SEMBILAN BELAS

122 17 13
                                    

Seno masuk ke rumah masih dengan perasaan kesalnya, sementara Rara terus mengiringi laki-laki itu dan berusaha meminta maaf meskipun tidak didengar.

"Kak, bisa dengerin penjelasan gue dulu, gak?"

"Kamu mau jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas, Ra. Sekarang saya ngerti kenapa tingkah kamu akhir-akhir ini aneh. Ternyata emang ada yang kamu sembunyiin dari saya."

Rara menarik lengan Seno dan membawa laki-laki itu duduk di tepi tempat tidur. "Yang lo liat tadi itu sama sekali gak bener. Gue sama Deka gak ada apa-apa, please jangan salah paham, Kak."

"Oke ... gue minta maaf karena udah bohong dan gak cerita apa-apa tentang Deka. Tapi lo harus percaya kalo gue gak berniat buat bikin lo marah, gue sama sekali gak ada niatan buat deket sama Deka."

Rara menggenggam tangan Seno, "maafin gue, Kak."

Seno menghela nafas, sejak tadi dirinya sama sekali tidak berani menatap Rara. "Kalau kamu emang gak bisa ngejalanin pernikahan ini dengan saya lagi, kamu bisa bilang. Kamu boleh jujur. Saya bakal lepas kamu."

"Hah?"

"Kamu mau bebas kayak temen kamu yang lain, kan? Ya, silahkan. Kalau emang itu yang kamu mau, lebih baik kita jalanin hidup masing-masing aja."

Rara tidak bisa menahan tangisnya lagi, detik ini juga air matanya benar-benar jatuh karena Seno. "Kak, lo ngomong apa sih? Kenapa lo jadi gini ke gue? Kenapa dengan mudahnya lo mau lepas gue dan milih buat jalanin hidup masing-masing?"

"Karena itu yang terbaik buat kamu." Seno berdiri, "Maaf, karena saya sudah merenggut masa remaja kamu. Gak seharusnya kamu hidup bersama saya dan meninggalkan kesenangan di masa sekolah kamu."

Rara menggeleng, ia terus menahan lengan Seno agar tidak pergi. "Tolong jangan kayak gini ke gue, Kak ... gue gak mau pisah sama lo. Maafin gue, Kak."

"Jangan pergi. Gue bahagia bisa kenal dan ketemu sama orang kayak lo. Tolong maafin gue, Kak."

"Lepasin saya, Ra."

"Enggak!" Rara menangis semakin keras. "Gue gak mau pisah sama lo! Gak mau!"

"Untuk apa kamu bertahan sama saya, padahal kamu sama sekali gak punya perasaan apapun buat saya." Seno perlahan melepaskan genggaman Rara dari tangannya.

"Tolong jangan tinggalin gue..."

Seno berjalan keluar dari kamar. Hatinya sungguh terasa sesak mendengar isakan tangis Rara. Ini pertama kalinya Rara bertengkar dengan dirinya.

"Saya istirahat di kamar sebelah. Kalau butuh apa-apa, kamu bisa bilang." Seno benar-benar keluar dari kamar, ia menutup pintu kamar dan meninggalkan Rara yang masih terisak di tempatnya.

Rara benar-benar tidak ingin kehilangan Seno.

Ia akui dirinya memang bersalah. Seharusnya dari awal ia jujur mengenai Deka kepada Seno. Seharusnya ia tidak menyembunyikan apapun dari Seno. Seno hanya ingin dirinya jujur, tapi kenapa Rara tidak menurutinya?

Bagaimanapun juga, Rara harus bisa mempertahankan hubungannya dengan Seno. Ia tidak ingin berpisah dengan laki-laki itu. Rara bahagia. Sangat bahagia bisa hidup bersama Seno.

Setelah perdebatannya dengan Seno tadi, Rara jadi menyadari sesuatu.

Dirinya sudah jatuh cinta kepada Seno.

"Kenapa baru sadar sekarang goblok..." Rara mengacak rambutnya kesal.

***

Makan malam kali ini tidak sama seperti biasanya. Seno hanya diam dan fokus dengan makanannya. Biasanya laki-laki itu akan memuji masakan Rara, tapi sekarang tidak.

Seno selesai makan lebih dulu. Saat Seno hendak merapikan alat makan miliknya, Rara menahan lengan laki-laki itu. Lagi.

"Biar gue aja, Kak."

Seno meletakkan kembali piring bekas makannya, kemudian ia masuk ke kamar meninggalkan Rara yang masih menatap kepergian suaminya itu.

Rara tidak bisa terus-terusan seperti ini. Baru didiamkan oleh Seno sehari saja rasanya ia sudah merasa sangat tersiksa.

Setelah membereskan semua bekas makan malam mereka tadi. Rara menyusul Seno ke kamar.

Pintunya sama sekali tidak dikunci. Rara mengintip dari luar apa yang sedang Seno lakukan. Suaminya itu sedang sibuk dengan laptop di pangkuannya.

Rara masuk perlahan, ia duduk di samping Seno. "Kak..."

"Kamu perlu apa?"

Rara rasanya ingin menangis, Seno sangat berbeda sekarang. Laki-laki itu tidak lagi tersenyum saat berbicara kepadanya, tidak lagi manja saat bersamanya. Apakah Seno serius ingin berpisah dengannya?

Tidak.

Rara tidak akan mau berpisah sampai kapanpun.

"Kak, gue mohon. Jangan tinggalin gue."

Rara menghela nafas panjang, sepertinya Seno benar-benar sudah benci kepadanya. "Gue kurang bersyukur selama ini. Seharusnya gue selalu berprilaku baik sama lo, seharusnya gue gak boleh kasar sama lo. Dan, seharus–"

Ucapan Rara terhenti saat Seno tiba-tiba saja memeluknya.

"Iya, Ra. Saya gak akan ninggalin kamu." Seno mengecup kening Rara berkali-kali.

Seno menangkup wajah istrinya itu, "Maafin saya, ya? Saya nyakitin kamu ya, tadi siang? Maafin saya...."

Rara diam. Ia terus mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Seno. Dirinya sangat rindu dengan berbagai ocehan dari suaminya ini.

"Maaf tadi udah bikin kamu nangis, saya janji gak akan bikin kamu nangis lagi. Saya menyesal udah bilang kalau saya mau melepas kamu. Kamu gak marah kan, sama saya?"

Rara menggeleng cepat kemudian memeluk Seno. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher laki-laki itu. "Jangan tinggalin gue ya, Kak? Jangan pernah cuekin gue lagi, ya? Janji!"

"Iya, sayang. Saya gak bakal ngulangin kesalahan kayak tadi siang. Seharusnya saya percaya sama kamu, bukannya malah ninggalin kamu begitu aja."

"Gak usah dibahas lagi. Yang penting kan sekarang kita udah baikan. Gue kangen sama lo, tahu gak?!"

Seno tertawa kecil, "saya juga kangen sama kamu."

Rara melepas pelukannya lebih dulu. Ia menarik nafas dalam-dalam kemudian menatap Seno lekat. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo..."

"Apa?"

"Bentar, gue mau nanya dulu. Lo cinta gak sama gue?"

"Kamu nanya apa sih? Jelas-jelas kamu udah tahu jawabannya, saya cinta sama kamu. Masih kurang percay-"

"Gue juga cinta sama lo."

Mata Seno terbelalak kaget, "hm, apa?"

"Budek ya, lo?"

"Ulang dulu, coba!"

"Gak ada ulang-ulang!"

"Ya udah, lagian saya udah denger kok." Seno tersenyum.

Rara tampak menahan senyumnya hingga membuat Seno tertawa gemas. Mereka berdua sekarang terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

"Gila, gue malu banget anjir!" Rara menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Diem gak, lo?! Gue getok kalo masih ketawa!"

Seno tertawa lepas, "aduh, perut saya sakit karena ketawa!"

"Udah ah, gue mau keluar aja!" Rara berlari keluar dari kamar meninggalkan Seno yang masih berusaha menghentikan tawanya.

"Eh, kok kamu ninggalin saya?! Katanya cinta!"

"Diem lo, monyet!"

☁️☁️☁️

Eh, kalian geli gak sih bacanya?🦖

Only You | Suho X JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang