"Terus, lo izinin?"
Rara menyandarkan tubuhnya pada kursi. Ia mengangguk lemah membuat Jena menatap gadis itu tidak percaya.
"Jangan nyari mati deh, Ra..."
Rara hanya diam. Ia juga masih bingung dengan keputusannya. Tapi, ia tidak sampai hati menolak permintaan Deka. Rara mengerti apa yang Deka rasakan, anggap saja yang diminta Deka sebagai hadiah perpisahan mereka.
"Kenapa gak sekalian aja lo izinin dia buat gantiin Kak Seno? Jadi laki kedua aja, noh sekalian." ucap Jena kesal.
"Tapi cuma sehari, Na. Gak ada salahnya gue nurutin Deka, cuma kali ini aja."
"Bisa banget alasannya. Modus."
"Sehari, Na! Sehari!" tegas Rara dengan penuh penekanan. "Setelah itu, gue gak bakal berhubungan lagi sama Deka. Urusan kita berdua bakal selesai."
"Hm, terserah lo aja deh. Hati-hati, jangan sampe Kak Seno tahu. Bisa berabe, entar."
"Iya, gue bakalan hati-hati."
Maafin gue, Kak. Maaf karena lagi-lagi gue bohong dan sembunyiin masalah gue dari lo. Batin Rara.
Ini terakhir kalinya. Rara berjanji.
☁️☁️☁️
Rara mengintip Seno dari balik tembok. Sekarang sudah jam pulang sekolah, dan Deka mengajaknya untuk jalan-jalan bersama.
Rara meringis saat melihat Seno yang menunggunya di parkiran. Laki-laki itu terlihat kepanasan, namun tetap berdiri di dekat mobilnya untuk menunggu Rara. Tapi apa yang Rara lakukan? Ia malah jalan-jalan dengan cowok lain sementara suaminya sudah repot-repot datang menjemput.
"Kasian laki lo kepanasan," ucap Jena yang berdiri di samping Rara.
Mereka hanya berdua saja. Rara dan Jena sepakat untuk tidak memberitahu Rehan dan Bobi karena tidak yakin dua makhluk itu bisa tutup mulut dan menjaga Rahasia. Dua cowok itu sudah pulang duluan karena dipaksa.
Rara menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya. Ia terus mengulangi hal itu untuk menenangkan dirinya. Rara mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu menghubungi Seno.
"Ha-halo, Kak..."
"Halo, Ra. Kamu kenapa belum nyamperin aku? Temen kamu yang lain padahal udah pulang, lho."
Rara meringis sambil mengintip Seno yang masih setia berdiri menunggunya. "A-aku ... mau jalan bareng sama Jena. Boleh ya, Kak?"
Rara bisa mendengar Seno menghela nafas panjang di seberang sana."Iya, boleh. Jangan pulang telat, ya? Hati-hati."
"Iya, Kak. Aku cuma sebentar kok."
"Selama kamu jalannya bukan sama cowok sih gak masalah."
Rara terdiam. Ia merasa bersalah karena sudah membohongi Seno, padahal suaminya itu sangat mempercayai dirinya.
Seno tertawa, membuat Rara kembali tersadar dari lamunannya. "Aku bercanda. Kamu udah lama gak main bareng temen kamu, aku gak ngelarang kok. Udah ya, aku tutup. Dah..."
"Dah..."
Rara kembali mengintip Seno setelah sambungan telepon terputus. Setelah memastikan Seno benar-benar pergi, barulah dirinya dan Jena melangkah keluar dari tempat mereka tadi.
"Gue gak bisa nemenin lo, Ra. Maaf ya? Lo tahu sendiri kalo gue pulang telat, nanti kena omel sama Bunda."
Rara tersenyum, "gak papa, lo pulang aja, Na. Gue bakal aman, kok."
"Beneran ya, Ra? Aduh, gue gak tenang ninggalin lo berdua doang sama si kerempeng." Jena tampak khawatir, ia ingin menemani Rara agar sahabatnya itu tidak kenapa-napa. Tapi, ia lebih takut lagi dengan omelan Bundanya yang sudah menunggu di rumah.
"Gak usah khawatir, lagian gue cuma sebentar. Percaya sama gue, Na."
"Kalo ada apa-apa, langsung telepon gue atau Kak Seno, ya? Jangan diem doang."
"Iya, Na." jawab Rara. "Deka udah dateng, noh. Mending lo pulang sekarang." lanjut Rara setelah melihat Deka berjalan menghampirinya.
Jena mengangguk singkat, kemudian bergegas pergi meninggalkan Rara yang kini hanya berdua saja dengan Deka.
Cukup lama mereka saling diam. Entah apa lagi yang Deka tunggu, padahal kan Rara ingin cepat-cepat mengakhiri ini semua. Ia ingin cepat pulang, agar bisa bertemu dengan Seno.
"Em, lo mau ngajak gue kemana?" tanya Rara memulai pembicaraan.
"Gue cuma pengen ngobrol doang sama lo. Kita ke Cafe aja, gimana?"
"Terserah, asal urusan kita berdua cepet selesai. Lo tahu gak sih, gue udah bohong sama Kak Seno cuma karena permintaan konyol lo ini."
"Maaf," kata Deka. "Ini permintaan terakhir gue sebelum bener-bener ngejauh dari lo. Setelah ini gue janji, gak akan lagi deketin lo dan gue bakal menghindar dari lo."
"Ya udah, buruan."
Deka menggiring Rara menuju ke motornya. Deka memberikan helm yang sebelumnya telah ia pinjam dari temannnya untuk Rara. Rara meraih helm itu dengan kasar dari tangan Deka sementara Deka hanya bisa menghela nafas panjang. Ia tahu Rara sedang kesal karena permintaan anehnya ini.
Deka tidak berbohong. Ia sungguh-sungguh akan menjauhi Rara setelah ini. Permintaannya untuk menjadi pacar Rara selama sehari ia anggap sebagai hadiah perpisahan sebelum benar-benar kehilangan Rara.
Deka hanya ingin sedikit mengobrol dengan gadis itu mengenai perasaannya. Tanpa emosi seperti saat terakhir kali dirinya yang membentak Rara. Ia ingin memberitahu Rara kalau ia sudah menyukai gadis itu sejak lama, meski sampai kapanpun Deka tahu bahwa perasaannya tidak akan pernah terbalas.
"Pegangan, Ra..." kata Deka saat Rara sudah naik ke atas jok motornya.
Rara melotot, "enggak!"
"Nanti lo jatoh."
"Lo kira gue bocil, apa? Gak usah modus deh."
"Kalo lo jatoh, gue gak tanggung jawab ya. Soalnya kan gue udah ingetin lo buat pegangan, tapi lo nya gak mau."
"Diem!" Rara mengalah, ia akhirnya memilih untuk memegang ujung hoodie yang sedang Deka kenakan.
"Gitu dong dari tadi."
"Lo pengen banget gue tampol, ya?! Buruan jalan!"
Deka tertawa gemas melihat wajah kesal Rara lewat spionnya. Bukannya terlihat menyeramkan saat marah, gadis itu malah terlihat sangat imut di mata Deka.
"Oke, cantik. Kita meluncur sekarang!"
☁️☁️☁️
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You | Suho X Jisoo
Fanfiction"Berhenti senyum-senyum!" "Salah kamu, makanya berhenti bikin aku senyum!" _____________________________________________ Buat kamu yang nemuin cerita sederhana ini dan nyempetin buat baca, makasih ya!💗