10. Dara

4.9K 744 21
                                    

BAB 10

"Jun, ada tamu."

Harjuna yang sejak tadi berkutat dengan pekerjaannya, tiba-tiba didatangi Shaka-asistennya.

"Siapa?"

"Cewek cantik, Jun. Katanya nama dia Dara."

Harjuna mencoba mengingat nama Dara yang hampir terlupakan. Ah, ia baru ingat akan tiga hari yang lalu, pertemuan dua keluarga yang melibatkan perencanaan pernikahan.

"Suruh masuk aja," kata Harjuna kembali mengalihkan atensinya pada layar macbooknya.

Tak berapa lama, pintu ruangannya dibuka dan tampaklah perempuan cantik. Mengenakan dress tanpa lengan dan menampakkan kaki jenjangnya. Dara tersenyum manis pada Harjuna, di tangannya tergenggam sebuah paper bag yang Harjuna sendiri tak ingin repot-repot memikirkan benda apa di dalamnya.

"Hai." Sapa Dara seraya berjalan ke arah meja Harjuna dan duduk di depan pria itu. Ekor matanya melihat-lihat isi ruangan Harjuna yang sebetulnya tak seluas ruang kerja ayahnya. Ada banyak buku tersusun rapi di raknya, serta sofa berwarna merah kecokelatan.

"Ada perlu apa?" Tanya Harjuna, to the point. Ia hanya melirik sekilas kepada Dara, dan tetap bekerja pada macbooknya.

"Emang nggak boleh dateng ke kantor calon suami?"

Pertanyaan Dara berhasil menghentikan atensi Harjuna dari kerjaannya. Ia lantas memandang Dara yang masih tersenyum lebar. Senyum yang Harjuna akui sungguh menawan. Wah, ternyata gadis ini sudah terlalu frontal menyebut Harjuna sebagai calon suami. Belum juga apa-apa sudah mengklaim.

Harjuna berdeham pelan, membasahi tenggorokannya yang tadi mengering.

"Dara, mungkin kamu salah paham soal pembicaraan waktu makan malam itu."

"Maksudnya?" Alis Dara menaik sebelah, belum menangkap maksud dari perkataan Harjuna.

"Saya tidak benar-benar mengatakan itu. Jadi ... saya harap kamu tidak mengambil serius soal perjodohan itu."

Senyum Dara sedikit memudar kala Harjuna menyuruhnya mundur secara halus.

"Nggak papa, kita jalanin aja dulu," kata Dara kembali menaikkan senyumnya. "Mungkin aja kalau kita sudah saling kenal, bisa aja kita memang beneran berjodoh."

Harjuna mendengus pelan, namun mengangguk juga pada akhirnya. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada kerjaan. Suasana pun hening selama beberapa detik.

"Oh iya, kamu mau makan siang? Ini, aku bawain makanan loh, aku masak sendiri."

Harjuna melirik sekilas ke arah paper bag yang dibawa Dara tadi, isinya ternyata bekal makanan yang ketika dikeluarkan wanginya sudah menyapa hidung Harjuna. Tadi katanya perempuan itu yang masak sendiri? Harjuna tidak yakin soal itu, dilihat dari hiasan kuku panjang Dara. Mana mungkin tangan seperti itu mau menyentuh dapur. Harusnya kuku-kuku panjang itu sudah hancur dimakan pisau dapur.

"Belum waktunya makan siang."

Jam masih menunjukkan pukul sebelas, masih terlalu awal untuk makan siang. Biasanya Harjuna akan makan siang satu setengah jam lagi.

"Kalau gitu, bekalnya aku taruh sini, ya." Dara kembali memasukkan bekal makanan yang tadi sudah sempat ia keluarkan dari paper bag, lantas meletakkannya di area kosong meja Harjuna.

Harjuna hanya berdeham pelan menanggapi, ia masih berkutat dengan pekerjaannya. Meski sebetulnya ia sedikit terganggu dengan keberadaan Dara di ruangannya.

Karena Harjuna sibuk sendiri dengan pekerjaannya, Dara pun ingin mengambil kesibukan sendiri. Ia melangkah menuju rak buku dan mengambil asal satu buku tebal. Ternyata itu adalah buku bisnis, yang isinya cukup membuatnya mendadak pusing. Ketika ia ambil buku lain, ternyata sama juga.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang