29. Dia ... Ibuku?

4.6K 662 30
                                    

BAB 29

"Bikinin juga buat aku."

Kumala yang tadinya sibuk membuat bekal, menoleh pada Harjuna yang baru saja datang sambil mengikat dasinya di leher.

"Mau juga?" tanya Kumala untuk memastikan, yang direspon dengan anggukan dari Harjuna. "Kemaren-kemaren ditawarin nggak mau."

"Dulu karena kebiasaan delivery sama makan di luar."

"Oh, baiklah, Tuan Muda." Kumala menutup bekal miliknya dan mengambil satu kotak bekal lagi untuk kakak angkatnya. Namun geraknya berhenti seakan mengingat sesuatu. "Tapi kan, kalau nanti ada yang lihat menu bekalnya sama, gimana dong?"

Harjuna berdecak pelan. "Emangnya kamu pikir saya pas makan di ruangan ada yang lihat?"

"Oh iya ya." Kumala terkekeh, akhirnya membuat bekal untuk Harjuna.

"Kamu kalau di kantor, ada yang deketin, nggak?" tanya Harjuna seraya merenggangkan sedikit dasinya yang sedikit menyekik. Ia lantas di kursi makan seraya menyeruput kopinya sedikit.

Kumala mengangguk-angguk, kemudian duduk di kursi depan Harjuna. "Kuma udah lumayan deket sama teman-teman sekantor, nggak canggung lagi kayak awal masuk."

Harjuna meringis pelan, karena sepertinya Kumala tak paham dengan maksud pertanyaannya. "Bukan gitu. Maksudnya laki-laki yang nyoba untuk deketin kamu. Kayak ... siapa tuh, si Yudi, yang kemaren pas kalian berdua doang di pantry."

"Oh itu. Mas Yudi orangnya emang ramah, Kak. Dia orang pertama yang mau ngajak ngobrol sama Kuma. Justru Kuma seneng kalau deket sama Mas Yudi."

"Oh, kamu manggil dia Mas?" tanya Harjuna seraya menaikkan sebelah alis matanya.

"Loh, emang kenapa?"

"Dia batak loh, La. Nggak cocok aja dipanggil Mas." kata Harjuna seraya tertawa pelan.

Kumala yang baru saja mendengar fakta itu lantas ikut tertawa. Pasalnya ia sendiri pun tidak tahu Yudi orang batak, entah marga apa pula. ID Card yang dipakai Yudi, tidak menuliskan nama panjang. Hanya Yudi Prasetyo. Bahkan cuma namanya yang begitu saja tanpa menyebutkan marga, Kumala kira dia jawa.

"Serius? Kok Kuma nggak tahu?" katanya sambil tertawa. "Tapi nggak apa deh. Manggil Mas juga lebih enak, ketimbang Bang."

"Aku juga dulu maunya dipanggil Mas loh, bukan Kak," celetuk Harjuna cuek seraya menyeruput kopinya.

"Apalah arti sebuah panggilan kalau maknanya tetap sama." Kumala terkekeh, yang membuat Harjuna hanya mencebik.

***

Kumala merenggangkan otot-ototnya yang kaku di depan teras rumah. Masih mengenakan hoodie abu-abu dan celana panjang. Ia menguap karena baru saja bangun, belum pula ia mencuci mukanya. Matanya seketika melotot ketika melihat Harjuna baru saja kembali dengan pakaian sport.

"Kak Juna dari mana?" tanya Kumala karena tahu-tahu Harjuna sudah kembali dari luar jam setengah tujuh pagi.

"Abis jogging."

"Kok nggak ngajak Kuma?"

"Tadi udah dibangunin, kamunya susah. Malah kamu nampar muka aku pas dibangunin."

"Masa sih?" tanya Kumala skeptis, karena ia lupa sampai menampar wajah Harjuna. Memang ia baru sadar kalau dalam tidurnya, ia seperti bermimpi tengah dibangunin.

Harjuna mencibir seraya masuk ke dalam rumah dan diikuti Kumala. "Kamu siap-siap mandi. Aku mau ajak kamu keluar."

"Ke mana?" tanya Kumala dengan penuh excited. Yah, sekarang adalah hari minggu, bebas dari kerjaan. Mungkin ini waktunya mereka untuk bersantai sedikit.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang