Dalam glamornya kehidupan, akan selalu berdampingan dengan kemewahan. Namun, selalu ada darah, keringat, dan air mata di setiap perjuangan dan pencapaiannya. Di balik itu semua, selalu ada kelam yang berdampingan. Dahulu, dia bukanlah siapa-siapa. Dia hanya remaja yang sejak dilahirkan tak tahu siapa orang tuanya. Dipandang sebelah mata dan ditatap rendah bukan lagi hal baru untuknya dapatkan. Merasa dikasihani pun tak luput dari sasaran. Ketika berada di lingkungan yang menjunjung tinggi status sosial jelas perbedaan itu sangat terlihat. Dia adalah yang terasingkan dan dikesampingkan. Dia berbeda, stratanya jelas tak bisa disandingkan.
"Kau itu hanya anak dari panti asuhan yang makan dan tidur dari donasi yang ayahku salurkan. Seharusnya kau tundukkan pandanganmu."
Menjadi tangguh tidaklah cukup apalagi jika harga dirimu dilecehkan, dipermalukan, menjadi objek dari candaan tersirat pelecehan terhadap psikis juga keadaannya yang dipertontonkan. Tidak buat dia serta merta merasa takut, yang ada hanya tinggalkan dendam. Dendam itu dipupuk, terlihat dari cara dia memandang yang tak hanya lagi tentang bertahan, tetapi juga pembalasan.
Dia adalah seseorang yang kini menjadi ibu dari empat anak lelaki yang sukses. Untuk berada di titik sekarang, dia harus membuat raganya tersiksa berkali-kali. Perjalanannya tak mudah. Dimulai dengan pergi dari panti asuhan sehari setelah kelulusan hanya agar bisa berkuliah di universitas ternama di kota. Berusaha lebih keras dari orang-orang yang memiliki privilege bahkan sejak lahir ke dunia. Dia, Lee Hyewoon, pada akhirnya mampu menapakkan kakinya di tahta tertinggi seperti mimpinya. Kini, dia bisa membalaskan dendamnya pada mereka yang merisaknya. Membalikkan keadaan dengan membuat orang-orang itu bersujud di kakinya.
Di usianya yang tak lagi muda, Hyewoon berhasil menjadi orang tua yang tak akan buat anak-anaknya sengsara. Pun dia tak akan membiarkan anak-anaknya melewati penderitaan yang sama sepertinya. Keinginannya hanya agar bisa merasakan kemakmuran atas pencapaiannya sekarang. Menikahi pengusaha ternama, petinggi yang disegani, hingga akhirnya menikmati apa yag dimiliki kini.
Namun, manusia tetap saja memiliki kelemahan. Hyewoon menjadi sosok yang jumawa. Pun sepertinya hidup tak selalu tentang kenikmatan duniawi. Jauh dalam hatinya, dia masih saja rasakan kekosongan yang nyata. Tentang Taehyung yang tak benar-benar bahagia, dibuktikan dengan butiran-butiran pil yang harus membantunya agar tetap stabil jiwanya. Mengorbankan anaknya hanya untuk memenuhi egonya yang berakibat pada penderita lainnya. Lalu, seolah tak cukup dengan itu, Hoseok harus bertemu dengan gadis biasa yang tak ada apa-apanya dibanding apa pun. Yang justru mengingatkan dirinya pada masa lalu—Hyewoon seperti melihat dirinya pada gadis itu, Kim Haru.
Hyewoon selalu ingin semuanya tertata dengan rapi, tak ada celah. Jadi, ketika kedua anaknya itu tak sesuai dengan apa yang diharapkan, Hyewoon makin defensif. Dia menginginkan sesuatu yang lebih. Pikirnya, dia bisa melakukan apa pun untuk bisa membuat kedua putranya itu seperti apa maunya. Namun, memelihara hewan sepertinya akan jauh lebih baik dikontrol ketimbang manusia. Jelas Hyewoon tak bisa melakukannya. Sebab ketika dia memaksakan kehendaknya, dia nyaris kehilangan mereka. Taehyung yang kala itu berada di ambang kematian, juga Hoseok dan ancamannya yang akan meninggalkannya juga statusnya sebagai anaknya. Hyewoon takut. Lebih dari apa pun.
"Ibu? Bu? Kau melamun?"
Hyewoon mengerjap, kembali tersadar dari pikirannya yang dalam. Ditatapnya Taehyung, yang beberapa waktu lalu mengunjunginya. Entah sejak kapan dia kehilangan fokusnya sehingga harus melamun di depan sang anak.
"Maaf. Tadi kau mengatakan apa, Taehyung?"
"Aku bilang aku akan ikut Prof. Han ke rumah sakit Universitas Honkuk untuk melakukan riset. Mungkin sekitar satu bulan?"
"Benarkah? Itu bagus. Kau akan ikut?"
"Ya. Aku sudah mengatakannya tadi."
Hyewoon menghela napas lega. Ada senyum lebar di rautnya. "Itu bagus, Taehyungie."
Taehyung berdeham, tak lagi menjawab dan hanya menatap pergerakan sang ibu yang tengah menyesap tehnya dengan anggun. Melalui sudut pandangnya, sang ibu adalah sosok yang sangat keras, terkadang tak acuh dan keras kepala. Juga kerap kali egois hanya untuk mencapai keinginannya. Sejak kecil, sang ibu selalu menjadi dominan di rumahnya ketimbang ayahnya sendiri. Taehyung sejujurnya tak tahu apa yang ada dipikirannya, tak akan ada yang tahu apa yang menjadi tujuan hidupnya selain tentang kekuasaan dan kewewenangan.
Di tengah-tengah heningnya keadaan, tiba-tiba saja terdengar pintu diketuk dari luar. Taehyung refleks menoleh, lalu kembali menatap ibunya. "Ibu memiliki tamu yang datang hari ini?"
"Tidak ada. Ibu meminta Sekretaris Kang untuk datang."
"Oh. Pekerjaan?"
"Ya."
"Hm … baiklah. Kalau begitu, aku akan pergi."
Taehyung lantas beranjak, sejenak menatap sang ibu yang tersenyum ke arahnya. "Bu, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Aku ingin kau hidup dengan tenang dan selalu mendampingiku, juga Jungkook. Dia masih terlalu dini untuk terlibat dengan urusan orang dewasa." Taehyung berujar serius. Tatapan matanya tegas.
"Taehyung—"
"Aku mencintaimu, Bu. Jadi, kumohon, apa pun yang Ibu lakukan, tolong untuk tidak melewati batas." Taehyung menjeda, "Aku pergi," lanjutnya kemudian.
Hyewoon tak sempat untuk membalas ucapan Taehyung karena putranya itu melenggang pergi tanpa melihat ke arahnya lagi. Sekretaris Kang yang sedari tadi di luar pun masuk setelahnya. Membungkuk sekilas kemudian menyodorkan amplop berwarna cokelat ke atas meja.
Sejenak, Hyewoon menghela napas. Dia meraih amplop itu dan berkata, "Apa semua yang kuminta ada di sini?"
"Benar. Semua yang Anda mau, ada di dalam sana."
"Bagus, Sekretaris Kang. Kau bisa keluar sekarang."
"Baik. Saya permisi."
Setelah kepergian Sekretaris Kang, Hyewoon membuka amplop itu. Diraihnya lembaran sebuah potret yang ada di dalamnya menunjukkan tak lain adalah potret dari putranya sendiri, Hoseok.
Bukan hanya Hoseok, di potret itu terlihat Hoseok bersama Haru sedang berada di taman. Namun, tak hanya ada mereka. Ada juga sepasang orang tua yang duduk di bangku panjang. Raut mereka terlihat bahagia. Hyewoon melihatnya tanpa ekspresi. Hyewoon mengenali mereka sebagai orang tua Haru. Dia pernah bertemu dengannya di pesta pernikahan Hoseok. Saat itu, Hyewoon harus bersandiwara bahwa dia juga senang dengan pernikahan putra dan putrinya. Sebab ada perjanjian sebelum pernikahan itu terjadi.
Dulu, Hoseok mengancamnya akan pergi. Dia akan menikahi Haru tanpa orang tuanya, tanpa marga ayahnya di depan namanya. Hoseok bertedak tak akan menjadi bagian dari keluarga Jung lagi.
Ketakutan Hyewoon akan kehilangan sang anak bak mimpi buruk baginya. Hoseok, dan anak-anaknya yang lain sangat berharga untuknya. Mereka lebih daripada emas permata yang ada di dunia. Bagi Hyewoon, mereka adalah jiwanya. Maka dengan itu, Hyeeoon setuju. Namun, hingga sekarang Hyewoon tak pernah mengakui Haru sebagai menantunya. Hanya semata karena dia tak mau Hoseok pergi dari hidupnya. Dia tetaplah seorang ibu yang mencintai anaknya.
Hyewoon tak mau kehilangan Hoseok haya karena Haru semata.
Potret itu tak hanya satu, tetapi ada banyak dengan berbagai macam ekspresi dan tempat yang tak hanya satu dikunjungi. Rupanya kabar mengenai orang tua Haru yang akan datang berkunjung itu benar adanya.
Jika ditanya apakah Hyewoon senang dengan keberadaan mereka? Tidak. Tak ada emosi apa pun. Bahkan dengan kabar kehamilan Haru sekali pun, Hyewoon tetap membatu.
Jika keadaan tak banyak membantu, dia akan biarkan sebagaimana Tuhan berkehendak. Asalkan Hoseok tetap berada di sisinya, Haru tak akan menjadi halangan. Meski sosok Haru telah mengubah banyak hal dalam kehidupan putranya itu, Hyewoon tak akan berubah. Sebab ada sosok lain yang akan membuat Hoseok kembali mengingat siapa dirinya yang sebenarnya.
Melalui ponselnya, Hyewoon melakukan panggilan. Dalam dering ketiga, telepon itu tersambung kemudian. Hyewoon menyapa sosok itu dengan gembira, memanggil namanya dengan sebutan paling halus di dunia. "Oh, Sora-ya, ini Ibu."
Kang Sora.
***
To be continued...
Ayo di vote dan comment biar aku semangat nulisnya dan cerita ini cepat selesai. Jangan lupa follow aku juga ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tickin' [Jung Hoseok]
Hayran KurguWaktu terus berdetak. Waktu terus berlalu. Awan tersebar di langit. Menuju lampu lalu lintas yang rusak. Marriage Life. Jung Hoseok Fanfiction. 20/12/2019.