Hoseok sudah merasa lebih baik sekarang. Haru tak pernah membiarkan dirinya kedinginan sebentar saja. Sejanak didekap erat, lalu menyelimutinya hangat, memijat pelipisnya nyaman, hingga keduanya sama-sama tertidur di kala malam menjelang. Haru tak kenal lelah dalam mengurusinya. Baik sehat ataupun sakit, Haru begitu sabar menghadapinya yang terkadang selalu lupa akan statusnya. Merasa malu sebab dia tak pernah perlakukan Haru sedemikan sayang. Bukan berarti dia tak sayang, perasaan itu tak perlu dipertanyakan, eksistensinya jelas ada. Haru adalah bagian hidupnya. Namun apakah sangat terlambat untuknya memulai semuanya dari awal lagi?
Jika saja Hoseok tidak egois dan begitu keras kepala dalam menangani pilu di keluarganya, Haru tak akan merasa sakit terlalu lama. Banyaknya penyesalan tak akan selesai bila hanya direnungkan. Hoseok bertekad mengubah jalan hidupnya yang terjal berbatu menjadi lurus tak berkerikil. Hoseok tahu itu sulit sebab di kehidupannya bukan hanya dia dan Haru, tetapi banyak yang terlibat di luar sana. Akan tetapi, ketika hanya ada mereka di rumah, Haru adalah pusat dunianya. Segala hal buruk di luaran tak akan hentikan Hoseok untuk menjadi sosok suami yang bisa mengasihi sepenuhnya. Hoseok ingin menjadi seperti Haru yang tangguh meski beban di bahunya begitu banyak.
Haru telah melalui banyak hal dalam kehidupan pernikahannya. Hoseok tak ingin menjadi satu-satunya penyebab kegagalannya.
Sekitar pukul 7 pagi, Hoseok bangun dari tidurnya dengan badan yang lebih enteng dan segar. Haru sudah tidak ada di sampingnya kala dia mencari sosoknya. Karena ingin melihat sang istri ketika dia bangun, maka dicarinya lah dia keluar kamar. Tujuannya adalah di mana dapur berada sebab aroma makanan dan juga manisnya kue yang baru keluar dari open tercium begitu enaknya.
"Selamat pagi," sapa Hoseok sembari berjalan ke arah pantry di mana Haru berada.
"Hey, selamat pagi, Oppa. Bagaimana keadaanmu?"
"Sangat baik." Saat jarak keduanya telah lebih dekat, Hoseok membubuhkan ciumannya di dahi Haru, lalu turun ke pipi dan berlama-lama di sana sembari mendekap sayang. "Semuanya berkat dirimu, Sayang. Terima kasih."
Haru masih bisa merasakan hangat di kulit Hoseok yang bersentuhan dengannya. "Oppa masih demam."
"Benarkah? Kalau begitu aku tidak boleh menciummu."
"Oppa menciumku di pipi dan dahi, tidak apa-apa."
Hoseok terkekeh geli kemudian melepas dekapannya, segera berjongkok searah dengan perut Haru. "Selamat pagi, Baby. Apa kau baik-baik saja di dalam sana? Apakah nanti kau akan menjadi jagoan atau putri ayah?"
Haru tersenyum hangat melihat interaksi Hoseok dengan calon bayinya. Perutnya masihlah rata, tetapi keberadaannya sangat dinanti Haru sedari lama. Melihat bagaimana Hoseok mengusap perutnya, dan menempelkan telinganya seolah akan bisa mendengar suaranya, Haru merasa dunianya tak lagi sama; akan ada kehidupan lain yang menemaninya di rumah nanti. Akan ada kehidupan lain yang mengisi kekosongannya selagi Hoseok pergi bekerja nanti. Begitu banyak hal yang Haru impikan dengan buah hatinya, Haru sangat menantikannya.
Mendengar tangis bayi di rumah yang selalu sepi itu akan terasa menyenangkan. Mimpinya kini terwujud dengan kehadirannya yang membawa kebahagiaan.
"Kapan dia tumbuh?"
"Tunggu sampai beberapa minggu lagi. Oppa nanti akan melihat perutku membesar."
"Aku tidak sabar."
"Aku juga."
Hoseok kembali pada posisinya yang semula, pandangannya tertuju pada kue-kue yang masih berada di loyang. "Kau membuat ini semua sejak kapan?"
Tahu ke mana arah pandang Hoseok, Haru segera menjawab, "Oh, aku membuatnya jam 4 pagi tadi. Saat Oppa masih tidur."
Hoseok menatap Haru tak percaya. "Kenapa tidak beli saja? Kau baru keluar dari rumah sakit, Sayang. Aku tidak mau kau kelelahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tickin' [Jung Hoseok]
FanfictionWaktu terus berdetak. Waktu terus berlalu. Awan tersebar di langit. Menuju lampu lalu lintas yang rusak. Marriage Life. Jung Hoseok Fanfiction. 20/12/2019.