"Berhenti senyum-senyum!"
"Salah kamu, makanya berhenti bikin aku senyum!"
_____________________________________________
Buat kamu yang nemuin cerita sederhana ini dan nyempetin buat baca, makasih ya!💗
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rara sampai di rumah dan tidak mendapati kehadiran Seno sama sekali. Tampaknya laki-laki itu belum juga pulang.
"Assalamualaikum, Ra!"
Rara menghentikan langkahnya yang baru saja hendak menuju kamar. Ia beralih berjalan ke pintu ruang tamu untuk membukakan Seno pintu. Akhirnya dia pulang.
"Waalaikumsalam," jawab Rara datar kemudian segera berbalik menuju kamar.
Seno menahan tangannya, "Tunggu dulu!"
"Apa?"
"Kamu marah sama saya?" tanya Seno. "Maafin saya, Ra. Saya tadinya gak mau pergi sama Erin, tapi gak enak sama dia."
Tidak enak katanya? Lalu bagaimana dengan Rara yang menunggunya berjam-jam di depan cafe? Untung saja ada Rehan yang bersedia membujuknya dan mengantar dirinya pulang. Jika tidak, mungkin sampai sekarang Rara masih akan menunggu Seno menjemput.
Rara terkekeh, "gak papa kali."
"Maafin saya..." Seno menarik Rara masuk ke dalam pelukannya.
"Lo gak perlu minta maaf ... gue paham kok kalo sebenernya gue gak ada artinya sama sekali dalam hidup lo."
Seno menatap Rara lekat, "maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Kamu segalanya bagi saya, Ra. Kamu orang yang paling saya sayang setelah Mami saya."
"Tapi gue sama sekali gak pernah ngeliat buktinya kak," jawab Rara.
"Kamu butuh bukti yang kayak gimana? Saya makin gak paham, kamu bahkan gak ngasih tahu apa salah saya yang bikin kamu semarah ini."
"Lo gak tahu salah lo dimana?" Rara melepaskan pelukan Seno, "apa gak cukup jelas semua yang udah lo lakuin ke gue malam ini?"
"Maafin saya, Ra. Saya juga tadi pengen cepet pulang dan jemput kamu, tapi Erin terus-terusan nahan saya."
"Lo emang hobi banget ya nyakitin gue! Mau sampe kapan coba lo kayak gini?" tanya Rara sambil menatap suaminya itu dengan tajam. "Kapan lo bisa sadar? Lo tahu gak sih kalo gue tuh cemburu, kak! Cemburu!"
Seno sedikit terkejut dengan ucapan Rara tadi. Karena untuk pertama kalinya ia mendengar pengakuan bahwa Rara sedang cemburu.
"Kamu ... serius? Gak lagi mabuk atau kenapa-napa kan?"
Rara mendorong bahu Seno, membuat laki-laki itu sedikit terdorong ke belakang. "Bodo amat lah! Lo gak pernah ngerti emang, hobi nya nyakitin gue mulu!"
"Jelasin dulu ke saya, sekarang kamu maunya apa?" Seno masih menahan lengan Rara.
"Udah ah! Gue capek," jujur saja saat ini Rara sedang menahan rasa malunya karena telah mengaku cemburu kepada Seno. Ia ingin berlari ke kamar, tapi Seno malah menahannya.
"Saya minta maaf, Ra."
Rara diam dan menunduk, ia tidak berani menatap wajah Seno.
"Maaf karena udah biarin kamu pulang kemalaman..."