BAB 13
Harjuna berhalangan menjemput Kumala dari sekolah hari, lantaran ada pekerjaan yang benar-benar tak bisa ditinggalkan. Awalnya, pria itu hendak mengirim salah seorang pegawai di kantornya untuk menjemput Kumala, namun Kumala sudah keburu bilang kalau ia sudah naik taksi. Harjuna yang awalnya marah-marah, akhirnya membiarkannya saja.
Kadang Kumala benar-benar tidak mengerti sama jalan pikiran Harjuna yang menganggapnya layaknya anak kecil yang harus dijaga tiap saat. Padahal sebentar lagi ia kelas dua belas, lalu kuliah dan memasuki dunia orang dewasa yang katanya super ribet.
Karena hari ini kebetulan tak ada les tambahan dan ia pulang lebih awal, Kumala mengisi jam kosongnya dengan menyetel musik Westlife, boyband kesukaannya, dan ikut bernyanyi. Tiba-tiba saja suara bel mengganggu kegiatan Kumala.
Ia mematikan musik seketika, dan sekali lagi suara bel menyapa seisi rumah. Harjuna mana mungkin menekan bel, sementara ia orang pertama yang tahu PIN-nya. Kalau Bik Siti juga tidak mungkin, karena ia orang ketiga yang tahu PIN. Lantas, siapa?
Tentu saja Kumala bertanya-tanya, karena mereka jarang sekali kedatangan tamu dari siapapun. Diliputi rasa penasaran, Kumala berjalan menuju pintu dan mengintip melalui kaca sekecil bola mata. Namun tak ada tampak siapa-siapa di luar sana.
Ting Tong!
Kumala mendadak kaget ketika bel lagi-lagi berbunyi. Siapa sih? Kumala sekali lagi mengintip, dan tak ada siapapun.
"Siapa?" tanya Kumala, melalui interkom yang menghubungkan suara dari dalam ke luar, begitu pun sebaliknya.
"Orang penting," kata dari seberang.
Oh, ternyata betulan ada orang. Suaranya laki-laki.
Kumala jelas semakin ketakutan, apalagi jawabannya yang terdengar misterius. Ia tak berani membuka pintu dan menghindar dari sana, namun suara bel terus menerus mengganggu indera pendengarnya. Ia seharusnya kembali ke sana dan mencabut kontak bel. Berisik sekali. Namun karena takut ditambah ia sendirian di rumah, ia justru berlari ke kamar dan menguncinya.
Bagaimana kalau orang itu mampu membobol pintu mahal rumah ini? Lalu Kumala harus diapakan? Tidak, tidak, Kumala tak sanggup membayangkan sesuatu di luar nalarnya.
Lama Kumala berdoa meminta pertolongan Yang Maha Kuasa, telinganya seketika mendengar suara orang bercakap-cakap di luar kamar. Lebih dari satu orang, pasti. Apa orang di luar tadi memang tidak sendirian? Namun, samar-samar ia seperti mengenali suara Harjuna. Semakin didengar, memang seperti suara Harjuna. Hanya suara-suara keras yang ia dengar, tidak dengan pecahan-pecahan atau dobrakan lainnya yang memungkinkan adanya perkelahian hebat. Yah, siapa tahu, Harjuna sedang melawan penguntit tadi.
Sedikit penasaran, Kumala membuka pintu kamarnya sedikit. Kepalanya melesak keluar, namun belum tampak siapa-siapa di pandangannya. Namun suara-suara itu masih ada, dan benar itu suara Harjuna. Belum sempat Kumala masuk kembali ke dalam kamar, namun dirinya sudah tertangkap basah oleh sepasang mata yang Kumala tak kenal.
"Eh, siapa tuh? Simpanan lo?"
"Sembarangan lo ngomong! Udah, pulang sana! Pulang lo! Kumala, masuk kamar!" Harjuna memberi perintah.
"Bentar, gue mau kenalan yaelah."
Laki-laki tak dikenal Kumala yang menjadi lawan bicara Harjuna, membuka pintu kamar Kumala lebih lebar. Sehingga membuat Harjuna melotot kesal, lancang sekali anak ini membuka kamar orang sembarangan.
"Serius, Jun, simpanan lo masih belia gini?"
"Apa sih?! Pergi nggak lo?! Atau gue lempar lo ke jalan raya?"
"Eh, nama lo siapa?" Laki-laki itu menyorongkan tangannya di hadapan Kumala. "Gue Adam, adeknya di cunguk ini. Lo siapanya? Sugar baby-nya, ya?"
"ADAM!!"
"Apa?! Apa, hah?! Ternyata lo punya tempat tinggal rahasia, sama simpanan lagi?"
"Dia bukan simpanan gue, bangsat!" Bentakan Harjuna seketika membuat Kumala terkejut. Orang yang selama ini nampak cool, ternyata bisa juga sebarbar ini.
"Ya, makanya kenalin. Cantik banget, sih, Dek."
Harjuna mau muntah mendengar gombalan Adam. Ia langsung mendorong badan Adam untuk menjauh dari Kumala.
"Nama saya Kumala, Kak." Biar cepat selesai, Kumala langsung memperkenalkan dirinya sendiri. Berisik mulu minta kenalan.
"Oh, kelas berapa?"
"Kelas sebelas, Kak."
"HEEEE? Beneran masih sekolah? Gue kira cuma boros umur, muka baby face. Wah, gila lo, Jun, simpenannya masih SMA."
Harjuna langsung menendang pantat Adam sampai membuat pria itu nyaris terjatuh.
"Udah gue bilang, dia bukan simpenan gue?"
"Ya terus apa?"
Harjuna menghela napas, kemudian melirik Kumala dan Adam bergantian.
"Adek gue juga."
"WHAT?! Adek lo? Bentar, bentar, gimana ceritanya? Ya kali mama tiri lo itu lahiran, anaknya langsung segede gini? Padahal nikahnya sepuluh tahun yang lalu ya? Eh, mana ada anak SMA umur sepuluh tahun! Eh, lo paling umurnya udah enam belas, kan?"
Kumala tak menanggapi pertanyaan Adam. Kenapa orang ini absurd sekali? Beneran adiknya Harjuna? Wajah sih mirip, tapi kelakuan? Bagai air dan api.
"Atau jangan-jangan, mamih pernah lahiran anak ketiga, terus anaknya diculik. Terus ketemu sama lo, dan belum ngomong ke mamih. Hayoloh!"
Tuh, kan pikirannya absurd.
Sekali lagi, Harjuna menendang pantat Adam. Seketika ia malu sendiri di depan Kumala, ia yang biasanya berwibawa, tiba-tiba jadi ikut tak berakhlak begini karena Adam.
"Lo kebanyakan main sinetron, sampe halu ke real life."
"Eh, Kumal, ngomong-ngomong, lo tau nggak siapa gue?" Tiba-tiba Adam bertanya dengan muka songongnya, mengalihkan topik.
"Tahu. Kak Adam, kan? Adeknya Kak Juna. Tadi baru aja disebut."
Jawaban Kumala seketika membuat Adam berdecak, dan memutar bola matanya gemas. "Maksud gue, lo nggak pernah liat gue sebelumnya gitu?"
Kumala menaikkan alisnya sebelah sembari berpikir, mencoba mengingat memangnya mereka pernah bertemu di mana. Namun, tak ada ingatan akan pertemuan mereka sebelumnya.
"Lo nggak pernah nonton tipi apa?"
"Pernah."
"Pernah liat gue di tipi?" Pertanyaan Adam dibalas dengan gelengan kepala, sehingga membuat pria itu mendesah berat. Entah alien dari mana yang ia temui ini, pikir Adam. "Makanya coba sekali-kali nyalain chanel ITV jam delapan malam."
Otak pintarnya Kumala seketika konek dengan yang dimaksud Adam.
"Kak Adam itu artis?"
"Nah, tepat!" Seru Adam semangat, namun lemas kembali. "Ah, udahlah, males gue kalo lo nggak pernah liat gue di tipi."
"Udah? Udah ngomongnya? Sekarang, pulang!" Harjuna kembali memerintah Adam.
"Apa sih? Buru-buru banget ngusir gue, minimal kasih makan dulu kek, baru ngusir."
"Nggak! Lo--"
"Kumal, lo masak apaan? Gue liat ya..." Adam langsung ngacir ke dapur dan melihat-lihat makanan apa saja yang tersimpan.
Harjuna menggeram kesal akan tingkah petakilan Adam.
"Btw, lo hutang penjelasan ke gue, kenapa dia bisa jadi adek lo?" Kata Adam seraya menggigit buah anggur yang ia colong dari meja makan.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
TERIKAT
Romance[status: revisi, re-publish, on going] Harjuna Mahendra punya kesalahan yang sangat besar kepada Kumalasari. Kesalahan yang mungkin tak 'kan bisa termaafkan, membuatnya seringkali mimpi buruk akan hal itu. Dengan kesediaannya, ia pun mengurus segala...