BAB 21
Hangzhou, Tiongkok
Tiga tahun kemudian
Udara pagi yang menyapa kulit, kicauan burung serta aroma bunga yang mekar adalah yang Kumala sapa pagi ini. Ia memejamkan mata, sembari menghirup udara segar. Lantas tersenyum sembari mengeratkan selimut kecil yang memeluk erat tubuhnya. Akhir bulan november sudah waktunya memasuki musim dingin.
"Kumala, kamu di sini rupanya."
Suara lain menyapa Kumala sehingga membuyarkan lamunan gadis itu, ia menoleh ke belakang sembari melebarkan senyumnya. Tangannya segera meraih lengan orang yang memanggilnya tadi dan memeluknya, kemudian meletakkan kepala di bahunya.
"Dingin," erang Kumala dengan sengaja menggetarkan tubuhnya, karena memang suasananya dingin sekali.
"Tidak boleh bermalas-malasan, Kumala. Kita masih ada kelas Bai Yi Ting sejam lagi."
Kumala seketika merengut. Meskipun sudah tiga tahun tinggal di kota Hangzhou, yang terletak di Negeri Tirai Bambu, Kumala kadang masih tidak tahan dengan cuaca dingin di sini. Apalagi kalau nanti sudah turun salju. Ia yang dulunya terbiasa dengan iklim tropis tiba-tiba syok ketika dihadapkan dengan empat musim.
"Zhong Yuqi, kamu lupa ya, aku sudah minta ijin untuk tidak masuk kelas hari ini?" kata Kumala, sembari berdecak singkat dengan gadis bermarga Zhong itu, salah satu teman sekamarnya di asrama.
"Memangnya kamu mau ke mana sih? Akhir-akhir ini kamu sering kali bolos. Ingat, kita sudah memasuki semester akhir." Zhong Yuqi mengerutkan keningnya. Memasuki semester akhir, Kumala bukannya fokus kuliah, malah sering membolos. Ia tahu Kumala memiliki pekerjaan paruh waktu, itu pun hanya shift malam. Lantas Kumala pergi ke mana kalau belum waktunya bekerja? Atau mungkin Kumala punya pekerjaan lain?
Kumala hanya tersenyum penuh arti dan menepuk-nepuk bahu Zhong Yuqi. "Tapi urusan yang satu ini lebih penting," katanya penuh rahasia.
***
Sudah tiga kali Kumala berkeliling di lokasi yang sama, dengan sebuah kertas kecil yang berada di tangannya. Sambil menengok-nengok ke sekitarnya, berharap menemukan nama jalan yang sedang ia cari saat ini. Namun belum juga tidak ketemu. Ia sempat menggunakan google maps, dan malah tersesat. Memang seharusnya bertanya kepada warga setempat adalah pilihan yang tepat.
Kumala segera mencegat seorang perempuan paruh baya yang kebetulan saja lewat di depannya. Perempuan tua itu memandangi Kumala sejenak dengan rasa ingin tahu.
"Permisi, Āyí. Alamat ini ada di mana ya?" (Āyí = Tante (Tionghoa))
Perempuan paruh baya itu menengok kertas kecil yang disodorkan Kumala, lantas menunjuk ke belakang Kumala. "Ada empat gang lagi yang harus kau lewati di sebelah sana."
Kumala mengangguk tersenyum dan membungkukkan badannya dengan sopan. "Terima kasih, Āyí."
Benar saja, ketika Kumala mengikuti petunjuk ibu paruh baya tadi, ia menemukan tempat yang ia cari. Dari tadi ia justru terlalu fokus mencari di lokasi yang berbeda, pantas saja tidak ketemu. Kumala melihat lagi isi kertasnya dan mencocokkan ke alamat rumah yang ia tuju. Sebuah rumah yang tidak terlalu kecil tidak juga besar.
Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Kumala menekan bel rumah dengan jantung berdebar-debar namun juga sedikit excited.
Samar-samar ia mendengar suara orang menyahut dari dalam dengan nada terganggu. Tak berapa lama, pintu pun dibuka. Nampaklah seorang wanita tua yang kira-kira sudah berusia enam puluhan berambut ikal, memandangi Kumala dengan kening mengernyit.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Romance[status: revisi, re-publish, on going] Harjuna Mahendra punya kesalahan yang sangat besar kepada Kumalasari. Kesalahan yang mungkin tak 'kan bisa termaafkan, membuatnya seringkali mimpi buruk akan hal itu. Dengan kesediaannya, ia pun mengurus segala...