Menjadi sempurna bukanlah pilihan Haru, tetapi itu dulu sebelum ia menikah dengan Hoseok. Sekarang, menjadi sempurna seolah harus dan wajib untuknya lakukan. Entah itu yang terlihat maupun tidak, entah itu ujung rambutnya, atau ujung kakinya. Segala sesuatunya harus di perhatikan. Haru sempat berpikir, apa mungkin seperti inilah kehidupan orang kelas atas? Semuanya menjadi perhitungan besar kecilnya.
Haru sampai stres karena semuanya harus tanpa kekurangan. Hal itu berat sekali untuknya.
Di musim panas, ibu mertuanya mengadakan seminar; cara sukses berbisnis di usia muda, dengan ayah mertua dan kakak iparnya, Seokjin yang menjadi pembicara.
Bahkan tamu undangannya pun terlihat mewah.
Saat itu, Hoseok membawanya ke sana karena ibunya memaksa. Entah karena apa Hoseok menurut. Hal itu menyenangkan untuk Haru tapi, bukannya banyak bersenang-senang, Haru malah mengeluh kepada Hoseok kalau dia tak mampu untuk memakai sepatu hak tinggi demi menyalami para tamu undangan saat seminar di lakukan. Dia harus berdiri selama berjam-jam, tanpa bisa duduk.
"Kalau begitu kita pulang saja, memang salahku mengajakmu ke sini." Begitu kata Hoseok saat dirinya mengeluh. Haru sampai tak di ajak bicara oleh suaminya itu saat di rumah.
Haru sempat berpikir, apa dia marah karena sudah mengeluh atau dia marah hanya karena Haru tak bisa pakai sepatu hak tinggi, atau lebih parahnya sudah mempermalukan dirinya? Haru tidak tahu, tapi itulah pertama kalinya Hoseok benar-benar marah padanya dan Haru tidak akan mau mengeluh lagi jika memang itu alasannya.
Heran saja melihat wanita seperti dirinya yang tahan dengan hal itu, mungkin jawabannya hanya terbiasa. Hal itu mungkin sudah menjadi bagian hidup. Dan Haru tidak terbiasa sekaligus bukan hidupnya melakukan hal semacam itu. Haru mau tak mau harus menghindari sepatu hak tinggi dengan memakai sepatu yang nyaman dia kenakan namun masih tetap terlihat elegant.
Karena menjadi sempurna sangat penting bagi keluarga besar Hoseok. Mereka tak mau ada sedikit pun celah bagi orang lain melihat kekurangan mereka.
"Taehyung, kau harus pulang sebelum sore. Bagaimana kalau orang-orang mencarimu?"
"Iya, aku mengerti. Mereka tidak akan mencariku. Tapi yang benar adalah, orang tuaku akan dengan cepat tahu kalau aku tidak kuliah dan malah pergi entah ke mana."
Haru meringis, "Itu buruk sekali Taehyung, itu artinya mereka akan bertanya ke mana kau pergi? Kau tahu, kau tidak boleh melewatkan satu kelaspun. Apalagi tidak belajar."
"Belajar bisa di lakukan dimana saja noona, mereka hanya mau aku duduk di bangku kuliah, menjawab essay dengan benar, dan membuat mereka puas karena aku berhasil melakukan penelitian kawin silang antara kelinci dengan marmut."
Haru sontak tertawa keras, "Astaga Tae, maafkan aku,"
Keduanya berada di dalam lift dengan tiga orang lainnya. Tiga orang itu sempat menoleh ke arah Haru karena tawanya yang entah kenapa membuat mereka tergerak untuk lebih lama lagi melihat. Satu di antara mereka tersenyum tipis, padahal tak tahu apa yang di tertawakan.
"Ah, maafkan aku,"
Haru membungkukan badanya sopan, merasa tak enak karena mengganggu orang lain dengan tawanya.
"Kau pasti merasa itu konyol 'kan? Karena membedah katak bukan lagi hal yang istimewa."
Ah, Kim Taehyung dengan kejeniusannya.
"Tidak, itu hebat, hebat sekali."
Taehyung menatap Haru dengan dua kedipan, "Apa menurutmu... Itu hebat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tickin' [Jung Hoseok]
FanfictionWaktu terus berdetak. Waktu terus berlalu. Awan tersebar di langit. Menuju lampu lalu lintas yang rusak. Marriage Life. Jung Hoseok Fanfiction. 20/12/2019.