32. Dinner

4.6K 655 39
                                    

BAB 32

Harjuna terkejut nyaris saja tersungkur ketika pintu di depannya baru saja dibuka, lalu muncullah Kumala secara tiba-tiba memeluknya dengan erat. Kepala gadis itu bersandar di dadanya bergetar hebat seakan baru saja terisak. Harjuna kebingungan, ia menengok sekitar luar rumah kontrakan Kumala yang lumayan sepi. Ia lantas membawa gadis itu memasuki rumah dan menutup pintu.

"Kenapa? Ada apa, Kumala?" Harjuna menuntun Kumala untuk duduk di sofa lantas menunduk untuk melihat wajah Kumala dengan jelas.

Mata gadis itu memerah serta wajahnya pun terasa panas saat disentuh, air mata sudah membasahi seluruh wajahnya. Benar, Kumala memang baru saja menangis dan mungkin sebelum Harjuna datang. Hal itu jelas membuat Harjuna khawatir bercampur marah. Ia tak akan segan-segan menghabisi orang yang tega menyakiti Kumala.

"Ibu ... Ibu sepertinya benci sama Kuma," katanya dengan nada gemetaran seraya menarik air hidungnya ke dalam. "Kuma udah cerita, kalau Kuma adalah anaknya yang pernah Ibu telantarkan dulu. Tapi Ibu nggak terima, Ibu nggak mau lihat Kuma. Ibu bilang, Kuma harusnya pergi jauh-jauh dari Ibu." Air mata Kumala semakin menderas, mengingat kejadian tadi siang saat ia mengungkapkan siapa dirinya di hadapan ibunya.

Setelah kejadian penuh drama tadi siang, Ibu mengunci dirinya di kamar, membiarkan Kumala di ruang tamu meraung sendirian. Dari dalam kamarnya Ibu sempat bilang, bahwa ia tak pantas untuk dipanggil sebagai Ibu. Bahkan Ibu menyuruh Kumala untuk pergi jauh dan meninggalkannya saja. Tangisan mereka yang saling bersahutan rupanya sampai ke telinga tetangga. Ada beberapa yang mengintip diam-diam, ada pun yang berusaha menenangkan Kumala dan akhirnya membawa Kumala pulang ke rumah kontrakannya sendiri lantaran Ibunya terus saja mengurung diri di dalam kamar dan tak mau diajak berbicara.

"Mungkin Ibu masih shock lagi. Biarin Ibu kamu tenang dulu ya. Aku yakin Ibu juga sama kangennya sama kamu. Mungkin saat ini dia belum siap dan ini terlalu mendadak. Besok kalau Ibu bisa diajak bicara lagi, kita omongin baik-baik ya. Pelan-pelan aja. Yakin, pasti Ibu akan kembali sama kamu."

Harjuna mencoba untuk menenangkan Kumala. Ia mencoba memahami dari kedua sudut, baik Kumala maupun sang Ibu.

"Mungkin emang Ibu nggak menginginkan Kuma. Dulu Kuma dibuang, sekarang udah ketemu, Ibu malah nyuruh Kuma pergi." Kumala tetap pada pemikirannya, merasa bahwa ia tidak diinginkan Ibunya sendiri.

"Nggak, itu nggak benar. Ibu pasti sayang sama kamu. Besok kita coba lagi ya, ngomong sama Ibu."

Harjuna dengan lembut mengusap air mata Kumala dan menenangkan gadis itu. Kumala pun akhirnya luluh, menganggukkan dan menyandarkan kepalanya di dada Harjuna.

***

Kumala mendesah kecewa, karena sejak hari dimana ia mengungkapkan siapa dirinya di hadapan Ibu, tampaknya Ibu malah menghindarinya. Ibu malah tinggal di rumah salonnya ketimbang rumahnya yang tepat di samping rumah kontrakan Kumala. Sudah tiga hari, ia tak melihat batang hidung ibunya sama sekali.

"Tuh lihat, Ibu sampe nggak mau pulang ke rumahnya," kata Kumala kepada Harjuna seraya menunjuk rumah salon di depannya, dimana sang Ibu baru saja menutup pintunya dari dalam. Pertanda bahwa Ibunya tidak akan keluar lagi dan akan tidur di sana.

"Udah, nggak papa. Nanti ada waktunya Ibu pulang ke rumah," ujar Harjuna seraya mengusap Kepala Kumala. "Nggak boleh nyerah gitu dong. Kamu sampe bela-belain kabur ke China loh buat nyari Ibu. Sekarang waktu Ibu udah ketemu masa kamu mau nyerah sih?"

Kumala dengan perasaan yang masih kalut akhirnya mengangguk pasrah. Ia mencoba mengusir rasa pesimisnya, suatu saat ia mungkin akan kembali pada Ibunya. Hanya Ibu satu-satunya keluarga yang Kuma punya saat ini.

Pergi meninggalkan area tempat salon Ibunya, Kumala mendesah berat kala Harjuna memutar kemudinya. Harjuna membawanya ke sebuah restoran bintang lima, mereka berjalan menuju ruangan VIP.

"Lama banget sih."

Kumala terkejut ketika mengetahui ternyata di ruangan tersebut sudah ada sepasang insan yang menunggu. Ternyata bukan hanya makan malam mereka berdua, justru berempat. Kumala kenal betul laki-laki yang baru saja mengomel singkat tadi. Adam, adiknya Harjuna.

Harjuna tak mempedulikan omelan Adam, menarik salah satu kursi dan menyuruh Kumala untuk duduk di sana. Lantas mengambil kursi lain untuk tempat duduknya. Kumala melihat seorang perempuan cantik di samping Adam tengah tersenyum padanya, ia pun membalas senyum pula.

"Kumal udah lama nggak keliatan, makin tua aja," celetuk Adam seraya tertawa melihat Kumala, sambil menunggu makanan yang mereka pesan disiapkan pelayan.

"Namanya Kumala, bukan Kumal." protes Harjuna.

"Sama aja sih," ujar Adam tak mau mengalah. Kemudian ia teringat akan sesuatu. Ia melirik wanita di sampingnya dan Kumala bergantian. "Oh ya, Kumala udah kenal sama istri saya, belum?"

"Hah?" Kumala agak kaget ketika Adam menunjuk wanita di sebelahnya.

"Beritanya udah nyebar loh, bahkan sempat trending topic di twitter. Masa nggak kenal kalau ini istri saya?"

Wanita di samping Adam hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat keabsurdan Adam. Dengan inisiatif sendiri, ia mengulurkan tangannya pada Kumala. "Hai, Kumala, kenalkan saya Amelia, istrinya Mas Adam," jelasnya kemudian.

Kumala mengangguk pelan dan membalas uluran tangan itu. "Saya Kumala, Mbak. Saya nggak tahu kalau Mas Adam sudah menikah." celetuknya dengan sedikit bercanda.

Tentu saja ia mengetahui rumor mengenai Adam–sang aktor papan atas–yang menikah diam-diam. Harjuna pun sudah menceritakan semuanya, bahwa Adam dan Amelia memang menikah karena perjodohan. Namun dari yang Kumala lihat, Adam sangat bucin sekali kepada Amelia. Lihat saja, pria itu terang-terangan minta disuapin dan menghadiahi Amelia dengan kecupan di pipi. Menganggap Harjuna dan Kumala hanyalah penjaga nyamuk.

"Udah, Mas. Malu ih!" Protes Amelia ketika Adam hendak mengusap bekas makanan yang menempel di sudut bibir Amelia.

"Mending pake ruangan masing-masing dinnernya," kata Harjuna sedikit kesal.

"Nikah makanya, biar lo tahu gimana enaknya punya istri." Adam berucap dengan tertawa puas.

"Udah pernah." Harjuna berucap santai.

"Oh iya, gue lupa lu itu duda. Haha–mph–"

Kumala tak mampu menyembunyikan tawanya ketika Harjuna melempar tisu ke mulut Adam dan betulan memang masuk, sehingga membuat pria itu terdiam. Sementara Amelia hanya bisa tersenyum geli.

"Makanya diem," ujar Harjuna dengan wajah datar tanpa rasa bersalah.

Adam dengan raut wajahnya yang agak malu, melirik Harjuna dengan kesal. Ia mengambil sesuatu dari dalam kantung jasnya.

"Nih undangan buat acara anniversary gue sama Amel. Lu berdua harus datang."

Sebuah undangan yang tampak mewah ia berikan kepada dua orang di depannya. Harjuna melihat bagian depannya sekilas, lantas memberikan pada Kumala yang lebih ingin tahu. Kumala membuka lembar undangan itu. Beberapa foto prewedding dan tanggal acara yang ternyata empat hari lagi.

"Harus datang ya, Mas?" tanya Kumala dengan sedikit ragu-ragu.

"Harus dong, Kumaaal."

Kumala tersenyum tipis mendengar itu. Kalau ia menghadiri acara ini kemungkinan ia akan bertemu dengan seseorang yang harusnya ia hindari. Seseorang yang menginginkan ia untuk menjauhi Harjuna. Entah bagaimana reaksi orang itu jika mengetahui Kumala kembali lagi ke sini.

Bersambung...

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang