Bagian 29.

196 43 11
                                    

Kesalahan.

Ketidakberdayaan.

Pengkhianatan.

Tiga hal itu memenuhi isi kepala Hoseok. Dia tidak bisa terlelap. Terjaga hingga fajar menyingsing di ruang kerjanya yang dingin. Dia tidak lagi memikirkan apakah dia mandi, apakah dia makan, apakah penampilannya berantakan, Hoseok tak pedulikan itu semua. Yang ada di benaknya hanya; Hoseok, kau telah membuat celah untuk membuat dirimu hancur.

Hoseok merasa tidak punya muka untuk menemui Haru.

Malam itu, Hoseok mendorong Sora hingga perempuan itu terjatuh, membentaknya cukup keras demi membalas perbuatan sepihak Sora padanya, lalu ... dia meninggalkan apartemen itu dengan pikiran berkecamuk.

Seharusnya, hari ini adalah hari kepulangan Haru. Dokter sudah menghubunginya bahwa kondisi Haru dan kandungannya saat ini baik-baik saja dan diperbolehkan untuk pulang. Jadwalnya sore hari nanti, setelah itu, Hoseok berencana mengabari mertuanya. Memastikan kedatangan mereka ke Seoul dengan aman untuk menemui putri mereka, Haru.

Sejenak, Hoseok menghela napas, mengusap wajahnya kasar, meremat rambutnya kehabisan akal, dengan pikiran tertuju pada satu orang, sosok istrinya tiba-tiba saja memenuhi kepalanya.

***

Hoseok menyusuri lorong yang mengarah ke salah satu pintu di depannya. Pintu yang menyembunyikan sosok sang ayah di dalamnya. Diketuknya pintu itu, lalu masuk ke sana setelah dipersilakan.

Sang ayah yang berada di balik meja lantas tersenyum lebar melihat putranya datang mengunjungi. Didekapnya Hoseok dengan senang. "Hoseok-ie, bagaimana kabarmu, Nak?

"Aku baik-baik saja, Ayah."

"Bagaimana dengan Haru?"

"Haru sudah membaik dan sudah boleh pulang sore nanti."

Sang ayah mengangguk paham. Kemudian mempersilakan Hoseok untuk duduk. "Jadi, apa yang membawamu kemari?"

Hoseok menarik napasnya, lalu memantapkan diri untuk berujar, "Ayah ... mertuaku akan datang berkunjung."

"Itu bagus. Kapan mereka ke sini?" Sang ayah tidak terkejut sama sekali.

"Sepertinya besok, setelah Haru keluar dari rumah sakit."

"Apa Ayah perlu mempersiapkan sesuatu?"

Hoseok tampak berpikir, resah di wajahnya terlihat begitu kentara. "Apa ada masalah, Hoseok-ie?"

"Ayah," Hoseok tampak ragu, "bisakah kau membantuku?"

"Tentu. Apa yang bisa Ayah lakukan untukmu?"

"Maafkan aku, tapi apakah Ayah bisa memastikan Ibu untuk tidak mengetahui kabar ini?" Hoseok sebetulnya merasa bersalah, tetapi Hoseok tidak mau menanggung resiko akan terjadinya masalah.

Hoseok tidak ingin sang ibu bersikap tidak baik pada mertuanya. Jika ibunya mau bekerja sama, Hoseok mungkin tidak harus melakukan hal ini.

"Kau mau Ayah melakukan itu?"

Hoseok mengangguk lemah. "Sikap Ibu masih belum bisa aku tangani. Aku takut Ibu melakukan hal yang sama kepada orang tua Haru. Aku tidak mau itu terjadi."

"Ayah mengerti." Tuan Jung meraih tangan Hoseok yang ada di lututnya. Meremasnya memberi kekuatan. "Maaf Ayah belum bisa menjadi orang tua yang baik untuk kalian. Ayah merasa bersalah padamu, Hoseok-ie. Maafkan Ayah."

Ayah dan anak itu lama terlibat konversasi. Tuan Jung bersikap sebagai ayah yang mendengar keluh kesah anaknya, bukan pimpinan perusahaan yang tak acuh akan sisi emosional anaknya.

Tickin' [Jung Hoseok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang