DUA PULUH TUJUH

96 13 9
                                    

Siang ini, setelah kembali dari kantin Rara dan ketiga sahabatnya berkumpul di kelas untuk membicarakan masalahnya dengan Deka, juga tentang Rara yang sudah berbohong kepada Seno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang ini, setelah kembali dari kantin Rara dan ketiga sahabatnya berkumpul di kelas untuk membicarakan masalahnya dengan Deka, juga tentang Rara yang sudah berbohong kepada Seno.

"Seharusnya lo langsung ngomong aja ke Seno. Heran gue, begonya Rara emang udah mendarah daging."

Rehan dan Jena mengangguk seakan setuju dengan yang Bobi katakan. Rara sebenarnya juga setuju, tapi yang Bobi katakan lebih mengarah ke ejekan dibandingkan saran. Ah, terkadang Rara jadi berpikir, kenapa ia mau-mau saja bersahabat dengan manusia yang menyebalkan seperti Bobi?

"Lo bener sih, Bob," kata Rehan. "Tapi jangan pake ngatain bego juga."

"Iyain aja kalo Bobi ngomong, soalnya umur gak ada yang tahu," sahut Rara yang langsung dihadiahi tatapan sinis oleh Bobi.

"Eh, balik lagi ke topik." Jena memukul meja agar ketiga sahabatnya itu kembali fokus dengan apa yang mereka bahas saat ini. "Gue mau tanya, Ra. Apa alasan lo gak mau jujur ke Kak Seno?"

"Em, seperti yang udah gue bilang waktu itu. Gue takut Kak Seno bakal marah ke Deka, atau bahkan sampe ngelakuin hal yang lebih dari itu. Misalnya mukul, atau sampe ngeluarin cowok itu dari sekol—"

"Idih, dia geer," ucap Bobi sambil menunjuk Rara. "Jauh banget pikiran lo. Mana mungkin Seno mau ngelakuin itu semua demi lo, sok penting. Coba aja tadi malem lo udah jujur ke Seno, pasti sekarang urusan lo udah kelar."

"Astagfirullah, gak semudah itu sipit!" Rara menoyor kepala Bobi cukup keras. "Gue tuh tahu Kak Seno orangnya kayak apa. Dia tuh bisa dibilang terlalu lebay lah."

"Jadi, alasan lo cuma itu doang?" tanya Jena dengan tampang serius seakan tidak memperdulikan pertengkaran kecil antara Rara dan Bobi barusan.

"Iya, itu doang."

"Bener, nih?" Rehan ikut bertanya, cowok itu sama seperti Jena yang masih merasa kurang yakin dengan jawaban yang Rara berikan.

"Ya, beneran, Han. Emangnya alasan apa lagi yang perlu gue kasih tahu?"

"Lo ... gak lagi naksir si kerempeng, kan?" Mata Rehan menyipit, menatap Rara penuh curiga. "Soalnya aneh aja, lo kayak lagi berusaha buat ngelindungin tuh cowok."

"Ih, bener!" seru Bobi sambil memasukkan keripik singkong ke dalam mulutnya. "Jangan aneh-aneh deh, Ra. Lo sama Seno belum punya anak, jangan cerai dulu. Gue kepengen liat muka anak lo, burik kayak emaknya atau enggak."

Rara memukul kepala Bobi menggunakan buku yang ia ambil dari atas meja. "Sembarangan lo kalo ngomong. Gue gak ada perasaan apa-apa sama Deka. Yang bener aja gue naksir tuh cowok. Gue sukanya sama Kak Seno doang!"

"Udah, woi, udah." Jena melerai. Ia jadi pusing karena melihat perdebatan tidak penting antara ketiga sahabatnya. "Jadi, apa rencana Lo, Ra? Mau langsung nyamperin Deka, atau nunggu Deka yang nyamperin lo?"

"Kagak tahu gue, Na." Rara menjatuhkan kepalanya ke atas meja. "Kalo Deka gak nyamperin gue, terus tuh cowok udah lupa sama gue, Alhamdulillah. Tapi buat nyamperin dia secara langsung, gue kayaknya gak bisa deh. Mager soalnya. Gue juga gak tahu kudu ngapain."

Bobi mengelus kepala Rara, "kasian banget temen gue..."

Rara mendongak, menatap Bobi sambil tersenyum tipis. "Tumben banget lo baik, makasih udah perhatian sama gue ya..."

"Jangan geer lo." Bobi menjauhkan tangannya dari kepala Rara. "Gue perhatian sama lo karena gue profesional sebagai seorang sahabat."

"Profesional tai ayam!" seru Rara, Jena, dan Rehan secara bersamaan.

"Gue berasa kayak saudara tiri disini."

***

dekarvndra_
Ra...
Gw mau ngomong sama lo
Sebentar aja
Jangan menghindar please
Gw ke kelas lo sekarang

Rara mematung setelah membaca DM dari Deka. Jujur saja Rara takut. Ia takut Deka akan membentaknya seperti yang cowok itu lakukan beberapa hari yang lalu.

Tapi tetap saja, Rara tidak boleh menghindar lagi dari Deka. Ia harus menyelesaikan masalahnya secepat mungkin sebelum ini semua menjadi semakin rumit dan Seno mengetahuinya.

"Na!" Rara menepuk-nepuk pundak Jena yang duduk di sebelahnya, "lo bisa pergi bentar, gak?"

Jena mengernyit heran mendengar apa yang barusan Rara katakan. "Ih, kenapa? Kok ngusir sih?"

"Gak gitu..." Rara refleks menepuk jidatnya, dia belum memberitahu Jena kalau Deka akan kesini, tapi sudah menyuruh gadis itu untuk pergi. "Deka mau kesini, mau ngomong sama gue. Jadi lo pergi aja ya? Biarin gue berdua aja sama Deka, gue bakal urus masalah gue sama dia sampe selesai."

"Gak!" jawab Jena tegas. "Gue gak mau ninggalin lo sama cowok sialan itu berdua doang di kelas."

"Lah, masa iya gue harus ngobrol sama Deka di depan lo?"

Jena mengedarkan pandangannya ke seisi kelas. Tepat di pojok kelas, ada seorang siswi yang sedang duduk sambil membaca buku. Namanya Tita, murid terpintar dan selalu menjadi juara kelas. Jena berdiri, ia berniat menghampiri Tita sambil memantau Rara dan Deka dari sana.

Tidak masalah ia harus pura-pura mengobrol dengan Tita yang pendiam itu, yang penting Rara aman dan tidak kenapa-napa. Jena tidak ingin meninggalkan Rara dan Deka begitu saja. Jika terjadi apa-apa, memangnya Tita bisa membantu? Jena tidak yakin si kutu buku itu dapat membantu.

"Gue duduk deket si Tita. Gue pantau lo dari sana biar aman."

"Ya ampun, Jena baik banget." ucap Rara dengan tampang sedramatis mungkin. "Nanti gue traktir deh. Mau apa, coba bilang? Teh sisri? Cilok?"

"Gak usah makasih. Percuma laki lo kaya, tapi bininya jajan begituan."

"Pengen ngomong kasar..." kata Rara.

"Noh, si kerempeng udah dateng." Jena menunjuk jendela, disana terlihat Deka yang sedang berjalan menuju ke kelas mereka. Cewek itu langsung berlari menghampiri Tita. Ia akan memulai aksi memantaunya.

"Hai, Ra. Gue ganggu, gak?" Deka tersenyum, sementara Rara hanya menatap cowok itu datar.

"Mau ngomong apa, buruan. Gak usah lama-lama."

Deka menarik salah satu kursi kosong kemudian mendekatkannya ke meja Rara. Ia tahu, gadis itu pasti enggan bergeser ke tempat duduk Jena karena tidak ingin duduk terlalu dekat dengannya.

"Gue mau minta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu. Maafin gue karena udah berani bentak-bentak lo. Seharusnya gue gak boleh kayak gitu, tapi gue kebawa emosi. Maafin gue, ya?"

Cukup lama Rara terdiam. Ia menghela nafas panjang sebelum menjawab permintaan maaf Deka. "Iya, gue maafin."

Deka bernafas lega mendengar jawaban Rara. "Gue janji gak bakal suka sama lo lagi, Ra. Gue janji gak akan ganggu lo lagi. Perlahan-lahan, gue akan belajar buat ngelupain lo. Tapi...."

Rara menatap cowok itu dengan raut wajah bingung. Apalagi yang Deka inginkan sekarang? Rara kira urusannya dengan Deka akan selesai detik ini juga. Tapi sepertinya tidak semudah itu.

"Tapi, apa?"

"Gue ... pengen bisa ngabisin waktu bareng lo."

"Maksudnya gimana?"

"Izinin gue buat jadi pacar lo selama sehari aja."

☁️☁️☁️

Only You | Suho X JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang