19. Terlambat Tahu

4.6K 741 39
                                    

BAB 19

"Kenapa tadi hapenya nggak bisa dihubungin?"

Sempat canggung sebentar usai Harjuna memeluknya dengan erat sekali. Mobil Harjuna sudah akan membawa mereka pulang, dan pria itu bertanya salah satu hal yang membuatnya kesal hari ini.

"Low bat. Soalnya susah nge-charge di sana."

"Lain kali bawa power bank," kata Harjuna seraya berdeham pelan.

Kumala menganggukkan kepalanya. Masih jelas di ingatannya bagaimana wajah panik Harjuna tadi, dan memeluknya dengan sangat erat hingga Kumala susah bernapas. Sudah jelas pria itu khawatir sekali.

"Terus yang kecelakaan tadi, bus rombongan kalian?"

"Iya, bus yang paling depan. Tabrakan sama truk."

Harjuna lega sekali karena Kumala bukan bagian dari bus yang kecelakaan tadi. Mungkin akan beda cerita kalau saja Kumala jadi salah satu satu rombongan bus tadi. Mungkin Kumala tak kan di sini bersamanya. Ah, tidak, tidak, Harjuna tidak bisa membayangkan itu. Yang jelas sekarang, Kumala baik-baik saja.

Mungkin ke depannya, Harjuna tak akan mengijinkan Kumala berpergian jauh. Bukannya ia protektif, hanya saja agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Tahun lalu, Kumala sampai sakit sehabis mengikuti outbound, sekarang nyaris terkena kecelakaan.

Beberapa saat mereka hening, Kumala terkantuk-kantuk di tempatnya. Harusnya mereka sudah tiba paling lama jam tujuh malam, namun karena adanya kecelakaan, jalanan jadi macet dan sekarang sudah jam sebelas menuju perjalanan pulang.

"Tidur aja kalau ngantuk."

Kumala mengangguk ketika Harjuna kembali bicara. Ia memang sudah akan tidur, namun sedikit terganggu kala merasakan tangan Harjuna mengelus kepalanya dengan lembut. Kadang-kadang sentuhan seperti ini bisa membuat Kumala lupa diri.

"Kak ...." Panggil Kumala dengan suara pelan.

"Ya? Kenapa? Dingin? Oh ya, tadi aku bawa jaket lagi--"

"Kak Juna bisa nggak jangan ngelakuin itu lagi?"

Maksudnya?" Harjuna tak mengerti apa yang dikatakan Kumala.

"Jangan kebiasaan ngelus rambut Kuma terus."

"Emang kenapa sih?" Apa yang salah?

"Nanti Kuma jadi baper." Meski Kumala baru saja menemukan kosa kata baru, baper. Namun ia yakin, itu kata yang tepat menggambarkan dirinya tiap kali di dekat Harjuna. Terbawa perasaan.

"Baper tuh apa?" tanya Harjuna kudet. Ia bukan lagi anak remaja yang gaul, gampang nyambung dengan kosa kata baru.

"Terbawa perasaan," jelas Kumala. "Kakak sendiri yang bilang Kuma nggak boleh suka sama Kak Juna."

Harjuna makin tak mengerti. Dia loading betul.

"Ya terus hubungannya sama pegang kepala kamu apa coba?"

Ini antara Harjuna yang tidak peka, atau Kumala yang tidak tahu menjelaskan?

"Kak Juna kalau elus kepala Kuma kayak tadi, nanti Kuma makin suka."

Harjuna terdiam. Tak menyangka kalau Kumala dengan terang-terangan mengatakan hal ini. Perasaannya menjadi tak enak, hawa di sini semakin dingin. Dan ia bingung harus berkata apa. Ia pikir tidak ada yang salah kalau ia melakukan itu. Itu sebagai reaksi kalau ia sayang dengan adiknya. Dan ternyata ... Kumala malah ... apa tuh tadi? Baper?

***
Hari berlalu dengan cepat, tak terasa Kumala sudah memasuki kelas dua belas dan tengah sibuk-sibuknya menambah jam belajar. Ia bertekad agar bisa diterima di Universitas negeri impiannya. Harjuna pernah bilang, Kumala tak perlu sekeras itu. Kalau pun ia tak bisa masuk PTN, Harjuna bisa menguliahkan ia ke Universitas swasta yang lebih bergengsi. Soal biaya, Kumala tak perlu ragu-ragu.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang