27. pulang

4.3K 713 51
                                    

BAB 27

Harjuna:

Tadi abis beli ini.

*send pict

Kumala:

Ih, mauuu.

Kuma kangen sama martabaknya A' Didin

Harjuna:

Ntar pas kamu pulang ya

Kumala:

Kenapa nggak dikirim aja ke sini?

Harjuna:

Sampe sana jadi jamur

Lagi apa kamu?

Kumala:

Tiduran sih

Pengen bobo

Kumala masih mengetik hendak membalas lanjutan chatnya. Namun belum selesai mengirim chat lanjutan, tiba-tiba saja Harjuna menelepon. Kumala berdeham untuk mengatur suaranya sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa nggak tidur?"

"Ini mau tidur," jawab Kumala sekenanya ketika Harjuna melontarkan pertanyaan begitu panggilan tersambung.

"Oooh, minggu depan aku mau ke Hangzhou."

Mendengar rencana itu, Kumala seketika melotot. "Ngapain?"

"Kok ngapain? Yah mau nengokin kamu lah," kata Harjuna santai, lantas berdeham singkat.

"Kan katanya Kak Juna bakalan datang ke sini dua bulan lagi, pas acara wisudanya Kuma."

"Iya, emang. Cuma kan, aku datang minggu depan karena urusan bisnis juga. Ke Shanghai sih, tapi sekalian aja mampir ke Hangzhou deh ketemu kamu."

Kumala menggigit bibirnya mendengar itu. "Berarti boleh dong bawa martabaknya."

"Hm, kalo inget. Tapi nggak usah deh, nanti udah berjamur."

Mendengar itu, Kumala hanya bisa manggut-manggut saja mengiyakan. Kemudian mereka lanjut membicarakan hal-hal random yang mereka lalui selama menjalani long distance relationship. Udah kayak pacaran aja.

Sudah empat bulan berlalu, akhirnya Harjuna kembali ke Jakarta dari Hangzhou. Sekarang mereka menjalani hubungan jarak jauh. Berkomunikasi lewat wechat dan membicarakan hal-hal yang random.

Ada satu fakta yang tentang Harjuna yang membuat Kumala sempat terkejut yang baru ia tahu dari cerita pria itu sendiri. Sebulan setelah Kumala kabur ke Hangzhou, Harjuna akhirnya menikah dengan Dara. Namun pernikahan mereka tidak lama. Enam bulan setelah mereka menikah, mereka pun bercerai. Alasannya, karena ternyata Dara melahirkan seorang anak yang bukan dari Harjuna, melainkan laki-laki lain. Jangankan tes DNA, bahkan fisik anak tersebut sudah jelas bukan mirip Harjuna. Anak yang dilahirkan Dara memiliki mata abu-abu, sementara Harjuna maupun Dara sama-sama memilik warna hitam kecokelatan. Karena itu pula, Papanya Harjuna pun kecewa karena dibohongi selama ini. Pernikahan mereka hanya digunakan untuk menutupi aib dari anak sahabatnya sendiri.

***

"Digital camera ini punya kamu?"

Kumala yang tengah sibuk mengepak barang-barang ke dalam koper lantas menoleh pada Harjuna yang kini memegang sebuah kamera.

"Iya. Kuma beli bekas udah lama."

"Sejak kapan kamu suka fotografi?" tanya Harjuna lagi seraya mengutak-atik isi galeri dalam kamera digital tersebut. "Bagus-bagus juga nih fotonya."

"Udah lama sih, sejak Kuma masuk SMA. Pas Kuma iseng-iseng foto, terus lama-lama jadi suka."

"Oh, kok aku baru tahu ya?"

Ya iyalah, orang situ sibuk kerja. Mana pernah kepikiran hobinya Kuma apa. Pikir Kumala.

Kumala hanya mengedikkan bahunya dan terus mengemas beberapa pakaian ke dalam koper. Ia terperanjat ketika merasakan cahaya kilat dan bunyi jepretan. Kumala hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa menoleh pada Harjuna karena sepertinya baru saja dipotret.

"Tapi kameranya kayak udah tua ya," ujar Harjuna seraya melihat hasil foto candid Kumala yang baru ia ambil barusan. "Mau dibeliin yang baru, nggak?"

Mendengar itu, Kumala langsung melebarkan senyumnya dan menoleh pada Harjuna. "Mauuu! Kuma pengen kamera canon yang terbaru."

Harjuna menaikkan sebelah alisnya sembari mengamati wajah ceria Kumala. "Giliran mau dibeliin kamera aja langsung semangat kamu. Dari tadi packing-packing mukanya lesu banget. Kenapa? Nggak suka mau balik ke Jakarta?"

Karena sejak tadi Harjuna lihat-lihat, Kumala nampak tak bersemangat ketika mengepak barang-barangnya untuk dibawa ke Jakarta. Oh ya, Kumala baru saja menyelesaikan kuliahnya, dan tentu saja Harjuna hadir di hari wisudanya. Esok harinya, mereka sudah berencana untuk kembali ke Jakarta. Namun, melihat tingkah laku Kumala yang sepertinya malas-malasan ketika tahu hendak kembali ke negeri asal mereka, Harjuna semakin yakin Kumala tidak berkeinginan untuk ikut bersamanya.

Kumala menghela napas berat. "Kuma masih belum ketemu sama Ibu," ujarnya dengan nada lesu. Itu benar, ia masih berharap bisa bertemu dengan Ibunya. Namun selama empat tahun pencarian, ia tidak bisa menemukan jejak ibunya sama sekali.

Berdeham pelan, Harjuna berjalan menghampiri Kumala. Ia meraih kedua bahu gadis itu sehingga membuat mereka berdiri dengan saling berhadapan.

"Kamu pasti ketemu Ibu kamu nanti. Pasti," ujar Harjuna, meyakinkan Kumala.

"Itu berarti Ibunya Kuma masih hidup?"

Harjuna mengangguk. "Kalau kita cuma fokus mencari di satu tempat, ditambah lagi info-info yang kamu dapat kurang akurat, kayaknya bakalan sulit. Mungkin kalau kita balik ke Indonesia, terus cari-cari info tentang Ibu kamu di sana. Well, siapa tahu sebenarnya dia sudah pulang ke Indonesia." Harjuna beralasan, siapa tahu hati Kumala jadi tergerak jadi semangat untuk pulang.

Kumala tampak berpikir sejenak, sambil manggut-manggut pelan. "Benar juga, ya. Kenapa Kuma baru kepikiran sekarang, ya?"

Harjuna tersenyum penuh arti lantas mengacak rambut Kumala dengan gemas. Tanpa Kumala tahu, Harjuna sebenarnya sudah menyimpan sebuah kunci untuk harapan Kumala. Namun ia tidak bisa memberitahunya sekarang. Nanti saja ketika mereka sudah sampai di Jakarta. Yang terpenting sekarang, ia bisa membawa Kumala pulang.

***

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang