8. Bagi Rapor

5K 745 17
                                    

BAB 8

Kumala menghela napas panjang tatkala mendapati Harjuna tengah tertidur di sofa ruang tamu, untuk yang kesekian kalinya. Selalu seperti ini tiap kali pria itu pulang kerja. Entah karena kelelahan karena pulang sampai hampir tengah malam atau karena Harjuna memang suka tidur di sofa ketimbang kamarnya sendiri. Kumala tak tahu jam berapa Harjuna pulang tadi, yang jelas jam di dinding sekarang sudah menunjukkan pukul dua pagi.

Alih-alih membangunkan dan menyuruh Harjuna tidur di kamar, Kumala justru mengambil selimut. Belum juga ia menghampiri Harjuna, kakinya malah tanpa sengaja menabrak meja di depannya, lantas Kumala meringis kesakitan. Jelas saja keributan tak disengaja itu mengundang indra pendengar Harjuna, sehingga membuat pria itu terbangun seketika.

Melihat Harjuna yang kini mengubah posisinya menjadi duduk, serta matanya yang memerah, Kumala lantas menyengir canggung.

"Kenapa?" tanya Harjuna seraya memandangi Kumala yang duduk di meja, tepat di depannya.

Kumala menggeleng pelan. "Karena udah bangun, Kak Juna tidur kamar sana gih."

Bukannya mengikuti perintah Kumala, Harjuna justru kembali memejamkan matanya dan kembali membaringkan diri di sofa. Jelas saja hal itu membuat Kumala berdecak kesal. Ia menarik tangan Harjuna agar bangun kembali. Apa nyamannya tidur di sofa yang sempit begini?

"Apa sih?! Mau tidur bareng? Sini!"Harjuna yang tak terima tidurnya diganggu lagi.

Kumala memukul pelan tangan Harjuna. "Tidur di kamar. Nggak pegal apa itu badan tidur di sini mulu?"

Harjuna menggeleng. "Siniin selimutnya." Harjuna mengulurkan tangannya yang lemas ke arah Kumala.

Kumala mendesah berat. Sepertinya Harjuna memang tak bisa dipaksa kalau begini. Ya sudah lah, biar saja Kumala meloloskan Harjuna tidur di sofa, kali ini.

***

"Kak Juna nanti sibuk, nggak?"

Kumala duduk di kursi makan, sementara Harjuna sudah duduk di sana sejak tadi, tengah menggulir layar handphonenya.

"Kenapa?" Tanya Harjuna, tanpa mengalihkan pandangannya dari gadget sejuta umat itu.

"Nanti pembagian rapor, yang ngambil mesti orang tua."

Tangan Harjuna seketika terhenti di atas layar hanphonenya. Ia lantas beralih memandang Kumala dengan kening mengerut.

"Kenapa baru bilang sekarang?" Nada suaranya sedikit berat, lantaran baru diberitahu soal ini secara mendadak.

"Sebenernya pengen Pak Bambang aja yang ngambil rapor Kuma, tapi karena istrinya Pak Bambang lagi sakit, terus beliau--"

Decakan pelan Harjuna seketika menghentikan suara Kumala. Sejak Kumala memasuki SMA, gadis itu malah mengajak pak Bambang mengambil rapornya. Dan ini sudah yang ketiga kalinya, berarti selama tiga semester. Bukan karena nilai Kumala jelek, justru gadis itu selalu saja mendapat ranking tiga besar di sekolahnya. Kumala hanya menganggap Harjuna terlalu sibuk sampai tak punya waktu untuk ikut serta dalam urusan sekolah Kumala.

"Nanti aku datang," kata Harjuna, kemudian meletakkan handphonenya di meja.

"Nggak sibuk emang?"

Harjuna menggeleng. Memimpin salah satu anak perusahaan milik ayahnya memang membuat Harjuna lumayan sibuk, tapi ia akan tetap menyempatkan waktunya untuk menghadiri acara formal di sekolah Kumala. Biar bagaimana pun, Kumala sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Nanti ngerepotin lagi," gumam Kumala pelan, namun suaranya masih tertangkap pendengar Harjuna.

"Pembagian rapornya jam berapa?"

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang