Bagian 21.

408 85 28
                                    

"Pasti membosankan sekali, ya?"

Haru membantah, "Tidak, kehidupan rumah tanggaku menyenangkan. Memang begitu namanya hidup, bukan? Tidak selalu tentang kebahagiaan, tapi juga rasa sakit."

Jiyeon menatap Haru sedih. Setelah mendengarkan cerita dari Haru mengenai kesehariannya selama menikah dengan Hoseok, Jiyeon merasa berempati. Untuk seorang perempuan yang sudah menikah, hal yang paling penting adalah menjadikan suami sebagai prioritas. Setidaknya, itu yang dipikirkan oleh Haru.

Haru merasa, tidak seharusnya ia membantah atau menolak apa pun yang suaminya katakan. Haru sangat mengerti bagaimana kondisi keluarganya, ia tidak mau membuat Hoseok kesulitan bahkan menambah beban.

Namun, Jiyeo tidak setuju. Pernikahan bukan hanya tentang suami atau perorangan. Melainkan tentang dua orang dewasa yang disatukan dalam satu atap untuk selamanya. Entah akan berapa lama selamanya itu berakhir. Tidak ada yang tahu, tetapi Haru hanya perlu menjalaninya sebaik mungkin dengan bahagia. Tanpa membebani dirinya sendiri hanya untuk kepentingan salah satu dari mereka.

"Haru-ya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup bersama Hoseok. Apa dia membuatmu menderita?"

"Tidak, Eonnie." Haru menyanggah dengan cepat. "Oppa tidak seburuk itu. Kami saling mengerti keadaan masing-masing. Meskipun terkadang aku akan menjadi sangat keras kepala, atau bahkan tidak mendengar ucapannya. Tapi Hoseok oppa suami yang baik. Kami banyak belajar. Kami memilih."

Memilih untuk bahagia dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

"Hidup ini sangat singkat. Jangan bersedih. Nikmati saja prosesnya, kalau Hoseok berubah menjadi brengsek, datang padaku. Biarkan aku yang mengahajarnya karena sudah berani membuat perempuan ssbaik dirimu menanggung banyak rasa sakit."

Haru merengek, "Eonnie, itu berlebihan."

"Hei, itu benar. Aku akan melakukannya," ucap Jiyeon bersungguh-sungguh.

"Terima kasih. Aku akan menjamin semuanya baik-baik saja setelah ini," sahut Haru meyakinkan.

Jiyeon mengangguk. "Memang harus seperti itu," serunya menggebu-gebu. "Lalu kapan kau punya anak? Kau tidak mau menggendong bayi?"

Haru bersemu, ia mengulum bibirnya malu. "Aku mau, tapi itu semua tidak instan. Kami harus sedikit berusaha."

Jiyeon mengerling usil. "Bukankah sudah terlambat untuk itu? Sudah 2 tahun, lho."

"Eonnie ...," Haru merengut. "Akan kupastikan apa yang kau mau, dan apa yang kami harapkan segera terwujud."

Jiyeon tersenyum lebar. "Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja. Aku siap ada untukmu. Setelah ini kau mau ikut denganku tidak?"

Haru menyesap jus stroberi yang sudah dipesan sebelumnya, kemudian bertanya. "Kau mau pergi, Eonnie? Ke mana?"

Jiyeon mengangguk. "Iya, aku harus pergi. Ibu memintaku untuk memeriksa persiapan seminar secara keseluruhan, Ibu ingin semuanya harus direncanakan secara matang mulai dari tempat, tools, susunan acara, MC, panitia dan sebagainya."

Haru terperangah. "Wow ... terdengar sibuk sekali."

"Ya, tapi Ibu sudah menyiapkan ini jauh sebelum rencana seminar ini diadakan. Aku yakin Ibu dan para pekerjanya sudah mengerjakan ini lebih awal."

"Aku ingin ikut, aku akan membantumu."

"Itu bagus. Kita pergi sekarang?"

Haru mengangguk. Kemudian keduanya beranjak pergi meninggalkan restoran yang menjadi tempatnya singgah untuk makan siang.

Tickin' [Jung Hoseok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang