Bagian 30.

165 43 8
                                    

Apartemen ramai. Kakaknya, Seokjin, dan kakak iparnya, Jiyeon, beserta anak-anaknya datang berkunjung. Tak lupa juga dengan kehadiran Taehyung dan Jungkook yang turut serta meramaikan istana kecil mereka.

Rasanya begitu hangat, tetapi ada yang kurang; orang tuanya. Jika saja mereka cukup akur satu sama lain, mungkin sekarang mereka tengah menyambut kehadiran bayinya dengan gembira. Hanya sang ayah yang sempat berkunjung sebelum kembali pergi sebab ibunya telah menghubungi.

Hoseok didera kekosongan meski suara-suara di sekelilingnya begitu ramai dan ribut. Suara celotehan Jinyoung, tawa Jinseok yang keras sebab diusili Taehyung dan Jungkook, serta kakak iparnya bersama Haru hanya bisa menggelengkan kepala gemas akan tingkah mereka. Seokjin yang sedang menyuap pizza pun dibuat heran karenanya.

Hoseok menatap pemandangan di depannya dengan raut muka yang kosong. Pikirannya berkecamuk. Apalagi ketika tiba-tiba saja bayangan Sora sepintas mengisi kepalanya. Kembali mengingat kejadian di mana perempuan itu menciumnya. Juga bagaimana dirinya mendorong Sora hingga jatuh ke lantai. Kemudian seperti tak ada habisnya, ucapan sang ibu kembali dirangkainya; seperti tak benar-benar meninggalkannya. Tersusun secara apik dan nyata dalam ingatannya.

Hoseok pening hingga rasanya sesuatu dalam perutnya bergejolak timbulkan rasa mual. Dahi mengernyit, lidahnya pahit, bibirnya kering. Ketika Hoseok menutup mulutnya dengan kepala tangan, gegas dia bangkit tergesa dari duduknya. Sedikit berlari masuk ke kamarnya, lalu membuka pintu kamar mandi; memuntahkan isi perutnya ke dalam kloset yang terbuka. Sudut matanya berair; segalanya begitu berat, dan menjengkelkan.

Sejenak Hoseok bersandar pada dinding, duduk di lantai yang dingin dengan napas tersengal. Lalu tak lama beranjak untuk basuh muka dan berkumur. Menatap pantulan wajahnya di cermin; pucat, berkantung mata. Kemeja pun lantas dibuka sebab tinggalkan basah dan bau sisa muntahan yang tak sengaja menyentuh kain fabrik itu. Dimasukannya ke keranjang baju kotor dan meraih kaos di lemari setelahnya. Hoseok terseok mendekati ranjang dan rebah di sana dengan peluh turut membasahi separuh raganya.

Kepalanya pening. Suara-suara di luar sana masih terdengar bersahutan, tetapi Hoseok tak miliki tenaga untuk bergabung lagi. Lantas, dia memilih untuk istirahat sejenak sebelum kembali sibukkan diri sejemang nanti.

***

Hoseok terbaring di kasurnya, tubuhnya lemas, suhunya badannya panas. Dia terserang demam. Dalam hati merutuk sebab merasa tak berguna harus jatuh sakit di saat yang tidak tepat. Haru baru saja keluar dari rumah sakit dan sekarang malah giliran dia yang mengalami hal sama. Besok mertuanya akan datang dan dia malah berbaring di sini, di kasurnya.

"Oppa, kenapa tidak bilang kalau kau sakit?"

"Sayang, aku tidak sakit."

"Oppa sakit, badamu panas. Tadi juga muntah, 'kan?"

"Tidak, Haru."

"Jangan berbohong."

"Seokjin Hyung masih di sini?"

"Sudah pulang."

"Yang lain?"

"Mereka juga sudah pulang."

Hoseok mengangguk paham, sedikit menyesal karena tidak ucapkan salam sebelum mereka pergi. Beberapa waktu lalu, setelah urusannya di kamar mandi selesai, seingatnya dia hanya terlelap sebentar, tetapi hari sudah sore dan dia baru bangun dari tidurnya yang tidak disengaja.

"Aku mau mandi," ujar Hoseok.

"Ya? Kalau begitu biar aku siapkan dulu, Oppa diam di sini, jangan bergerak."

Sebelum Hoseok sempat ujarkan penolakan, Haru telah lebih dulu sibuk dengan niatnya. Dia keluar masuk kamar mandi untuk menyiapkan air hangat untuknya, termasuk mempersiapkan pakaiannya, juga piama yang jika saja akan dipakainya nanti. Haru benar-benar mengurusnya dengan baik sementara Hoseok hanya melihat nanar di tempat tidur.

Tickin' [Jung Hoseok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang