Bagian 27.

355 73 18
                                    

Hoseok tidak mau membenci ibunya. Hoseok tidak mau menyimpan setitik rasa itu di hatinya meski apa yang dia terima atas perlakuan sang ibu sangat sakit dirasa. Tentu, jika harus dikatakan, Hoseok sangat kecewa. Lebih kepada tidak bisa berpikir lagi mengenai apa yang bisa dilakukan agar sang ibu membuka hati dan menerima putranya sekarang ini. Hoseok pikir, kehadiran calon bayi di rahim istrinya akan sedikit membuat sang ibu luluh, tetapi tidak demikian. Malah, sang ibu dengan lantangnya menyuarakan bahwa dia tidak terima kehadirannya.

Sakit hati, sangat. Bagaimana jika Haru mendengarnya? Bagaimana jika sang calon bayi ikut rasakan penderitaan orang tuanya? Hoseok tak mau. Dalam benaknya terpikir, apa yang harus dilakukan? Apa mungkin menjauhkan keluarganya dari Haru dan calon bayinya adalah cara terbaik?

Cepat atau lambat, mertuanya—ayah dan ibu Haru—akan tahu bagaimana keadaan yang sebenarnya. Mereka akan tahu bagaimana sang ibu memperlakukan putri kesayangannya, satu-satunya yang paling dicintainya. Ini sangat buruk. Hoseok ingin terbebas dari belenggu yang mengikatnya.

"Hyung!"

Di ujung koridor rumah sakit, Taehyung dan Jungkook tampak baru saja keluar dari ruang rawat inap Haru. Mereka berjalan ke arahnya, lalu berujar, "Hyung, kita mau pulang."

Hoseok yang masih agak linlung dan pikirannya kosong, menjawab sekenanya, "Oh? Iya, tentu. Kalian bisa pulang sekarang. Istirahatlah. Dan Taehyung, kau yang menyetir?"

"Iya."

"Bagaimana Ayah dan Ibu?"

"Mereka sudah pulang lebih dulu."

Hoseok mengangguk. Seolah sudah cukup hanya dengan itu saja.

"Hyung, Ibu membawakan makanan tadi. Ibu bilang kau harus makan. Haru noona sudah memakannya lebih dulu, dan dia sekarang mencarimu."

Ibunya? Memberi makanan yang dimasak sendiri oleh tangannya kepada Haru? Benarkah?

"A-aku mengerti. Kalian pulanglah."

"Baiklah. Sampai bertemu besok orang tua," seloroh Taehyung, membuat tiga bersaudara itu tertawa.

Setelah kepergian Taehyung dan Jungkook, Hoseok bergegas masuk ke ruangan inap.

Malam sudah menunjukkan pukul sembilan dan Hoseok sudah merasa lelah. Lelah hati dan pikiran.

"Haru? Sayang?" sapa Hoseok ketika dia membuka pintu.

Haru yang sedang memejamkan mata itu lantas tersadar dan mengulas senyum melihat kehadiran sang suami di ambang pintu. Tangannya terulur meminta Hoseok mendekat.

"Oppa, kau tidak akan percaya, Ibu baru saja memberiku makanan, masakannya sendiri."

Hoseok tiba-tiba saja merasa gugup. "Kau sudah memakannya?"

Haru mengangguk. "Di mana sisanya?" tanya Hoseok.

"Oh, iya benar. Oppa kau pasti belum makan. Sisanya ada di meja."

Haru menunjuk ke arah meja di mana ada sofa juga di sana. Hoseok lantas mendekat dan meraih kantong berisi makanan yang disebutkan. Dibukanya dan mendapati masakan rumah yang sang adik dan istrinya katakan. Masih hangat, yang mana artinya makanan itu masih baru.

"Aku senang sekali, Oppa. Apa ini artinya Ibu mulai membuka hatinya untukku?"

Hoseok kembali meletakannya di meja, lalu menghampiri Haru. Seulas senyum lembut dia pamerkan. "Apa kau merasa perutmu sakit? atau merasa aneh setelah memakan makanan itu?"

Haru tampak bingug, tetapi dia tetap menggeleng reponsif.

"Benarkah?"

Haru mengangguk mantap. "Ada apa, Oppa?"

Tickin' [Jung Hoseok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang