30. Bertemu dan Berbicara

4.3K 638 37
                                    

BAB 30

"Sejak kapan Kak Juna tahu?" Kumala mengusap air mata dan ingusnya seraya menatap Harjuna dengan tatapan nanar. Ada raut kekecewaan di wajah Kumala karena Harjuna sepertinya sudah tahu lama tentang keberadaan ibu kandung Kumala.

"Hampir sebulan lalu."

"Udah lama tahu, tapi kenapa baru sekarang Kuma dikasih tahu?" tanya Kumala dengan raut sebal.

Harjuna terdiam saja, seraya meraih kembali kepala Kumala untuk bersandar di dadanya, menenangkan gadis yang sejak sepuluh menit lalu menangis hebat. Harjuna terkejut ketika Kumala tiba-tiba saja keluar dari ruang salon dengan tergesa dan langsung masuk ke dalam mobil. Dan menangis kencang setelahnya. Harjuna sudah menduga akan menjadi seperti ini kejadiannya, ia yakin Kumala belum siap bertemu dengan ibu kandungnya secara tiba-tiba. Meskipun Kumala menyimpan kerinduan yang begitu mendalam pada ibunya.

"Nggak mau nemuin ibu kamu lagi?"

Kumala mendongak ketika Harjuna bertanya demikian. Bibirnya mengerucut gemas.

"Tapi Kuma sembab gini. Jelek. Mana Kuma sempat kabur tadi. Bakalan dikira orang aneh nggak sih?"

Harjuna terkekeh seraya mencolek ujung hidung Kumala dengan gemas. Wajah gadis itu sembab lantaran menangis sejak tadi. "Masih cantik," ujar Harjuna seraya mengusap sisa-sisa air mata Kumala. "Udah sana, temui ibu kamu. Katanya kangen kan."

"Tapi Ibu aku kayak masih muda banget." gumam Kumala seraya mencuri-curi pandang ke arah rumah salon di depan mereka. "Aduh, nanti gimana ngomongnya kalau Kuma ini anaknya Ibu yang pernah dia telantarkan dulu?" Ia menggigit bibirnya pertanda gugup. Segala emosi bercokol di benaknya, rasa senang, ingin marah dan menangis menjadi satu. Ia senang setelah mengetahui bahwa ibunya masih ada dan akhirnya bisa bertemu dengannya lagi. Ia marah karena dulu Ibunya dulu tega sekali meninggalkan Kumala di tengah jalan.

"Pelan-pelan saja dulu. Nggak usah terlalu buru-buru untuk mengungkapkan siapa kamu, La. Yang penting kamu bisa ketemu ibu kamu dulu."

***

"Loh, Mbak yang tadi? Kok langsung kabur aja tadi?" Salah seorang pegawai yang tadi sempat melihat Kumala melarikan diri secara tiba-tiba, bertanya dengan penasaran namun diselingi tawa ramah, seolah tidak masalah dengan sikap aneh Kumala tadi.

Kumala hanya bisa nyengir seraya menggaruk kepalanya, ia melirik canggung pada wanita paruh baya yang ia yakin bahwa wanita itu adalah ibunya. Wanita itu hanya memandang Kumala dengan ekspresi datar yang sulit ditebak.

"Jadi pangkas rambut, Mbak?" tanya pegawai tadi pada Kumala.

"Jadi." Kumala mengangguk cepat, sekali lagi melirik pada ibunya. Lantas ia mengambil kursi yang tadi ia duduki.

"Mau model rambut yang bagaimana?"

Kumala terkesiap ketika mendengar suara Ibunya–yang tidak tahu bahwa yang tengah ia hadapi adalah anaknya sendiri. Jantung Kumala berdebar kencang, gugup karena ketika Ibunya mendekati Kumala dan mengusap puncak kepalanya dengan lembut. Melalui pantulan cermin, Kumala sibuk memandangi ibunya dengan seksama. Ia merindukan sosok ini, suara yang sudah lama tak ia dengar akhirnya menyapa telinganya juga.

"Dek, mau model yang bagaimana?" Tanya Ibunya sekali lagi dengan nada tak sabar, karena Kumala hanya diam saja memandangi dirinya. "Nggak usah malu-malu, Sayang. Kalau bingung mau dipotong bagaimana, ini ada beberapa model rambut yang bisa kamu pilih sesuka kamu."

Kumala menerima buku besar yang diberikan ibunya, mirip seperti buku majalah namun di dalamnya hanya ada banyak macam-macam style potongan rambut.

"Mukaku kayak orang judes emang ya?"

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang