BAB 4
"Kumala baik-baik ya sama om ini."
Kumala hanya bisa diam memandang wanita paruh baya yang sejak dua minggu yang lalu ia panggil Bunda, dan berganti menatap sosok pria yang tampak seumuran Bunda di depannya. Laki-laki itu tersenyum pada Kumala, seolah hendak meyakinkan Kumala bahwa ia adalah orang baik.
Tak ada respon yang keluar dari mulut Kumala. Tak pula ada gelengan, pun anggukan.
Selama dua minggu Kumala tinggal di panti asuhan, bergabung bersama anak-anak panti lain yang tak memiliki orangtua dan tempat tinggal seperti dirinya. Ia bukanlah anak yang gampang berbaur dengan anak-anak lain, justru kebanyakan ia memilih sendiri. Seringkali ia melamun tentang kehidupannya. Tentang ibunya yang entah dimana keberadaannya saat ini, tentang abangnya meninggal karena kecelakaan, tentang Harjuna yang ia kira seorang pahlawan namun menghilang begitu saja saat Kumala mengharapkannya. Semuanya begitu rumit bagi Kumala.
Ia sempat melihat beberapa anak panti lain yang dibawa oleh orang asing dan tak kembali lagi ke sini. Kata Bunda–Ibu Panti Asuhan–anak-anak yang dijemput orang asing itu sudah menemukan orang tua angkat mereka, yang akan mengurus mereka di kehidupan yang lebih baik daripada di sini. Sepertinya, sekarang giliran Kumala yang akan mendapatkan orang tua baru.
"Kumala tenang aja. Nanti mudah-mudahan hidup Kumala bisa lebih baik lagi," lanjut Bunda seraya mengelus rambut kusam Kumala. "Ya, Sayang ya?"
Akhirnya Kumala mengangguk. Ia perlahan melangkah menuju laki-laki paruh baya tadi dengan sedikit meragu.
"Nggak papa, Kumala. Jangan takut, om itu baik loh. Baik-baik sama dia, ya?"
Kumala pun sudah berdiri di samping laki-laki yang katanya menjemput Kumala.
"Kalau begitu, saya dan Kumala pamit ya, Buk. Terima kasih sudah memberi kepercayaan kepada Bos saya untuk mengadopsi Kumala."
Bunda mengangguk. "Jaga baik-baik ya anaknya."
"Pasti, Buk."
Sesudah itu, pria paruh baya itu pun meraih tangan Kumala dan membawanya pergi dari panti asuhan tempatnya bernaung selama seminggu ini. Kepala Kumala masih melihat ke belakang, seolah ia masih ingin menempelkan panti asuhan itu dalam ingatannya. Dalam benaknya, ia tak ingin pergi dari sana lantaran ada Bunda yang begitu menyayanginya. Meskipun kadang-kadang ada sesama anak panti yang tidak suka akan kehadirannya.
Sementara itu, Bunda menatap kepergian Kumala dengan perasaan sedih. Ia menemukan Kumala di saat anak itu tengah menangis sesenggukan di depan panti asuhan. Waktu itu, Kumala tidak mau masuk ke panti ketika diajak oleh Bunda, dengan alasan masih menunggu kakaknya yang belum juga datang. Kumala tetap menunggu hingga malam hari, namun orang yang ditunggu belum juga muncul. Hingga akhirnya, mau tak mau Kumala menyerah untuk masuk ke dalam panti ketika Bunda menemuinya lagi.
***
Kumala menatap sosok di depannya tak percaya. Ketika pintu mobil di depannya di buka, di sana sudah ada Harjuna yang tengah tersenyum lebar pada Kumala.
"Hai, Kumala. Apa kabar?" sapa Harjuna basa-basi dengan enteng. Seolah ia tak ingat akan kesalahannya yang sudah meninggalkan Kumala sendirian di pinggir jalan waktu itu.
Kumala tak segera menaiki mobil itu. Ia diam, memandangi Harjuna lama.
"Ayo Kumala, naik!"
Laki-laki paruh baya tadi mempersilahkan Kumala untuk naik. Lantas dengan banyak tanya yang masih bercokol di pikirannya, Kumala akhirnya naik dan duduk dengan diam. Tak berniat melihat Harjuna, apalagi merespon sapaan laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Romance[status: revisi, re-publish, on going] Harjuna Mahendra punya kesalahan yang sangat besar kepada Kumalasari. Kesalahan yang mungkin tak 'kan bisa termaafkan, membuatnya seringkali mimpi buruk akan hal itu. Dengan kesediaannya, ia pun mengurus segala...