kerja jadi TKW, tapi udah nggak di situ lagi. Kuma nggak tahu mau cari ke mana lagi," ujar Kumala seraya mendesah berat.

Sudah enam hari Harjuna berada di Hangzhou, namun mereka tidak punya banyak waktu untuk mengobrol. Harjuna sibuk dengan Work From Home-nya yang bahkan sampai tengah malam, sementara Kumala sibuk dengan kuliah.

"Kamu yakin dia masih di Tiongkok?" tanya Harjuna, seraya menoleh ke arah Kumala yang tampak menggigit karena angin malam yang cukup dingin. Pria berdecak karena Kumala tidak mengenakan topi sweaternya, ia lantas memakaikan topi Kumala dan mengikat talinya.

"Aduh! Kak Juna ih!" rintihnya karena Harjuna mengikat tali topi sweaternya terlalu kencang sampai hampir menutupi seluruh wajahnya, ia pun kembali melonggarkan tali topinya.

"Lagian udah tahu dingin, topinya nggak dipake."

Kumala hanya mencebik singkat. "Kuma udah pernah nanya ke kantor Imigrasi, tapi mereka bilang belum ada laporan kalau Ibu balik ke Indonesia." Kumala kembali ke pertanyaan Harjuna tadi. "Waktu Kuma datang ke tempat terakhir Ibu bekerja, kayaknya hubungan Ibu dan majikannya kurang begitu baik. Kuma datang nanyain Ibu, tapi malah dimarah-marahi."

Harjuna mengerutkan keningnya dan menaikkan sebelah alisnya, ikut berpikir. "Dan Ibu kamu nggak bekerja di situ lagi?"

"Enggak. Itu tempat kerja terakhir Ibu, sekarang nggak tahu dia ke mana." Kumala merenung, namun pikiran buruk terlintas di pikirannya. Ia memandangi Harjuna dengan ekspresi ngeri seraya menelan ludah. "Mungkin nggak kalo ..."

Harjuna menaikkan alisnya ketika Kumala menggantung kalimatnya. "Apa?"

"Karena hubungannya dengan majikan yang terakhir ini kurang baik, mungkin nggak kalo Ibu dibunuh?"

Harjuna melotot, tak percaya dengan asumsi Kumala. "Nggak usah mikir aneh-aneh kamu."

"Siapa tahu emang kejadian, Kak. Kasus begini tuh sering terjadi. Kuma takut."

"Kamu terlalu paranoid, Kumala." Harjuna menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar pemikiran Kumala yang terlalu melankolis. Meskipun dalam benaknya ia hampir saja berpikiran demikian. "Kamu tenang aja. Nanti aku bantu kamu cari ibu. Kamu fokus aja sama kuliah."

Kumala menarik napasnya, sembari mengangguk pelan. "Kalaupun Ibu sudah tiada, Kuma cuma pengen tahu dimana jasadnya dikebumikan."

Harjuna berdecak, semakin tak sabar mendengar ucapan dramatis Kumala. "Nggak usah mikir aneh dulu. Percaya sama aku, ibu kamu pasti masih ada," ujarnya, yang kali ini direspon dengan anggukan semangat dari gadis itu. "Kalau ketemu ibu kamu, apa yang pengen kamu lakuin?" tanya pria itu lagi, ingin membangkitkan harapan gadis itu.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang