"Oppa, apa aku boleh tahu ..., satu hal?"
Haru mengerang pelan saat Hoseok menggigiti kulit lehernya.
"Oppa? Mmhㅡ"
Haru menggiti bibir bawahnya dengan kuat begitu Hoseok ganti mengisap lehernya, memberikan kecupan-kecupan kecil di sana hingga turun ke tulang selangkanya secara teratur.
"Ya. Apa itu?" Hoseok menjawab setelah sebelumnya Haru meremas rambut bagian belakangnya dengan agak keras, karena Hoseok seolah tak mau pergi dari perpotongan lehernya.
"Kenapa, kenapa kau tak pernah mau menyentuhku?"
"Apa itu sebuah pertanyaan?"
"Ya."
"Apa itu yang ingin kau tahu?"
Haru mengangguk sebagai jawaban.
Rasanya seperti mimpi yang selalu Haru inginkan di hidupnya setelah menikah dengan Hoseok. Dahulu adalah yang paling membahagiakan, ketika Hoseok pertama kalinya menjadikannya sebagai miliknya seutuhnya, lalu Haru ingin mengulanginya lagi untuk mencapai satu tujuan yang sangat diidamkannya. Bahwa ia ingin menjadi orang tua, dan menjadi seorang ibu.
"Tidak. Kau salah."
Haru terdiam sembari menatap kedua mata Hoseok yang dalam.
"Aku selalu menginginkanmu, setiap harinya."
Haru nyaris tersedak ludahnya sendiri ketika Hoseok tiba-tiba menyentuh pinggangnya dan mengusapnya pelan. "T-tapi kau selalu mengacuhkanku," lirihnya pelan.
"Lalu apa yang mestinya kulakukan, hm?"
Haru tidak mengerti, apa maksud dari pertanyaan itu. Yang pasti, Haru sangat yakin jika saat ini, detik ini juga, Hoseok dan dirinya sama-sama menginginkan satu sama lainnya.
"Kau tahu keadaannya sangat tidak memungkinkan untukku memberikan apa yang kau mau, Haru-ya," Hoseok mendekatkan wajahnya ke sisi kiri wajah Haru. "Semuanya terasa berat untukku. Aku ingin menyelesaikan semua hal rumit yang ada di keluargaku. Kau tahu maksudku?"
Haru tidak bodoh untuk tidak mengerti. Ibu mertuanya, pusat dari segala ketakutan dan kekhawatirannya selama ini. Hoseok ingin Haru diakui oleh ibunya, bahwa Haru adalah pendampingnya, istrinya, perempuan satu-satunya yang dicintainya. Hoseok hanya ingin ibunya melihat Haru, dengan hatinya, dan menerimanya dengan cinta dan kasih sayang.
Jika semuanya telah terpenuhi, maka tak ada ragu baginya untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya kelak. Hoseok tak bisa membayangkan kalau anaknya akan mendapat kebencian serupa dari keluarganya, terlebih ibunya.
Memikirkannya saja membuat Hoseok nyaris gila rasanya, anaknya tidak berhak mendapatkan hal sekejam itu.
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Haru, suaranya mendadak serak dan parau. "Itu sebabnya kau menundanya? Oppa," Haru memegangi wajah Hoseok, memintanya untuk mentapnya. "Aku percaya padamu. Kau tahu betul siapa aku. Pernikahan ini, adalah apa yang aku inginkan. Kalau luka ini tidak bisa dihentikan, maka berikan aku sedikit kebahagian."
Keduanya saling menatap. Dada Haru berdebar. Tatapan Hoseok menenggelamkannya ke dalam rawa yang dangkal tapi gelap. Ia merasa seperti telah terikat oleh akar-akar teratai yang bersulur saling mengikat. Ketika Hoseok menciumnya, ia tak berkutik.
"Ya, Tuhan ... Aku sangat mencintai Jung Hoseok," bisiknya dalam hati. "Sangat mencintainya."
Sehabis mencium, Hoseok menatapnya lagi lalu berkata, "Maaf, aku mungkin terlihat seperti pengecut. Aku suami yang payah. Maaf, kalau kau merasa aku tidak percaya padamu, tapiㅡ"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tickin' [Jung Hoseok]
FanfictionWaktu terus berdetak. Waktu terus berlalu. Awan tersebar di langit. Menuju lampu lalu lintas yang rusak. Marriage Life. Jung Hoseok Fanfiction. 20/12/2019.