18. Kalut

4.3K 731 24
                                    

BAB 18

Harjuna meremas rambutnya dengan gemas. Keadaannya semakin rumit sekarang. Entah kesadaran dari mana, tiba-tiba ia menawarkan hubungan lebih dekat dengan Dara. Sudah pasti wanita itu menerimanya. Dan apa yang dipikirkannya saat membuat Kumala harus menyaksikan sesuatu yang tak pantas dilihat oleh anak SMA. Oh ayolah, bahkan gadis itu sudah menciumnya.

Setelah ia membawa Dara ke rumahnya dua hari yang lalu, ia dan Kumala tak pernah bicara sedikitpun. Jarang bertemu, lantaran Harjuna selalu berangkat ke kantor lebih awal dan pulang larut malam. Kumala biasanya mengirimi pesan LINE, menanyakan jam berapa Harjuna pulang, atau bahkan meminta dibelikan martabak sebelum ia pulang. Namun, kali ini tidak.

Apa mungkin Kumala marah soal kejadian tadi malam, dimana ia dan Dara sedang... yah, taulah. Kumala bisa memupus perasaannya kepada Harjuna. Ia tidak bisa memberi harapan kepada gadis yang sudah ia beri stempel adik sejak lebih dari sepuluh tahun lalu.

Namun perang dingin seperti ini terus menerus, rasanya tidak baik. Sebab itu, Harjuna berinisiatif dulu mengirim chat LINE ke Kumala.

Harjuna:

Nanti plg sklh, aku jemput

Hubungan mereka yang mendingin memang harus diperbaiki.

***

"Mau makan malam di mana?"

Setelah hening beberapa menit sejak memasuki mobil Harjuna, akhirnya pria itu membuka suara.

"Di rumah aja," cicit Kumala. Suaranya agak serak dan pelan. Sudah lama tak bicara dengan Harjuna, mendadak jadi kaku begini.

"Oke."

Begitu saja percakapan mereka. Selebihnya hening hingga sampai di rumah.

Bik Siti baru saja pulang begitu selesai menyiapkan makan malam. Tinggallah Kumala yang duduk diam di meja makan, menunggu Harjuna. Mungkin pria itu masih membersihkan diri. Durasi mandinya Harjuna, dua kali lipat lebih lama dari Kumala.

"Ehem!"

Kumala tersentak, ia menoleh sekilas ketika Harjuna baru saja mengambil kursi di depannya.

"Bik Siti ke mana?"

"Udah pulang," jawab Kumala.

Selanjutnya, yang terdengar hanyalah suara denting alat makan. Biasanya, mereka memang suka diam di saat makan, namun kecanggungan masih terasa.

"Oh ya, bentar ..." Setelah selesai makan, Kumala tiba-tiba jadi teringat sesuatu. Ia lantas segera pergi ke kamarnya untuk mengambil sesuatu.

Sedangkan Harjuna, menanti di tempatnya dengan sedikit penasaran.

"Ini ... rapor bulanan Kuma."

Kumala menyerahkan sebuah buku kecil di hadapan Harjuna. Ia tak pernah memberikan hasil belajarnya kepada pria itu.

Raut wajah Harjuna nampak puas dengan apa yang dia lihat. Kumala tak pernah mengecewakan untuk urusan sekolah.

"Bagus, tingkatkan!" Kata Harjuna seraya membolak-balikkan halaman terdahulu. Membandingkan nilai-nilai Kumala yang semakin menaik.

"Kuma juga mau ngomong sesuatu sama Kak Juna."

Harjuna menutup buku rapor Kumala, lantas memandang gadis itu. "Ngomong aja."

"Hari kamis ini, Kuma mau ikut outbound. Boleh, ya?"

Kening Harjuna mengerut kala permintaan Kumala. Kamis, berarti tiga hari lagi.

"Bukannya tahun lalu udah?"

"Sekarang Kuma ikut jadi panitianya."

"Nggak, nggak. Kamu nggak boleh ikut lagi."

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang